Damsel in Shining Armor
By: the autumn evening
Pairing: Sasuke/Sakura
Rating: T
Disclaimer: I do not own Naruto.
Warning: office!AU. Multi chapters. SASUSAKU. Klise. Typos (do tell if you find any). OOC
O
O
O
Chapter 1
O
O
O
"Aku cuma tidak mengerti kenapa kau mau kerja di sana, Sakura. Semua orang di sana adalah model menyebalkan dan tipikal orang kaya berdasi. Aku kira kau ingin menulis tentang musik?"
Sakura menghela nafas di telepon, ia mendengar bunyi elevator berdenting. "Anggap saja ini sebagai batu loncatan, Naruto. Kalau aku berhasil mempublish artikel bagus di sini, itu akan mempercantik resumeku. Aku ingin merubah status fresh graduate tak berpengalaman sebelum pada akhirnya aku mendapat panggilan wawancara dengan Billboard atau Rolling Stone, jadi Kepala Editor mereka dan membuat majalah itu kembali pada era kejayaan.
Naruto mendengus dari seberang. "Tinggi sekali impianmu."
"Anyway, aku tidak mau terlalu pemilih, Naruto. Begitulah industri kerja. Aku bahkan masih tidak percaya aku mendapat panggilan interview di perusahaan yang akan memberiku gaji sungguhan dan bisa mengcover biaya sewa dan hidupku."
"Kau tidak akan berubah menjadi orang menyebalkan yang suka mengkritik pilihan kopi atau celana yang aku pakai, kan?"
"Tanpa bekerja di majalah fashion aku sudah lama mengkritik pilihan kopi americano membosankanmu dan celana pendekmu. Sisa noda minyak di celanamu bahkan membuatku bertanya- tanya apakah kau tahu ada benda bernama deterjen?" Elevator berbunyi menandakan dia telah sampai di lantai tujuannya. "Oh, aku sudah sampai, nanti aku hubungi lagi."
Tower Uchiha - bukan nama sebenarnya, tapi sesuai- mengingatkan Sakura pada salah satu serial tv dengan bangunan futuristiknya. Saat pintu terbuka, segalanya terlihat putih, dari lantai, dinding dan orang yang terlihat seperti robot tanpa ekspresi. Orang- orang yang sangat atraktif namun masih tidak bahagia. Sakura masuk dengan bayangan akan ada ruang steril untuk para pengunjung agar tidak menyebarkan bakteri. Namun sejauh ini hanya ada seorang pria muda yang terlihat stres—mungkin seorang intern— tengah tersandung kakinya sendiri karena panik.
Ada sekitar empat inchi tumpukan kertas di lengannya, dan dia terus meminta maaf lewat device yang tersambung pada telinganya sebelum seseorang berteriak 'Lee!' Dan dia keluar dua lantai selanjutnya. Sakura berharap bosnya bukan orang yang sama dengan Lee.
Ada sebuah ruang resepsionis bermeja putih besar tepat di depan elevator, dan Sakura mulai bertanya- tanya apakah pendapat Naruto benar tentang pekerjaan ini? Semua orang di sini berpakaian seperti mereka akan menghadiri makan malam formal yang mewah, membuat Sakura menyesali pilihan bajunya hari ini. Wanita berambut pirang di meja resepsionis, menyandarkan tubuhnya begitu jauh ke belakang sambil melihatnya dengan tatapan mengkritik. "Delivery di lantai dasar, masuk lewat pintu samping." Adalah yang terlontar dari bibirnya setelah beberapa saat memberikan tatapan menilai, nada suaranya bosan sekaligus menghakimi. Sakura tidak tahu hal ini bisa dilakukan bersamaan namun wanita di hadapannya bisa.
"Uh, aku tidak sedang mengantar—aku datang untuk bertemu Pak Uchiha Itachi. Aku Sakura Haruno, aku punya janji interview?" Nada Sakura bertanya, seperti dia sendiri juga tidak yakin.
Rasa gugup semakin membuatnya ingin mengacak rambut yang dia yakin lebih berantakan daripada biasanya. Sakura mencoba kembali merapikannya sebelum wanita blonde itu melihatnya. Dia terlihat sangat mengintimidasi, padahal ini baru resepsionis.
Resepsionisitu menegakan duduknya, tiba- tiba tertarik. Wanita itu sangat cantik, semua orang yang Sakura lihat di gedung ini terlihat seperti mereka tercipta untuk berada di halaman majalah, bukannya membuat majalah. Setelah dia memindai penampilan Sakura sekali lagi, dia mengangkat sebelah alis. Entah apa yang dia pikirkan, dia tidak ungkapkan. Dan Sakura tidak tahu apakah dia harus lega atau tersinggung. Mungkin pendapat wanita di hadapannya tentang Sakura bisa menghancurkan semua rasa percaya diri yang sudah Sakura bangun sejak lulus SMA. Setelah menggumam 'hmm' kecil, jari ber-manicure milik resepsionis cantik itu mengetik sesuatu pada keyboard di depanannya lalu menekan earpiece di telinga.
"Suigetsu?" Katanya manis, "Kandidat wawancara Pak Itachi sudah sampai, bisa masuk sekarang?"
Dia menyeringai merespon sesuatu yang Suigetsu katakan dan sekali lagi memindai penampilan Sakura. "Tidak. Dia terlihat seperti penjaga perpustakaan."
Sakura merengut mendengarnya, bibirnya terngaga dan dia hanya merasa sedikit tersinggung. Tapi Sakura memang tengah memakai sweater renda dengan rok motif bunga dan tidak sempat mengganti kacamatanya dengan lensa kontak saat agensi pencarian kerja menelepon.
"Agensi menelepon kurang dari dua jam yang lalu—" Sakura menjelaskan, namun berhenti saat wanita blonde itu menyuruhnya diam dengan jari telunjuk ditempelkan ke bibir.
