SUPPOSED TO BE

Final Chapter

Sepertinya Chanyeol diharuskan terbiasa oleh tingkah tak terduga Jesper yang selama ini diketahuinya sebagai anak yang tenang dan pendiam, nyatanya ini kali kedua ia harus dibuat mengerang keras di bawah bantal akibat teriakan putranya yang juga sibuk melompat-lompat di atas ranjang dengan alasan mutlak; Baekhyun memintanya membangunkan sang ayah yang tak kujung bangkit dari alam bawah sadar ketika bahkan jarum jam pendek merambat meninggalkan fajar.

"Daddy!"

Itu adalah rengekan ke sekian kali setelah gagal membangunkan sang ayah dengan cara manis; memeluk dan menciumi pipinya dengan sayang.

"Just let me sleep five more minutes—hei, stop jumping like that!" Chanyeol bergumam seraya mengingatkan putranya dengan suara mengantuk.

"Oh, come on!" Jesper berlutut lalu menindih punggung sang ayah seolah Chanyeol adalah seekor kuda yang nyaman untuk ditunggangi. "Mommy akan sangat menyeramkan jika marah. Ayolah, Dad.."

"Daddy tahu dia menyeramkan." Chanyeol bergumam lagi namun kali ini diselingi kekehan kecil. Terang saja, ia otomatis terlempar pada satu masa di mana wanita itu mengutuknya atas perbuatan jahatnya dulu.

Sekelebat bayangan itu nyatanya cukup mengusir rasa kantuk, Chanyeol lantas menurunkan Jesper dari punggungnya sebelum memeluk jagoannya itu dan kembali memejamkan mata. "Daddy merindukanmu." Tukasnya dengan parau di sela-sela rambut lembut putranya.

Jesper mengerjap dalam dekap sang ayah, lalu balas memeluknya dengan sayang. "Kenapa tadi malam lama sekali? Aku sampai mengantuk menunggu Daddy."

"Orang tua selalu terjebak macet, catat itu."

Jesper mengangguk seolah paham ucapan ayahnya. "Sampai kapan akan memelukku seperti ini. Daddy harus bangun. Tugasmu banyak hari ini."

"Oh ya? Katakan apa saja yang harus Daddy kerjakan hari ini."

Jesper menyamankan posisi di pelukan sang ayah lalu mulai menghitung dengan jari. "Pertama, Daddy harus mengantarkan aku ke sekolah, lalu menjemputku, bermain denganku, memandikanku, memakaikan aku pakaian, menceritakan dongeng, dan…"

"Dan...? Apa semua itu hanya berlaku untukmu? Bagaimana dengan adikmu?"

"Benar! Aku lupa!" Jesper terkekeh kecil. "Bagaimana kalau Daddy menemaniku dan Jihyunie bermain selama seharian penuh?"

"Tidak bisa, Daddy mempunyai banyak urusan."

"Aku tidak." Chanyeol reflek menyahuti Baekhyun yang baru saja masuk ke dalam kamar.

"Sayang, ponselmu tidak berhenti berdering sejak tadi malam." Baekhyun menggeleng maklum lalu bergegas membenahi kamar. "Okay, tak bisakah kalian bangun dan santap sarapan yang sudah Mommy buat susah payah pagi ini?!" Wanita itu melebarkan garis bibir, dan Jesper maupun Chanyeol tahu itu adalah sebuah kecaman.

"Yes, Mom!"

Kedua lelaki favorit Baekhyun itu dengan sigap bangun dari ranjang, gelak tawa Jesper mengemuka saat Chanyeol membopongnya sembari berlari keluar, menghindari amukan Baekhyun yang mungkin akan memgemuka jika mereka bersikukuh menghabiskan lebih lama berpelukan di atas ranjang.

Setelah sampai di ruang keluarga, Jesper berhambur menciumi Jihyun yang sedari tadi asyik sendiri di atas baby bouncer.

Si kecil mempunyai insting kuat saat melihat Chanyeol melintas di depannya, tangan mungil itu meronta dan meminta sang ayah untuk menggendongnya.

"Kenapa kau membiarkan putriku sendirian di sini?" Gerutu Chanyeol seraya menggendong Jihyun dan menciumi pipinya dengan sayang.

"Oh ya, tanyakan itu kepada Daddy-nya yang sulit sekali dibangunkan!" Baekhyun menyahuti Chanyeol dari kamar.

"Dia selalu saja menjawab." Gumam Chanyeol lalu membawa kedua buah hatinya menuju meja makan.

"Kenapa Daddy dan Mommy selalu ribut?"

Chanyeol tersedak kopinya. "Kapan kami ribut?"

"Sering. Dulu pun kalian selalu bertengkar." Jesper menyuap brokoli rebusnya dengan serius. "Bukankah bertengkar itu tidak bagus? Buktinya kalian berpisah cukup lama karena pertengkaran itu."

"Baby.." Chanyeol meletakkan cangkir kopinya.

