All Characters aren't mine. They Belong to Mangaka Eyeshield 21.

Original Fiction Story by Diyari De (Do not duplicate, translate to other language, or copy it to some other site)

Diyari De Present : Seven Wishes

.

.

Mamori melangkahkan kakinya menaiki anak tangga untuk masuk ke gedung fakultas di tahun pertamanya. Senyum bahagia tidak lepas dari wajahnya. Tentu saja. Ini adalah hari pertamanya menjadi seorang mahasiswa di Universitas elit se-Kantou, yaitu Saikyoudai. Tempat ini adalah impian Mamori. Mengingat cita-citanya yang ingin menjadi seorang jurnalis, disinilah tempat yang selalu berhasil mencetak jurnalis top nan terkenal.

Mamori memasuki ruang kelas pertamanya. Ruangan yang besar yang cukup untuk menampung sekitar seratus mahasiswa.

Mamori melihat Sara melambaikan tangannya dan menepuk-nepuk tempat duduk di sebelahnya. Mamori lalu balas tersenyum dan menuju ke arahnya.

"Kamu sudah datang dari tadi?" tanya Mamori setibanya di sebelah Mamori.

"Yah... Lumayan. Saat ruangan ini masih sepi sekitar sepuluh menit lalu."

Mamori memandang ke sekeliling. "Apa ini hanya jurusan kita saja?"

Sara mengangguk. "Yang kudengar hari ini hanya sambutan dari Kepala Dosen dan perkenalan Ketua jurusan."

Mamori mangangguk-angguk, masih tetap melihat ke sekeliling. "Syukurlah...," ujarnya dan menoleh ke Sara. "Berarti setelah ini kita bisa keliling-keliling kampus."

.

.

Mamori dan Sara berkeliling kampus jurusannya selama hampir dua jam. Mulai dari setiap gedung, perpustakaan, ruang auditorium, sampai ke kantin kampus. Beberapa ada yang menyapa dan mengobrol dengan mereka dan berkenalan sesama mahasiswa baru.

"Kalian sudah melihat stand-stand klub?" ujar lelaki bernama Yunichiro Kenta.

"Stand klub?" tanya ulang Mamori.

Kenta menganggukkan kepalanya. "Ya. Di lapangan universitas. Apa kalian tidak melihatnya di saat kesini tadi?"

Mamori menggeleng.

"Kita lihat-lihat kesana saja Mamori?" ajak Sara.

"Ayo," balas Mamori. "Sampai nanti Yunichiro-san."

Mereka lalu berjalan kaki menuju lapangan universitas yang jaraknya lima menit dari kampusnya. Sesampainya disana, tepat seperti dugaan mereka, tempat ini banyak pengunjung dari berbagai jurusan. Mereka datang untuk melihat-lihat klub yang ada di Saikyoudai.

"Aku mau mencari klub fotografi," ujar Sara.

Dari kejauhan Sara melihat tulisan besar stand klub fotografi dengan logo kamera di atasnya.

"Ayo kesana," ajak Sara dan menoleh ke Mamori yang sedang melihat sesuatu dari tempatnya berdiri. "Mamori?" panggil Sara menyadarkannya.

Mamori menoleh. "Kamu duluan saja kesana."

"Oke... Nanti aku telepon."

Mamori lalu mengangguk seraya Sara meninggalkannya. Dia lalu beralih lagi ke sesuatu yang mengalihkan perhatiannya tadi. Mamori melihat seseorang yang mengenakan jaket yang sangat familiar dengannya. Jaket putih lusuh dengan garis hijau. Ya. Tentu Mamori mengenal siapa orang itu.

Mamori kemudian menghampiri laki-laki tersebut.

"Hai Hiruma," sapa Mamori.

Hiruma menoleh mendapati Mamori. Dia kemudian melanjutkan langkahnya dan berjalan berdampingan dengan Mamori.

"Mencari The Wizard?" tanya Mamori.

"Seharusnya aku tidak usah kesini," ujar Hiruma sambil mencari-cari stand klub The Wizard. "Sialan. Merepotkan saja," keluhnya.