Tadi Sakura seketika panik dan hanya punya waktu untuk mengeprint salinan resume dan berlari menuju stasiun subway. Sebuah interview dengan majalah sekelas GQ dan Vogue dan Sakura datang interview terlihat seperti dia tidak keluar rumah selama berminggu- minggu. Well, Sakura memang tidak keluar rumah seminggu lebih bulan lalu karena mengejar deadline pekerjaan editor freelance. Tapi Tenten-temannya dari agensi- mengatakan dia akan memberikan informasi lowongan paling menjanjikan yang ada di agensinya, dan setelah lima bulan menjadi lulusan jurnalistik pengangguran, Sakura tidak berpikir jauh pagi tadi.
Wanita pirang itu menutup telepon dan menatapnya. "Pak Itachi sedang menunggumu sekarang. Jalan lurus lalu belok kiri, kantor terakhir di ujung koridor adalah tujuanmu. Suigetsu akan menunggumu di sana."
Dia kembali menilai dan menyeringai seperti mengetahui sesuatu yang tidak Sakura ketahui atau mungkin itu adalah ekspresi alaminya.
Sakura mengangguk, mencoba mengingat arahannya saat dia mengingat sesuatu.
"Terimakasih, uh..."
"Ino," kata resepsionis itu menawarkan, sudah kembali mengambil ponselnya dan mulai mengabaikan Sakura. "Sama-sama."
O
O
O
Suigetsu adalah orang pertama yang terlihat normal sejak Sakura keluar elevator, namun dia juga masih tampan dengan rambut yang diwarnai putih.
"Hai," sapanya melepaskan headset sambil tersenyum. "Pak Itachi Uchiha sudah menunggumu." Matanya melirik pintu yang tertutup. "Dia sedikit stres hari ini, dengan segala hal tentang ambil alih kursi CEO dan sebagainya? Jadi cobalah untuk tidak membuatnya marah. Selain itu dia baik kok."
Sakura membuat suara mengerti, walau dia tidak tahu apa yang Suigetsu bicarakan -karena dia sama sekali tidak punya waktu mencari info untuk menyiapkan wawancara ini -dan berjalan menuju pintu.
Sakura berjalan masuk dan tidak terkejut melihat lagi- lagi calon bosnya adalah salah satu contoh pemenang lotre saat pembagian gen. Pria itu terlihat masih muda, mungkin belum tiga puluh tahun, walau Sakura tahu itu tidak mungkin. Melihat cara dia mengobrol dengan orang di seberang saluran telepon, menunjukan Pak Uchiha Itachi adalah orang yang sudah melewati fase duapuluhan namun masih bisa mempertahankan tubuh seperti anak muda.
"Ya, well Paman Obito, tidak perlu membahasnya lebih lanjut, ini adalah yang Ayah inginkan, jadi berhentilah bersikap kekanakan."
Alisnya yang mengerut terganggu terangkat sedikit melihat Sakura, sebelum tersenyum dan melambai menyuruhnya mendekat. Dia menjabat tangan Sakura sebelum menyuruh dia duduk. Kantornya didekorasi dengan indah dan dewasa walau tidak terlihat sesuai dengan pria di hadapannya, dan Sakura merasa salah tempat duduk di kursi yang mengkilap.
"Paman, aku ada urusan. Ya-" Pak Itachi Uchiha menggeram frustasi dan menatap ke atas seperti meminta tambahan kesabaran. "Ya, aku tahu. Aku akan menghubungimu lagi nanti. "
Ada ketajaman di sudut bibirnya saat dia menekan tombol putus di ponselnya lalu meletakannya di meja.
"Terkadang aku rindu ponsel flip. Memutuskan telepon tidak terasa memuaskan menggunakan smartphone, tahu?" Pak Uchiha memulai pembicaraan.
Sakura menawarkan sebuah senyum sebagai jawaban. "Kemarin saya lihat iklan samsul yang kembali membuat model ponsel flip, hanya saja kedua sisi flipnya adalah layar sentuh, mungkin langsung tak berfungsi dengan benar kalau ditutup secara barbar. Saya rasa melemparkan ponsel ke permukaan yang keras bisa menjadi solusi." Respon Sakura. Pak Itachi terkekeh mendengar jawaban Sakura, membuatnya sedikit lebih rileks saat Pak Itachi mengambil kertas yang sepertinya resume Sakura.
"Jadi, Haruno Sakura?" Mulainya.
Sakura mengangguk.
"Baiklah, Sakura, resumemu terlihat menjanjikan. Lulusan terbaik di kelas Jurnalis, editor koran sekolah sekaligus Harvard Square News saat di Harvard Univ..." dia melirik Sakura curiga. "Beberapa artikelmu yang diterbitkan sangat impresif untuk seorang mahasiswa...jadi kenapa belum ada yang merekrutmu?"
Bibir Sakura berkedut, apakah menjawab yang sejujurnya akan membantunya atau merugikannya? Tapi masabodoh, dia bahkan tidak tahu dia akan wawancara sampai tadi malam, lagipula bekerja di majalah fashion bukan impiannya.
"Jujur saja," Sakura memulai dan calon bosnya menawarkan tangannya seperti mempersilahkan. Sakura menghela nafas, "Saya tidak mau menjadi intern di perusahaan yang tidak memberikan gaji-penawarn sebelum ini selalu internship tak berbayar atau majalah online- yang walaupun bagus, saya punya apartemen yang harus dibayar sewanya dan saya sudah menulis blog sejak usia empat belas tahun. Saya lulusan Jurnalisme karena saya ingin menulis artikel untuk majalah cetak. Sesuatu yang bisa saya pegang dan tinggalkan di subway agar dibaca orang lain. Sesuatu yang bisa orang sobek halamannya untuk ditempel di dinding atau diselipkan pada buku harian karena ada tulisan yang berkesan. Tidak sama rasanya menulis sesuatu di internet atau membookmark halaman di komputer."
