Yo minna~ ^^/

Saya kembali dengan sangat sangat sangat tidak kilat m(_,_)m

Gomenasai! Author benar-benar minta maaf sekali.

Author sedang terjebak di RL dan terkena virus WB parah.

Terima kasih buat semua reader yg dengan sabar selalu mengingatkan author untuk update.

Happy reading minna~


Pick Up Service

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pick Up Service milik Meca Tanaka

Rated : T

Genre : Romance, Fantasy, and Humor

Pairing : SasuSaku

Warning : gaje (mungkin), typos bertebaran, OOC (mungkin)

Don't like don't read!


Namaku Haruno Sakura, aku gadis biasa yang sangat menyukai karate. Sejak kecil kakek sudah mengajariku karate. Namun hidup ku yang biasa saja ini berubah ketika kakek ku meninggal disaat pertandingan final karate yang ku ikuti saat umurku 12 tahun. Dan dari sanalah takdir mulai mempermainkanku.

.

.

.

.

.


Seminggu sudah berlalu sejak kejadian sial yang menimpa Naruto. Tepat seperti dugaan Sasuke sebelumnya, dia tidak akan meninggalkan sekolah putri dimana dia magang dengan cepat. Karena Naruto kembali dirawat dirumah sakit. Itu semua berkat bakat Sakura dalam melempar bola. Dan terima kasih juga pada bakat sial milik Naruto hingga dia harus kembali dirawat karena luka di kakinya yang hampir sembuh menjadi sasaran bola milik Sakura hingga keadaannya semakin memburuk. Dokter mengatakan kalau Naruto harus kembali dirawat seditaknya selama sebulan. Untung saja kali ini Naruto tidak koma hingga Sasuke tidak perlu merasa khawatir. Hanya saja Sasuke berakhir melakukan magangnya lebih panjang untuk menggantikan Naruto. Dan sekarang Sasuke sedang duduk di dalam ruang guru berusaha menyelesaikan laporan tentang pertandingan baseball melawan sekolah putri suna dua hari yang lalu. Dan tentu saja sekolah putri konoha dibawah bimbingan Sasuke menang dengan gemilang.

Tok tok tok

"Permisi sensei, saya akan segera menutup gerbang sekolah." Ucap penjaga sekolah.

"Aa." jawab Sasuke lalu membereskan barang-barangnya.

.

.

.

Sakura menatap langit kelabu diatasnya datar. Setelah mengeratkan syal disekitar lehernya dan memakai sepatunya Sakura berjalan menuju gerbang sekolah diiringi butiran salju yang mulai turun. Langkah pelan Sakura terhenti ketika sosok yang tidak asing tertangkap matanya.

"Sasuke sensei?" tanya Sakura tak yakin.

Sasuke yang tengah menatap langit kelabu diatasnya mengalihkan pandangannya pada Sakura.

"Sakura." Sapa Sasuke datar.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sakura.

"Hn, dimana nada sopan yang sempat ku dengar tadi menghilang?" tanya Sasuke.

Sakura menaikkan sebelah alisnya dan menatap Sasuke kesal.

"Sekolah sudah berakhir dan sekarang kau jadi En-chan." Jawab Sakura lalu berjalan mendahului Sasuke tanpa menengok kebelakang. Sedangkan Sasuke hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah Sakura.

"Datanglah ke taman dekat rumahmu besok malam." Ucap Sasuke lalu pergi menghilang di tikungan.

Sakura membalikkan badannya dan menatap bingung pada jalan kosong dimana tadi Sasuke berdiri.

.

.

.

Sakura POV

Matahari mulai menampakan wajahnya meski udara di luar sana mulai membeku tanpa ampun. Kubuka mataku malas dan menggeram karena sinar yang menembus dari jendela kamarku begitu menyilaukan. Dengan susah payah aku bangkit dari tempat tidurku. Jalanku sedikit sempoyongan karena kurang tidur. Semua ini berkat kata-kata Sasuke kemarin. Aku masih tidak tahu apa yang Sasuke inginkan dengan mengatakan hal itu kemarin. Tapi aku bisa menebak kalau dia berusaha untuk mempertemukanku dengan Nabeshima. Karena seperti yang ku tahu, saat hari hampir menjelang natal taman bermain dekat rumahku itu akan penuh dengan arwah anak-anak yang bermain salju. Aku sudah sering melihat mereka dan tak jarang ikut bermain dengan mereka. Seriap tahun selalu sama, hanya saja jumlah dan wajah arwah yang datang ke taman itu akan berubah. Aku menghela napas dan berusaha melupakan sejenak tentang Sasuke lalu menikmati guyuran air hangat diatasku.