"Yoo Hiruma!" teriak seseorang di ujung jalan depan mereka. "Akhirnya kau menemukan tempat ini!"

Hiruma dan Mamori lalu menuju ke arah stand The Wizard yang sudah berdiri Sang Kapten Tim dan Banba.

"Aku sudah bilang padamu aku tidak mau ikut-ikut pendaftaran sialan macam ini," keluh Hiruma lagi kepada seniornya.

"Aku juga sudah bilang padamu kalau kau harus mengikuti prosedurnya," balas Segawa. "Pagi Anezaki-san," sapanya ke Mamori.

Mamori menoleh kaget saat disapa seseorang yang baru ditemuinya. "Pagi Senpai," balas Mamori tersenyum.

"Sudah... Cepat tulis biodata kalian disini," lanjut Segawa dan Banba menyodorkan lembar pendaftaran kepada Hiruma dan Mamori.

Mamori melihat kebingungan. "Maaf," ujarnya. "Aku tidak ikut daftar."

Seketika mereka semua berhenti dari aktifitasnya dan menoleh ke Mamori.

"Kenapa Anezaki-san?" tanya Segawa cemas. "Bukannya kalian bersama datang kesini karena ingin mendaftar?"

"Ah tidak... Tadi aku bersama temanku lalu bertemu dengannya," jawab Mamori.

"Hiruma... Katakanlah sesuatu," ujarnya kepada Hiruma.

"Kenapa kau tidak ikut, heh?" tanya Hiruma yang sama kagetnya dengan yang lain.

"Aku ingin ikut klub buku."

Hiruma lalu melanjutkan menulis biodatanya dan berlanjut menuliskan biodata Mamori.

"Tunggu Hiruma!" kaget Mamori saat melihat Hiruma menuliskan nama Mamori lengkap dengan biodatanya. "Aku tidak mau mendaftar."

"Berisik," balas Hiruma melanjutkan meniru tanda tangan Mamori dan membuatnya terheran-heran.

"Ikut aku," ujar Mamori menarik tangan Hiruma. "Permisi Senpai."

"Apa sih?" protes Hiruma yang sudah ditarik ke pinggir jalan menjauhi stand.

"Aku tidak mau mendaftar. Jadi kalaupun kamu menulis namaku. Aku tetap tidak akan datang latihan."

Hiruma terdiam sesaat berpikir. "Keh... Terserah."

Mamori menatap curiga. "Kau mengerti kata-kataku kan?"

"Iya cerewet."

"Mamori," panggil Sara, menghampiri mereka. "Kupikir kamu ke klub buku."

"Aku pergi dulu," sahut Mamori kepada Hiruma.

Mamori pun menggandeng lengan Sara dan meninggalkan Hiruma. Dia lalu berjalan mencari stand klub buku.

.

.

"Awalnya kupikir kamu akan ikut klub Amefuto lagi," ujar Sara saat mereka tengah menikmati cake di kafe kampus.

Mamori mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan sambil berpikir. "Yah... Awalnya begitu. Tapi setelah kupikir-pikir lagi, Sena tidak ada disini. Jadi tidak ada yang harus kuurus yang berhubungan dengan Amefuto."

"Tapi sepertinya Hiruma-san sangat membutuhkanmu dulu."

Mamori terdiam lagi. "Pada dasarnya dia bisa melakukan apapun. Jadi dia akan baik-baik saja tanpaku."

Sara mengangguk setuju. "Memang. Kalau bukan karena wajahnya yang menyeramkan dan sikapnya yang kasar. Dia sudah termasuk murid teladan di Deimon dulu."

Mamori tertawa. "Intinya aku ingin ganti suasana. Dekat-dekat dengan Hiruma membuatku serasa cepat tua lima puluh tahun."

.

.

Sebulan kemudian...

Latihan Amefuto baru saja dimulai. Sang Kapten Segawa yang merupakan mahasiswa tingkat tiga hanya membantu para junior-juniornya berlatih. Dia sedang melakukan lempar tangkap bola dengan Ikkyu saat melihat Hiruma memasuki lapangan.