Sakura mengedikan bahu tak yakin. Pak Itachi Uchiha menyandarkan punggung di kursi, dan menatap Sakura sebentar sebelum tersenyum terkesan.
"Ayahku dulu pernah berkata demikian."
Dia menengok ke sebelah kiri, di mana beberapa sertifikat berkesan menghias dinding, bertanggal sejak tahun tujuhpuluhan dengan nama Fugaku Uchiha. Tiba-tiba dekorasi ruangan yang tak sesuai mulai masuk akal bagi Sakura.
Fugaku Uchiha, nama itu ramai diperbincangkan di berita belakangan ini, Sakura bukan orang yang ketinggalan berita sampai tidak tahu siapa Fugaku Uchiha. Sakura tidak sedang berada di kantor Editor yang kebetulan memiliki nama belakang yang sama dengan Uchiha Publications-pria di hadapannya adalah CEO yang baru. Kini Sakura bertanya- tanya apa yang Pak Itachi lakukan sampai menghabiskan waktu berharganya untuk mewawancarai seorang lulusan baru dengan sebuah senyum harap di wajahnya.
Pak Itachi menatapnya. "Ayah mengambil alih perusahaan setelah kakek pensiun dan mengembangkannya dalam waktu beberapa tahun. Majalah ini dikembangkan tahun delapan puluhan saat ayah pikir dia ingin membuat Cosmo versi pria yang tidak perlu menunjukan wanita berbikini." Sakura mengangguk mendengarkan.
"Ayah menyukai industri ini-dia senang menulis dan ingin melakukan hal yang berbeda." Dia merengut saat kembali menatap layar. "Hey, aku seharusnya menginterviewmu, bukannya memberikan jawaban." Dia mendecak, "Apa yang kau tahu tentang perusahaan ini?"
Sakura menjelaskan sedikit yang dia tahu dari membaca website di ponselnya dalam perjalanan ke sini-dan informasi di sana sangat minim karena sudah lama tidak ada update-dan jantung Sakura berdegup saat dia menyadari dia sungguh memerlukan pekerjaan ini untuk bertahan hidup. Sakura akan sangat kecewa kalau dia tidak mendapatkannya. Setidaknya Pak Itachi sama-sama memiliki passion untuk majalah cetak dan itu sulit ditemukan akhir-akhir ini. Sakura kehabisan topik dan melirik ke sebelah kiri.
"Bukan penggemar, ya?" Pak Itachi menyimpulkan.
"Orangtua saya langganan majalah musik, jadi saya tumbuh membaca tentang musik dan film... Jujur saja GC terasa seperti di luar jangkauan saya?" Sakura menjawab sambil menggestur pakaiannya. Pak Itachi terkekeh pelan dan mengangguk.
"Kami memang biasa memberi impresi seperti itu. Aku mencoba mengubah image perusahaan saat masih Kepala Editor, tapi branding selama tiga puluh tahun tidak bisa diubah dalam sekejap mata." Dia menghela nafas.
"Image geek dan nerdy sedang populer belakangan. Film superhero dan science fiction selalu masuk box office. Siapa yang tidak suka scie-fic?"
Sakura tersenyum, ini adalah topik yang ia kuasai. "Orang suka dengan cerita yang banyak mengandung plot twist, apalagi dengan pemain yang enak dipandang mata."
Alis sempurna terangkat. "Kau terdengar seperti orang yang aku kenal." Kata Pak Itachi. "Anyway, kau boleh bawa satu majalah untuk dipelajari, ini cetakan bulan lalu-mungkin kau menemukan sesuatu yang kau suka di sana."
Sakura menyimpulkan itu artinya dia tidak akan membacanya di sini sebagai karyawan. "Uh, baiklah..."
"Lagipula aku harus memastikan semua progres yang aku buat selama tujuh tahun bisa dilanjutkan oleh Kepala Editor yang baru." Dia mengakui, "Lanjut membahas tentang pekerjaanmu."
Kepala Sakura mendongak terkejut. "Pekerjaan saya?"
"Iya," katanya mengetuk layar komputernya. "Aku bodoh kalau tidak segera merekrutmu sebelum Tenten menemukan pekerjaan lain untukmu... tapi aku harus jujur padamu."
"...baiklah."
"Mungkin akan sedikit lama sebelum kau bisa menulis artikelmu sendiri." Pak Itachi mengangkat tangan melihat wajah bingung Sakura untuk menahannya protes. "Aku tidak bilang tidak akan, hanya saja... aku butuh seseorang dengan pengalaman editing, tapi bukan editor... karena editor yang kami punya adalah seorang editor... tanpa pengalaman." Pak Itachi terdengar malu, dan itu hanya membuat Sakura semakin bingung. "Tapi gajimu bagus, jauh lebih besar dari yang kami tawarkan pada karyawan tetap kami... dan kami butuh sesuatu yang fresh di sini. "
Sebelum Sakura dapat bertanya lebih lanjut, Suigetsu dipanggil ke dalam ruangan dan Sakura dibawa keluar menuju koridor. Sakura curiga ini disengaja, seperti Pak Itachi sengaja bergerak cepat agar Sakura tidak memiliki kesempatan untuk menolak rencananya.
"Selamat bergabung," kata Suigetsu pada Sakura dan mengarahkannya menuju koridor lain.
"Aku bahkan tidak tahu apa yang aku kerjakan di sini." Sakura menjawab, sedikit melamun dan mengulang kembali percakapan dengan Pak Itachi di kepalanya.