Setelah selesai berpakaian dan sarapan, aku langsung melangkah dengan cepat menuju sekolah. Hari ini aku tidak berangkat bersama ino karena dia sedang terkena flu. Aku sendir sangat jarang sakit. Mungkin karena aku memang punya tubuh yang kuat. Atau seperti yang selalu ino katakan, penyakit tidak ada yang berani bersarang di tubuhku mengingat aku itu menyeramkan. Aku hanya terkekeh geli setiap kali ino mengatakan hal itu.

"Ohayou Sakura!" seru salah satu temanku Karin saat aku memasuki gerbang sekolah.

"Ohayou." Jawabku.

"Kau tahu, akhir-akhir ini udara semakin dingin." Ucap Karin saat aku sedang sibuk dengan lokerku.

"Kurasa juga begitu." Jawabku asal.

Karin membanting pintu lokernya cukup keras lalu menatapku tak percaya.

"Kenapa?" tanyaku bingung.

"Lupakan saja, ayo masuk kelas supaya hari ini segera berakhir." Ucap Karin lalu berjalan mendahuluiku.

"Yeah, aku harap hari ini cepat berakhir." Ucapku lelah.

"Untung ini hari terakhir sekolah. Aku sudah rindu kasurku yang hangat." Oceh Karin yang hanya ku tanggapi dengan gumaman singkat.

Hari berlalu dengan cepat dan dering bel tanda sekolah berakhir. Entah karena aku yang tak fokus selama pelajaran berlangsung hingga waktu berjalan begitu cepat atau harapan Karin tadi pagi menjadi kenyataan. Yang jelas hari ini berakhir dan besok libur musim dingin dimulai. Itu berarti nanti malam aku harus datang ke taman bermain yang Sasuke maksud. Atau aku bisa memilih untuk tidur saja di kasurku yang hangat dan melupakan perkataan Sasuke.

.

.

.

Aku terus mengumpat pada diriku sendiri selama perjalanan menuju taman yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Setelah berdebat dengan diriku sendiri selama seharian ini aku akhirnya memutuskan untuk datang ke taman seperti permintaan Sasuke. Dan parahnya lagi salju mulai turun ketika aku memutuskan untuk pergi ke taman.

"Hah! Kenapa aku menuruti perkataannya sih!" gumamku kesal.

"Ayo kita buat manusia salju!" seru suara anak-anak dari arah taman.

Aku merasakan perasaan yang tidak enak mulai merayapi hatiku dan memutuskan untuk mempercepat jalanku menuju taman. Sesampainya disana aku melihat Sasuke yang berwajah pucat dan berjalan mondar-mandir tidak jelas. Kusipitkan kedua mataku agar bisa melihat lebih jelas dan kurasakan kemarahanku mulai muncul.

"Lagi-lagi si bodoh kehilangan kendali tubuhnya! Dasar merepotkan!" gumamku lalu berjalan mendekati Sasuke.

Dengan sekali pukulan yang cukup keras tepat di kepala Sasuke aku berhasil mengeluarkan lima arwah anak-anak yang merasukinya. Sedangkan Sasuke langsung pingsan kelelahan.

"Dasar bodoh!" seruku pada Sasuke lalu mengalihkan pandanganku pada lima arwah anak-anak dihadapanku yang tengah mengusap kepala mereka.

"Dan kalian! Jangan seenaknya melakukan hal berbahaya seperti itu! Kalian dengar?!" seruku penuh emosi.

Kelima arwah bocah dihadapanku terlihat ketakutan dan menganggukan kepala mereka patuh. Aku menghela napas lelah dan membungkukkan badanku agar mereka bisa melihatku lebih jelas.