"Minase Senpai minggu depan akan mengundurkan diri," sahut Segawa menyebut nama manajer klub yang merupakan mahasiswa tingkat empat. "Kau belum membujuk Anezaki-san lagi?"

Hiruma melakukan peregangan sendiri. "Untuk apa. Dia tidak akan mau."

"Lalu bagaimana nasib kita?" keluh Segawa. "Saat tahu kalian masuk Saikyoudai, pelatih bilang harus merekrut kalian berdua. Bagaimana kau bisa membiarkan dia sampai tidak mau bergabung!?"

"Kenapa seolah semuanya jadi salahku, sialan," balas Hiruma. "Cari saja orang lain."

"Tidak bisa. Pelatih sudah tahu bagaimana Mamori cukup ambil andil di Deimon dulu. Jadi dia hanya ingin Anezaki," jelas Banba yang duduk di pinggir lapangan.

"Kalau gitu suruh saja Si Tua Sialan itu membujuknya. Merepotkan saja."

"Aku saja yang bicara dengan Anezaki-san," ujar Ikkyu mengajukan dirinya.

Hiruma tersenyum meremahkan. "Memangnya kau bisa apa pendek? Aku yang bujuk saja dia tidak mau, apalagi denganmu yang tidak dikenalnya."

"Kalau begitu aku saja." Semua menoleh ke asal suara dan melihat Agon berjalan memasuki lapangan. "Tidak ada wanita yang bisa menolakku."

Hiruma melihat Agon dengan tatapannya yang tajam. "Jangan coba-coba mendekatinya, brengsek!"

Agon tersenyum meledek. "Apa urusannya denganmu. Memang kau pacarnya."

"Berkumpul semuanya!" teriak pelatih yang baru memasuki lapangan sambil membunyikan pluitnya.

Para pemain langsung berlari dan membuat barisan di pinggir lapangan. Pelatihan mulai mengamati pemain yang yang berjumlah delapan belas dari semua tingkat.

"Jadwal Rice Bowl baru saja keluar. Terhitung enam bulan lagi dari sekarang. Jadi persiapkan diri kalian," ujar Pelatih. "Segawa!" panggilnya. "Kemana Minase?"

"Dia izin tidak ikut latihan," jawabnya.

Pelatih menengok ke Hiruma yang berdiri di pinggir barisan. "Kau belum membujuk Anezaki lagi Hiruma?"

"Malas," balas Hiruma. "Kau pikir aku kurang kerjaan."

Pelatih menatap ke Hiruma tajam. "Kalau kau tidak bisa membujuknya, maka aku akan batal memilihmu jadi Kapten tahun depan."

"Kenapa semuanya diimbaskan padaku, sialan!" keluh Hiruma. Anggota lain hanya bisa menahan tawanya.

"Dia pernah jadi manajermu. Jadi hanya kau yang bisa membujuknya," ujar Segawa.

"Repot-repot sekali. Kenapa tidak kau paksa saja," sahut Agon malas.

"Keh...," balas Hiruma kesal. "Aku akan bicara padanya."

.

.

Hiruma duduk di kursi di meja perpustakaan. Dia menopang lengannya dan duduk menyamping menghadap ke seseorang. Mamori kaget mendapati Hiruma yang duduk di sebelahnya. Dia lalu melihat ke sekeliling hanya ada mereka di meja itu.

"Bagaimana kamu tahu aku ada disini?" tanya Mamori penasaran.

"Aku melacak ponselmu," jawabnya asal.

Mamori tambah kaget. "Bagaimana bisa?"

"Sudahlah... Itu tidak penting," balas Hiruma. "Sekarang kau ikut aku ke klub."

"Apa? Aku masih banyak tugas," balas Mamori. "Lagipula aku tidak ada urusan kesana."

Hiruma menegakkan tubuhnya. Dia lalu memutar kursi Mamori sehingga mereka duduk berhadapan. Mamori menatap dengan ragu melihat wajah serius Hiruma.

"Kau dengarkan aku kali ini saja. Ikut aku bergabung dengan klub," ujar Hiruma dengan wajah seriusnya.

"Aku tidak mau."