Suigetsu mendengus. "Jangan khawatir, kita semua juga begitu. Kau kelihatannya pintar, pasti akan cepat mengerti." Dia menjeda untuk nengambil sesuatu dari laci meja dekat mereka berdiri dan tersenyum. "Pelajari saja rutinitasnya, tawarkan beberapa saran, atur jadwalnya dan jangan biarkan Obito masuk tanpa izinnya... dan cobalah tidak membuatnya marah."
"Dia siapa?"
Suigetsu mengetuk sebuah pintu yang masih bertulisan Itachi Uchiha, Kepala Editor , dan membukanya saat gumaman terdengar dari dalam. Kantor terlihat kosong, tapi ada sebuah kursi tinggi membelakangi mereka.
"Gina? Kau terlambat. Buatkan aku kopi sebelum aku lupa alasan kau bekerja di sini." Suara itu terdengar serak, dan terdengar sangat kesal pada dunia sampai Sakura rasanya ingin sembunyi di bawah meja oak besar. Mungkin sambil menghisap ibu jari.
Suigetsu terlihat sama tidak nyaman, dan Sakura menyadari untuk kali pertama bahwa dia juga tengah memegang headset.
"Pak Uchiha? Um, asisten baru anda sudah datang."
Asisten?!
Sepertinya bukan hanya Sakura yang baru saja mendengar berita ini. Kursi berputar dan menunjukan seorang-
Pria paling tampan yang pernah Sakura lihat secara langsung, dan Sakura pernah menghadiri konser One Direction.
Tubuhnya tinggi dengan bahu bidang dan berotot dan ohmygod tidak ada yang boleh telihat seseksi itu saat hanya memakai kemeja putih dan celana abu-abu simpel. Ada yang familiar padanya, tapi Sakura tidak tahu apa dan mungkin itu karena dia terpesona padanya. Sepasang mata intens dan rambut hitam pekat yang terlihat sangat lembut dengan bingkai tulang rahang tegas menjadi makhluk fantasi yang bergerak. Dia tengah memegang dasi di leher, rambut hitamnya tak beraturan dan bibirnya kesal merengut menatap Sakura dan Suigetsu yang ternyata sama sekali tidak memadamkan rasa tertarik Sakura padanya.
"Di mana Gina?" Dia bertanya keras, dan Suigetsu melirik Sakura gugup.
"Pak Itachi berpikir anda memerlukan asisten baru yang lebih sesuai yang sungguhan pernah berkuliah?"
Pak Uchiha-tiba- tiba nama belakang itu menjadi seratus kali lebih seksi-memutar bola matanya, dahinya jatuh di telapak tangan. "Tentu saja. Dan beritahu aku , Suigetsu," dia kembali mendongak, "apa dia pernah berpikir untuk memberitahu aku lebih dulu sebelum memecat asistenku?" Geramnya.
"Pak Itachi bilang bahwa anda tidak berhak membuat keputusan eksekutif tentang orang yang pernah tidur dengan anda." Adalah jawaban Suigetsu, dan Sakura dapat melihat sudut bibir Suigetsu berkedut.
"Yeah, katakan pada Itachi hanya karena dia kakakku, dia tidak berhak berkomentar tentang kehidupan seksku."
"Baik," respon Suigetsu lalu memberikan seperangkat headset pada Sakura. "Semoga beruntung." Bisiknya sebelum pergi.
Untuk kali pertama, Pak Uchiha mengarahkan tatapan kesalnya pada Sakura dan rasanya kakinya tertanam ke lantai.
"Kau mulai hari ini?" Tanyanya, tapi lebih terdengar seperti perintah.
Sakura mengangguk.
"Um, iya. Saya dapat panggilan interview tadi pagi-untuk yang pertama kali, dan selanjutnya saya sudah di dalam subway, googling tentang Uchiha Publication dan GC agar tidak terlihat seperti orang bodoh saat wawancara. Rupanya kualifikasi saya cukup, sepertinya, karena buktinya saya diterima. Walau ini bukan posisi yang saya kira akan saya dapatkan, tapi setidaknya kita mencetak majalah, kan?" Sakura tertawa gugup, "dan, well, di sinilah saya."
Renguran di wajah Pak Uchiha semakin dalam saat Sakura bicara, dan dia menekan pangkal hidungnya. "Kau terlalu banyak bicara," Pak Uchiha mengamati, dan well, ini bukan kali pertama Sakura mendengarnya. Tapi cara Pak Uchiha mengatakannya sangat mengesalkan. "Aku tidak suka." Dia meneruskan. "Ambilkan aku kopi."
"Um, baik... Mungkin muffin juga? Kalau anda lapar, anda sepertinya memerlukan sesuatu yang enak. Anda suka muffin yang seperti apa?" Tanya Sakura, dia tahu dia mengoceh, itu sering terjadi saat dia dihadapkan dengan seseorang yang terlalu tampan.
"Terserah," kata Uchiha, menutupi wajah dengan tangannya, seperti ingin mengeblok suara Sakura. "Aku hanya tidur empat jam. Aku butuh kopi double shot."
Sakura memutuskan untuk menahan komentar lainnya dan keluar dari ruangan itu. Dia yakin tadi melewati pantri saat berjalan dengan Suigetsu menuju ruangan Pak Uchiha. Pak Uchiha yang galak, terlihat brengsek, dan seperti orang habis mabuk. Apakah Sakura sedangkal itu karena menemukan rengutannya, temperamen buruk, dan atitudnya yang seperti berkata lakukan-apa-yang-aku-perintah-atau-kau-akan-menyesal menarik? Yang jelas, pemikiran seperti ini tidak pantas untuk seorang karyawan baru.