"Kalau kalian sudah mengerti, kakak akan membuatkan kalian manusia salju." Ucapku lebih lembut.

"YEY!" seru lima arwah bocah dihadapanku dengan ceria.

.

.

.

Setelah membuatkan manusia salju dan membiarkan lima arwah bocah tadi bermain, aku memindahkan tubuh Sasuke kebawah pohon agar dia tidak membeku. Tentu saja aku memindahkannya dengan cara menyeret tubuhnya yang berat itu. Tidak lama kemudian aku mendengar suara vespa yang mulai akrab ditelingaku. Kudongakkan kepalaku kearah langit dan kulihat Nabeshima dan rekannya Tenten tengah menuju tempat dimana aku berada.

"Halo Sakura." Sapa Tenten sopan.

"Hai." Jawabku singkat.

"Ada apa dengan En-chan?" tanya nabe cemas.

"Seperti biasa si bodoh ini terlalu baik pada arwah." Jawabku singkat.

"Dasar tidak pernah berubah." Gumam nabe pelan.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Kalian silahkan urus mahluk bodoh ini." Ucapku acuh.

"Eh? Ta-tapi kami tidak bisa membawa En-chan. Kami banyak tugas hari ini. Apalagi kami harus mengantar lima bocah itu." Jelas Tenten lalu menunujk lima arwah bocah yang tengah berlarian.

"Hah! Tapi dia bukan tanggung jawabku!" seruku sambil menunjuk Sasuke yang masih pingsan.

"Begini saja, tolong kau jaga En-chan sebentar sampai kami kembali mengantar lima bocah itu. Bagaimana?" ucap nabe santai.

"Ck! Baiklah." Jawabku enggan.

"Baiklah ayo pergi Tenten." Ucap nabe lalu pergi membawa lima arwah bocah tadi bersamanya.

Setelah mengamati kepergian nabe dengan sedih aku mendudukan diriku disamping Sasuke yang masih menutup matanya. Kuamati wajah damai Sasuke sesaat dan entah kenapa aku jadi kesal sendiri.

"Kau itu terlalu baik! Dan itu merepotkan." Seruku pada Sasuke.

"Terima kasih." gumam Sasuke pelan diikuti geraman setelahnya.

Aku terlonjak kaget karena mendengar Sasuke menjawab perkataanku lalu mengalihkan pandanganku padanya. Kulihat Sasuke tengah berusaha bangun dan memegang kepalanya.

"Ck!" aku berdecak kesal.

"Hn." Gumam Sasuke.

Aku berdiri dari posisi dudukku berusaha secepat mungkin untuk pergi menjauh dari Sasuke.

"Berhubung kau sudah bangun, aku akan pulang sekarang." Ucapku lalu melangkah pergi.

"Aw!" kudengar Sasuke mengaduh.

Kuhentikan langkahku dan menghela napas setelahnya, lalu kubalikkan badanku. Kulihat Sasuke tengah berusaha bangun dari posisi jatuhnya. Dengan enggan aku kembali melangkah mendekatinya. Tanpa aba-aba dan diminta kurangkulkan tangan Sasuke kebahuku dan membantunya berdiri.

"Terima kasih." Ucap Sasuke pelan.

"Aku membantumu bukan karena ingin, tapi terpaksa! Dan aku sudah berjanji tadi." Gumamku.

"Kalau begitu antarkan aku pulang. Rumahku tidak terlalu jauh dari sini, Cuma dua blok ke arah utara." Pinta Sasuke.

"Hah?! Yang benar saja?!" seruku tak rela.

"Kau bisa lihat sendiri kan kalau tubuhku kaku karena kedinginan?" ucap Sasuke datar.

"Ck! Baiklah! Dasar merepotkan! Ini semua kan karena kesalahanmu sendiri! Dasar bodoh!" ocehku kesal.

Mendengar ocehan Sakura yang tiada henti jusru membuat Sasuke tersenyum kecil. Dan selama perjalanan menuju rumah Sasuke, Sakura tidak pernah berhenti bergumam kesal.

TBC


Sekali lagi author minta maaf untuk update yang sangat telat sekali.

gomenasai minna~

hope you like it.