Hiruma menghela napas. "Klub itu membutuhkanmu, sialan. Mereka terus memaksa agar kau bergabung."

"Tugas kuliahku terlalu banyak Hiruma. Aku tidak akan sanggup."

"Bergabunglah dulu. Kalau kau tidak sanggup kau boleh berhenti."

Mamori menyipitkan matanya. "Aku tidak yakin kau akan mengizinkanku berhenti."

"Aku Kapten tahun depan. Aku akan berikan waktu istirahat kapan saja kau mau," balas Hiruma.

"Bukan cuma itu saja..."

"Keh..." lanjut Hiruma. "Katakan apa mau asal kau bergabung dengan klub.

Mamori terdiam berpikir. "Bisa beri waktu aku sampai besok?"

Hiruma melihat jam tangannya. "Jam 2 kafe kampus. Aku akan menemuimu besok."

"Oke," balas Mamori tersenyum.

.

.

Keesokan harinya Hiruma sudah menunggu Mamori di kafe. Dengan secangkir kopi hitam Hiruma duduk sambil menyilangkan kakinya. Dari kejauahan Hiruma melihat Mamori masuk dan berjalan ke arahnya.

Mamoti menarik kursi di depan Hiruma.

"Katakan," sahut Hiruma.

Mamori memicingkan mata tajam. "Baru juga aku duduk. Sabarlah sedikit. Aku mau pesan minum dulu," balasnya sambil memanggil pelayan kafe. "Ice chocolate satu. Terima kasih."

Hiruma hanya memandangi Mamori sampai dia berkata lagi.

"Ada yang ingin kutanyakan dulu sebenarnya," ujar Mamori. "Bagaimana Kapten The Wizard bisa mengenalku?"

"Tidak usah heran," jawab Hiruma. "Bahkan Pelatih pun mengenalmu."

"Bagaimana bisa?" tanya Mamori tambah kaget.

"Tentu saja karena aku. Kalau kau dekat-dekat denganku. Otomatis semua orang akan kenal kamu," jawabnya terkekeh.

"Dan bagaimana kamu bisa mengenalnya?"

Hiruma mengangkat bahu. "Terjadi begitu saja. Mungkin kau tidak sadar. Tapi kita sering bertemu dengannya saat nonton pertandingan "

Mamori mengangguk-angguk mengerti. "Mungkin karena itu juga dia bisa mengenalku," ujarnya bersamaan dengan minumannya yang datang. "Terima kasih."

"Kembali ke permasalahan," sahut Hiruma. "Katakan apa maumu."

Mamori memandangi Hiruma sambil menyerup es cokelatnya. "Kau yakin?"

"Memangnya kau mau minta yang aneh-aneh, heh?"

Mamori mengangguk mengiyakan. Dia lalu mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. Dia lalu menyodorkannya ke Hiruma.

"Kau gila, heh? Kenapa sebanyak ini?" protes Hiruma.

Mamori hanya mengangkat bahu tidak peduli.

"Dimana-mana permintaan itu paling banyak hanya ada tiga. Ini kenapa banyak sekali?" kesalnya sambil melihat ke nomor terakhirnya.

"Keberatan?" balas Mamori santai.

Hiruma menatap dengan tatapannya yang tajam. "Keh... Akan kuturuti lima permintaan sialanmu ini."

Mamori membalas dengan senyum puasnya.

.

.

To Be Continue

.

.

Side Note :

Haaai ! Sudah lama tidak update cerita lagi. Hampir setahun lebih yaaa... Tapi karena susah banget cari ide yang fresh jadinya lama juga untuk mulai menulis lagi.

Oke... Semoga masih ada pembaca-pembaca setia yang mau mengikuti cerita saya. Jangan ada bosan-bosannya ya. Kali ini saya akan menyungguhkan cerita perkuliahan mereka. Biar tidak terlalu drama tapi saya siap untuk mengobrak-abrik perasaan kaliaaan XD

Akhir kata, jangan lupa untuk menuliskan beberapa kata di kolom review. Kesan dan pesannya sangat ditunggu. Terima kasih

.

.

Salam : De