O
O
O
Ada satu hal yang Sakura yakin dia bisa lakukan dengan baik, yaitu membuat kopi paling nikmat. Salah satu tradisi yang tidak pernah terlewat dengan Naruto dan temannya yang lain adalah Sakura membuatkan nektar hitam manis pengobat suasana hati yang buruk setiap kali pagi mereka tidak merasa baik. Sakura tahu apa yang dia lakukan, karena dia bekerja di Starbucks sepanjang kuliah dan berhenti hanya kerana dia merasa terlalu nyaman dan takut tidak menginginkan pekerjaan yang sesungguhnya. Di sanalah dia bertemu Tenten yang setiap hari menjadi pengunjung setia kedai kopi tempat Sakura bekerja. Dia lulus satu tahun sebelumnya dan bekerja di perusahaan agensi milik ayahnya namun mereka tetap berkontak. Kalau Sakura dapat bertahan lebih dari satu minggu di sini, dia harus berterimakasih kepada Tenten karena memberitahunya tentang interview ini.
Sakura sedang membuatkan vanilla double shot untuk bos barunya (karena dia sudah menjanjikan kopi yang enak saat sebuah suara mencapai pintu.
"Wow, wanginya enak sekali," kata seorang pria dan Sakura berbalik untuk mendapati seorang pria tampan dengan dimple di pipi, mata hijau dan rambut merah menyala. Sial, apa tidak ada orang yang terlihat biasa saja di sini?
Pria itu melangkah mendekatinya, mengintip isi cangkir. "Vanilla? Tidak ada yang bikin kopi enak di sini."
Sakura mengangguk, melihat masterpiece di hadapannya. Botol sirup vanilla yang ia gunakan tadi memang terlihat seperti tak pernah disentuh. "Yeah, ada bos yang perlu dibuat terkesan di hari pertama." Sakura menjelaskan, melemparkan seringaian pada si mata hijau yang kini melebar.
"Oh, jadi kau asisten baru pak Sasuke?" Dia memindai penampilan Sakura sekali lagi. "Tidak seperti yang aku kira."
Sakura mengangguk, sebelum membeku. "Sebentar, Pak Uchiha itu adalah Sasuke Uchiha? Cowok party kaya, mantan model yang pernah ada skandal video seks yang tidak pernah ada?"
Alis pria di hadapannya terangkat, "Aku mau bilang kau tahu banyak, tapi sepertinya tidak, karena kau bahkan baru menyadarinya sekarang."
"Aku datang wawancara untuk posisi rditor, sampai sini Pak Itachi langsung memperkejakanku, Suigetsu memberiku headset dan sekarang aku membuat latte," Sakura menjelaskan sambil menuang susu yang berbuih. Menjelaskan situasinya selama beberapa jam terakhir keras-keras malah membuat semuanya menjadi semakin membingungkan.
Lelaki berambut merah itu mengangguk, senyum tipis terpampang di wajahnya. "Masuk akal. Jadi hanya itu yang kau tahu tentangnya?"
"Itu adalah hal yang aku dengar dari sahabatku saat dia membaca tabloid waktu sarapan dan dia pikir aku peduli. Sepertinya aku tidak pernah melihat fotonya sebelumnya."
"Baguslah. Kau mungkin satu-satunya orang yang bekerja di sini yang tidak terobsesi dengan kehidupan pribadi para Uchiha."
"Memang apa yang sedang terjadi?" Tanya Sakura sambil memilih muffin yang terlihat paling bagus dari keranjang. "Maksudku, aku tahu Pak Uchiha Fugaku meninggal bulan lalu, tapi selain itu?" Si Rambut Merah menggelengkan kepala, meletakan kembali muffinnya.
"Singkatnya, Ayah meninggal sebulan lalu. Pak Itachi naik dari Kepala Editor menjadi CEO perusahaan dan Paman Obito tidak begitu senang."
"Obito Uchiha? Pria yang tidak boleh masuk ke kantor Pak Uchiha tanpa izin?"
Rambut Merah mengangguk, melihat ke balik pundaknya. "Yep. Dia pikir dialah yang akan menjadi CEO, tapi Pak Itachi lah yang disebut dalam surat wasiat, lagipula Pak Itachi mendapat dukungan penuh para pemegang saham. Tidak hanya itu, Pak Fugaku juga menunjuk Sasuke menjadi Kepala Editor agar dia settle down setelah semua skandalnya." Lanjutnya sambil menuangkan kopinya sendiri. "Aku bahkan tidak tahu apakah Sasuke menyelesaikan kuliahnya dan dia tidak pernah bekerja di bidang ini sebelumnya. Obito sangat marah. Pria itu semacam haus kekuasaan dan sudah lama menginginkan posisi itu. Itachi mungkin dia masih bisa tahan, karena dia sudah berkecimpung di sini selama sepuluh tahun, tapi Sasuke?" Dia menghembuskan udara dari bibirnya. "Intinya semuanya tidak berjalan lancar di sana."
"Lalu kenapa Sasuke menerimanya? Maksudku, dia terlihat seperti orang yang punya alergi bekerja, bukanya lebih mudah kalau pamannya mengambil alih?"
Rambut Merah mengedikan bahu. "Tidak ada yang tahu. Mungkin karena itu wasiat ayahnya, atau mungkin karena dia benci Pak Obito-dia bukan satu-satunya yang benci Pak Obito- akhirnya dia di sini, dan dia tidak mengerjakan pekerjaannya dengan baik."
"Jadi itulah kenapa aku di sini." Sakura menyimpulkan, menatap balik mata hijau di depannya yang tengah menatapnya seperti menunggu sesuatu. Well, pria ini baru saja merangkum sebuah sejarah keluarga dalam empat puluh detik, setidaknya Sakura berhutang penjelasan padanya. "Aku adalah lulusan jurnalis, punya sedikit pengalaman editing. Mereka tidak bisa mempekerjakan editor sungguhan untuk jadi asisten, kan?"
Si Rambut Merah mengangguk paham. "Huh, terdengar seperti hal yang akan dilakukan Pak Itachi. Dia sangat peduli pada adiknya." Dia tersenyum, "Semoga beruntung."
Sakura memutar bola mata, mengambil kopi Sasuke. "Terimakasih."
"Sasori," pria itu memperkenalkan sambil tersenyum.
"Sakura," Sakura menimpali.
Sakura kembali ke kantor Sasuke yang sudah merapikan dasi, rambut tertata, merengut menatap komputernya seperti benda itu baru saja mengatakan sesuatu yang membuat dia tersinggung.
"Kopi anda, Pak." Kata Sakura, tidak ingin berlama- lama sampai pria itu mengonsumsi kafeinnya.
Dia hanya mendapatkan gumaman sebagai ucapan terimakasih dan Sasuke mulai memakan muffinnya. Saat Sakura berjalan menuju meja yang sepertinya meja kerjanya, dia menekan tombol power pada komputer dan memasang headset. Sepertinya komputer ini lama tidak digunakan, dan Sakura bertanya- tanya apakah kalimat Suigetsu tentang Sasuke yang mendistraksi asistennya adalah sungguhan. Walau itu bukan urusannya, tetap saja ia ingin tahu.
Setelah menemukan jadwal Sasuke,ia mempelajari tidak ada jadwal hari ini sampai sebuah janji pertemuan pukul tiga dengan direksi, setelah itu kosong. Ada beberapa catatan kecil untuk rencana minggu ini di dekat keyboad dan Sakura memutuskan untuk menambahkannya di schedule, karena setidaknya dia harus melakukan sesuatu. Sakura bersyukur pekerjaan barunya cukup mudah, dia mungkin harus tanya pada Tenten setelah ini tentang job desc-nya dan apa yang harus dia lakukan sebelum berangkat kerja besok.
Walau Sakura ingin mengoogling tentang bos barunya, dia memutuskan untuk tidak melakukannya-dia masih belum tahu peraturan perusahaan tentang memonitor kebiasaan online karyawannya, lagipula rasanya tidak benar karena bosnya sedang ada bersamanya. Rasanya tidak sopan, kalau di rumah, itu utusan lain. Setelah beberapa menit, dia kembali dipanggil masuk oleh suara bariton seksi. Sakura tidak berhenti untuk bertanya kapan Sasuke tahu namanya.
"Apa ada yang bisa daya bantu, Pak Uchiha?" Tanya Sakura setelah memasuki ruangan. Mungkin dia seharusnya tidak boleh terlihat begitu merah, namun pria di hadapannya memang memiliki pengaruh besar pada dirinya.
"Apa ini?" Tanyanya, merengut apda cangkir lattenya.
"Itu vanilla latte, Pak. Double shot, non fat. Teman saya Naruto bilang itu dapat meredakan sakit kepala saat dia sedang, uh," jangan bilang mabuk, jangan bilang mabuk, "...merasa lelah."
Rengutan Sasuke masih belum reda sebelum menatap Sakura. Dia sepertinya baru benar-benar memindai penampilan Sakura untuk pertama kali, dan Sakura bersumpah dia dapat merasakan rasa panas di tubuhnya mendapat tatapan yang tidak terlihat kesal, hanya... penasaran?
"Aku suka."
Helaan nafas lega lepas dari bibir Sakura. "Syukurlah. Saya pandai membuat kopi. Saya seperti Van Gogh-nya kopi. Sebaiknya anda terbuka dengan rasa-rasa baru karena anda akan disambut dengan berbagai rasa baru setiap hari."
Sakura tidak tahu mengapa dia bilang begitu. Dia bahkan tidak begitu mengerti Van Gogh.
Ujung bibir Sasuke terangkat kecil pada Sakura, namun segera hilang.
"Oke."
"Apa ada yang lain?" Tanya Sakura, terbelah antara ingin segera keluar atau menyerahkannya dirinya sebagai makan siang Sasuke.
"Itachi bilang kau di sini untuk membantuku," katanya, kembali merengut pada layar. Dia mengklik mouse beberapa kali sebelum kembali menatap Sakura.
"Um, iya, saya asisten anda, dan Pak Itachi bilang-" Sakura berhenti, apakah dia perlu memberitahu kalau dia sudah tahu tentang ketidakcocokan bos barunya dengan pekerjaannya. Sasuke mengangkat sebelah alis, mengisyaratkan agar Sakura meneruskan. Sakura menghela nafas, "Beliau bilang anda mungkin memerlukan beberapa saran tentang editing. Dan saya pernah mengedit selama kuliah, dan sebagainya..."
Tidak ada jawaban, dan saat Sakura berpikir betapa canggungnya posisinya yang masih berdiri di pintu, Sasuke bicara. "Apa kau tahu tentang ini?"
Sakura mengerucutkan bibir dan berjalan menuju meja untuk melihat lebih baik layar komputer Sasuke. Dia dapat mencium aroma cologne bosnya, dan skenario di kepalanya mulai semakin nyata. Untungnya layar komputer menampakan sebuah file rancangan yang sudah selesai, dan Sakura mengetahui isinya.
"Tentu, desktop publishing. Apa anda mendapat ini dari tim layout yang meminta persetujuan anda?"
Sasuke mengangguk, mata memaku layar. Sakura merundukan badannya mendekat, mengambil mouse dari tangan atasannya. Itu adalah gerakan inosen, sungguh. Ini bukan alasan agar dia dapat menghirup cologne Sasuke lebih dalam. "Ini gaya yang sangat manis. Apakah anda tahu tentang programnya?"
Sasuke menggumam 'Tidak' dengan sedikit malu, dan Sakura tersenyum." Tidak perlu khawatir. Saya pernah membuat yang semacam ini saat projek akhir dan memberikan kursus singkat pada teman- teman saya tentang itu. Saya juga bisa melakukannya untuk anda, kalau anda mau?"
Sakura tidak hanya membayangkan kelegaan pada pundak Sasuke, dan dada Sakura menghangat melihatnya. Sasuke mungkin terlihat tidak peduli berada di sini, tapi Sakura rasa sebagian diri Sasuke khawatir kalau dia akan mengacaukan pekerjaannya.
"Baik," Sakura mengangguk, "izinkan saya menunjukan bagaimana cara mengerjakannya."
Sasuke menatapnya ingin tahu. "Oke."
O
O
O
Sudah satu minggu kemudian saat Pak Itachi mengetuk pintu dan masuk kantor Sasuke. Sakura tengah membantu memilah model rumah untuk ditampilkan di majalah dan menempelkan post-it bergambar Batman di beberapa halaman penting, menggarisbawahi kata yang sering salah eja dan kalimat yang tidak efektif.
"Editor lain biasanya sudah membenarkan kesalahan kecil ini, tapi terkadang ada saja yang terlewat." Sakura menjelaskan pada Sasuke yang mendengarkannya dengan seksama, tangan bebas Sasuke menekan-nekan balpoint kesukaannya. "Kalau kita sudah familiar, ke depannya kita akan mengoreksi dengan sendirinya."
Sasuke mengerutkan alis saat Sakura selesai, dan dia mengambil salah satu catatan yang Sakura tempel.
"Bagaimana dengan kertas Batmannya?"
"Oh, itu supaya anda tahu yang mana catatan dari saya, karena Batman keren dan sangat membantu, begitu juga catatan saya."
Sasuke menatapnya lagi, bibirnya yang kemarin sering merengut kini sedikit lebih lembut, puas.
Itachi membersihkan tenggorokan dari pintu, mengamati sesi tutor dengan wajah terhibur. "Belajar banyak?" Tanyanya, menatap mereka berdua. Sasuke menegakan duduknya seperti baru saja menyadari kehadiran kakaknya, dan Sakura menunjukan majalah di tangannya.
"Hari ini kami mengerjakan style rumah. Aku sangat bersyukur setidaknya Pak Uchiha menulis dengan grammar yang tepat."
Itachi terkekeh, melirik adiknya. "Sudah sepantasnya, dia sarjana bahasa inggris dari Brown."
Wajah Sasuke tak nyaman saat Sakura menatapnya dengan wajah terkejut. "Oh. Ya ampun, sekarang saya merasa bodoh karena bicara dengan anda seperti anda masih siswa SMP." Fakta ini jelas terlewatkan oleh mereka para penulis artikel kencan selebriti. Sakura tidak berpikir mencari tahu tentang pendidikan Sasuke setelah melihat Sasuke pernah berkencan dengan Kendal Jenner. Serius, Sssuke ada di level yang berbeda. Sekarang Sakura tengah penasaran apakah Sasuke memiliki pacar agar dia bisa mulai membenci wanita yang bahkan belum pernah dia temui.
"Aku masih butuh bantuan," gumam Sasuke mengubah posisi duduknya dan menatap balik Sakura. "Bisa tinggalkan kami dulu?"
Sakura mengangguk lalu mengambil barang-barangnya dan berjalan melewati Itachi sambil mengangguk.
"Aku akan membelikan Tenten bingkisan buah," Itachi tersenyum sambil melihat Sakura. "Karena sudah memberi hadiah kami berupa dirimu. Kau adalah hadiah yang terus memberi hadiah."
Sakura mencoba untuk tidak merona.
O
O
O
Sakura sudah satu bulan bekerja di Uchiha publishing saat pertama kali bertemu dengan seseorang yang memaksa untuk masuk kantor Sasuke. Seorang wanita berambut merah dengan kacamata hitam yang sepertinya seusia Sakura, lagi-lagi terlihat seperti seorang model. Sakura pikir adegan teatrikal dramastis hanya ada di televisi, namun wanita ini jelas membuktikan hal yang berbeda.
Sakura menghentikannya di pintu masuk, karena Sasuke tidak memiliki jadwal sampai empat puluh lima menit lagi, dan Sakura juga tidak pernah melihat wanita ini sebelumnya. Sakura tahu hal-hal seperti ini sekarang, karena dia cepat mengerti dan melakukan pekerjaannya dengan baik. Bahkan Ino sudah tidak bicara dengan nada merendahkan seperti pada saat awal masuk. Ino jelas sangat terkejut saat melihat Sakura kembali datang hari berikutnya, namun sejak itu Sakura sudah kebal menghadapi sifat Ino. Walau Ino masih tidak suka dengan cara berpakaian Sakura. Dia menunjukan dengan jelas bahwa kacamata tebal Sakura terlihat bodoh dan culun.
"Ada orang yang terlihat lebih menarik memakai kacamata, tapi kau, jelas bukan orang itu, Sakura. Sana kunjungi bagian fashion di lantai bawah dan dengarkan beberapa saran mereka." Begitu kata Ino suatu hari.
Sakura masih terlihat mencolok di antara orang berpakaian rapi di perusahaan, namun Sakura menikmati pekerjaannya sebagai asisten garis miring tutor Sasuke Uchiha dan ternyata tidak jauh dari zona nyamannya.
Selain membayangkan bosnya naked 40% dari waktu mereka bersama.
"Maaf Ibu, boleh beritahu nama ibu?"
Wanita berambut merah itu menatap Sakura seperti dia baru membuatnya tersinggung. "Karin Uzumaki. Siapa kau?" Katanya, membuka pintu kantor.
"Saya asisten Pak Uchiha," Sakura merespon, bangkit dari duduknya untuk mengeblok akses masuk lebih jauh, "...dan anda tidak memiliki janji." Mata Karin memindai Sakura terhibur, dan dia kembali menatap ke dalam kantor, di mana Sasuke kini tengah berdiri dari kursinya.
"Oke, pertama, aku tidak perlu membuat janji."
Sakura menatap Sasuke untuk mengonfirmasi, namun matanya melekat pada Karin dengan rahang mengeras.
"Maaf Pak, saya tidak bisa menghentikannya." Mata Sasuke melirik Sakura, sedikit melembut dan menggelengkan kepala.
"Tidak apa- apa, Sakura. Karin tidak akan ke sini lagi, jadi kau tidak perlu mengingatnya."
Bukannya tersinggung, Karin menyeringai. "Aw, ayolah Babe, kau membuatku sedih."
Sakura tidak tahu bagaimana bisa seorang asisten-kalau tali identitas yang mengikat di lehernya bisa dipercaya-berani berbicara seperti itu pada Sasuke Uchiha.
"Apa saya perlu memanggil keamanan?" Tanya Sakura pada Sasuke yang menggelengkan kepala.
"Tunggu sebentar," responnya dan untuk kali pertama, Sakura kembali melihat ekspresi tertutup di wajah Sasuke seperti saat hari pertama ia bekerja. Sakura bahkan tidak menyadari ekspresi itu menghilang sampai dia melihatnya lagi.
"Baik, saya di luar jika anda membutuhkan." Kata Sakura kembali ke mejanya.
"Aw, dia seperti anjing penjaga kecil," Sakura mendengar komentar Karin mengejeknya saat menutup pintu.
Ada dua menit keheningan sebelum Sakura memutuskan untuk pergi ke pantri. Mungkin sekarang saat yang tepat untuk membuat ramuan coklat peppermint yang biasa dia buat untuk dirinya setiap kali membenci dunia setiap sebulan sekali.
Sakura kembali dari pantri dan mendengar suara teriakan disusul Karin yang membuka pintu dengan keras. Saat dia melihat Sakura, dia mengatur kembali ekspresi wajahnya dan mengangkat setelah alis.
"Sampai ketemu, Puppy."
Sasuke menjawab "Yeah" dengan suara lelah saat Sakura mengetuk pintu, dan terlihat tak bersemangat.
"Saya membawa kopi," Sakura mengumumkan, mengangkat cangkir di satu tangan dan yang satunya memegang tablet. Ruangan hening dan canggung, karena jelas hal tak menyenangkan baru saja terjadi, tapi Sakura tahu mereka masih belum mencapai hubungan profesional di mana dia boleh bertanya apa yang terjadi. Sakura tidak yakin Sasuke adalah tipe bos yang akan akrab dengan asistennya... tidak peduli betapa asistennya berharap untuk dekat dengannya. Sakura membersihkan tenggorokan sebelum bicara.
"Anda memiliki janji meeting keuangan dengan Pak Kakashi Hatake dua puluh menit lagi, kemudian Bu Temari ingin input anda tentang pemotretan sampul dengan Zac Ef... ohmygod... Zac Efron?" Sakura membersihkan tenggorokannya lagi dan meletakan kopi di meja depan Sasuke. "Um, itu untuk pukul dua tigapuluh. Pak Itachi ingin mampir untuk mengobrol pada pukul empat, selanjutnya saya berencana melanjutkan tutorial Photoshop setelah Pak Itachi selesai. Bagaimana pendapat anda?"
Sakura mendongak saat tidak ada jawaban, dan menemukan Sasuke mengangguk tak fokus sambil mengamati cangkir kopinya.
"Pak Uchiha? Apa semuanya baik- baik saja?"
Itu sepertinya berhasil memecah lamunan Sasuke. "Kenapa kau membuatkan aku kopi?"
Sakura terperangah selama beberapa detik, itu hanya reaksi refleks dan dia tidak begitu memikirkannya lebih jauh. "Saya pikir pertemuan dengan wanita tadi tidak berjalan menyenangkan, jadi saya pikir..." Sakura mengedikan bahu. "Ibuku sering bilang coklat selalu berhasil mengobati segalanya."
Alis Sasuke sedikit mengerut dan dia kembali melihat isi cangkirnya, kali ini dengan ekspresi seperti anak anjing yang baru saja ditendang tuannya. Lalu Sasuke kembali menyesapnya dan holy shit, Sasuke hampir tersenyum?
"Ini enak," komentarnya, kembali menatap mata Sakura sekali lagi. Sakura masih belum terbiasa ditatap sepasang mata hitam itu. "Terimakasih, Sakura."
Sakura tak bisa menahan senyum lembutnya. "Sama- sama, Pak Uchiha. Saya akan siapkan data yang anda butuhkan untuk meeting dalam sepuluh menit." Kata Sakura berbalik menuju pintu.
"Sasuke," Sasuke berkata, sebelum pintu tertutup. Sakura kembali masuk dengan bibir terbuka.
"Kenapa?"
"Panggil aku Sasuke. Pak Uchiha adalah panggilan untuk ayahku..." Sasuke berhenti menjelaskan dengan wajah masam sebelum menyembunyikannya
"Panggil saja aku Sasuke, oke? Fan bicaralah dengan santai padaku, tidak usah formal."
Sakura bersorak. "Tentu, Sasuke."
Selanjutnya, Sakura memutuskan dia dikutuk -atau diberkahi?-saat dia menyaksikan Sasuke Uchiha tersenyum ke arahnya. Senyum sungguhan sehangat mentari pagi.
O
O
O
tbc
AN: Terimakasih sudah membaca, nantikan kelanjutannya ya!
kritik, saran dan pendapat silahkan tinggalkan lewat kolom review.
-with cherry on top-