"Aku dan Jihyunie tidak bisa bertemu dengan Daddy akibat pertengkaran kalian dulu." Jesper menohok Chanyeol dan juga Baekhyun yang baru saja bergabung di meja makan. "Berhenti saling meneriaki. Bisakah? Aku menyayangi kalian. Aku tidak mau kita berpisah lagi."

"Oh, sayang…" Baekhyun buru-buru berhambur memeluk putranya. "Daddy dan Mommy tidak bertengkar. Percayalah."

"Okay, Daddy bersalah. Tidak seharusnya Daddy berteriak kepada Mommy seperti yang baru saja terjadi." Chanyeol tidak sedikit pun berniat meneriaki Baekhyun, dan ia juga tidak pernah tahu bahwa Jesper adalah anak yang mudah menyimpulkan sesuatu dari apa yang dia lihat. Seharusnya Chanyeol menjaga nada bicaranya tadi. "Semuanya baik-baik saja, jangan cemas. Kita tidak akan berpisah lagi, Daddy janji."

Jesper menatap kedua orang tuanya silih berganti lalu meminta Chanyeol untuk mendekat, dan sejurus kemudian keluarga kecil itu bersatu dalam sebuah pelukan.

-oOo-

"Putraku benar-benar populer." Gumam Chanyeol dengan rasa bangga setelah menyadari bahwa ada begitu banyak pasang mata yang mencoba mencuri perhatian Jesper di gerbang sekolahnya. Tentu saja teman-teman perempuannya.

"Like father like son."

Chanyeol tergelak sebelum melirik Baekhyun dan mengusak rambutnya dengan sayang.

"Kau juga dulu seperti itu." Tukas Baekhyun seraya memperhatikan Chanyeol yang kini mulai melajukan kendaraan menjauhi area sekolah Jesper.

"Kau memperhatikanku?"

Baekhyun bungkam lalu mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Jihyun bercengkrama.

"Jihyunie tidak boleh seperti itu, ya?" Chanyeol melirik putrinya dengan sebuah petuah yang membuat sebelah alis Baekhyun terangkat.

"Apa maksudnya itu?"

"Jadi, memperhatikan lelaki diam-diam itu tidak baik. Lebih bagus Jihyunie utarakan saja jika menyukainya. Kau paham sayang?"

"Hei!" Baekhyun mencubit lengan Chanyeol dan dibalas dengan tawa renyah.

"Apa? Aku hanya memberitahu putriku saja."

"Putrimu baru berusia satu tahun dan dia bahkan belum bisa berbicara dengan jelas, jadi mana mungkin dia mengerti ucapanmu?"

"Sayang, aku sedang mengemudi." Protes Chanyeol karena mendapati cubitan bertubi-tubi di lengannya meski tawa itu tak kunjung mereda.

"Tuan besar kepala menyebalkan!" Seru Baekhyun mengakhiri kekesalannya karena disindir secara halus oleh Chanyeol.

Dulu Baekhyun belum menyukainya, okay?

"Sebentar sayang, Daddy sedang mengemudi." Chanyeol menciumi tangan mungil Jihyun seraya membagi fokus pada jalanan juga rengekan manja sang buah hati yang mulai meronta ingin digendong.

Tindakan sederhana namun tak pernah gagal membuat Baekhyun menghangat. Selama ini ia membesarkan kedua anaknya seorang diri, tanpa tahu rasanya berjuang bersama seorang pria yang sudah semestinya menemaninya melihat kedua buah hati itu tumbuh. Maka tidak heran jika kini ia lebih sering terbawa perasaan melihat setiap adegan mengharukan yang kerap dipertontonkan oleh Chanyeol dan kedua buah hatinya.

Baekhyun rasa mulai saat ini ia harus lebih banyak bersyukur kepada Tuhan karena melimpahinya dengan kebahagiaan yang dulu jarang ia rasakan.

-oOo-

Baekhyun mendengus kecil seraya melirik Jihyun yang telah terlelap di gendongan ayahnya, lalu wanita itu melirik kantong belanjaan yang ia bawa dengan seksama. Ya, mereka menyempatkan waktu mengunjungi supermarket setelah mengantar Jesper ke sekolah, segala keperluan telah terkantongi dan setelah masuk ke dalam apartemen, Baekhyun menguak kantong belanjaan untuk mencari pisau cukur.

"Ganti pakaianmu juga." Tukas Baekhyun pada Chanyeol yang mana pria itu telah masuk ke dalam kamar untuk menidurkan putrinya.

Selang beberapa saat kemudian Chanyeol kembali.

Baekhyun tidak akan membiarkan mulutnya menganga terlalu lama jika saja pria itu tidak lupa mengenakan kaos. "Okay, kenapa kau bertelanjang dada?" Tanya Baekhyun seraya memalingkan wajah.

Apa dia sedang pamer?

"Bajuku tidak banyak di sini, daripada harus mengotori yang baru kupakai lebih baik melepasnya dulu selama kau membantuku mencukur." Sahut Chanyeol seraya mengangkat bahu sebelum kemudian merebahkan diri di atas sofa dan menjadikan paha Baekhyun sebagai bantal. "Ahh nyaman sekali." Gumamnya kemudian lalu memejamkan mata.

Baekhyun masih diliputi perasaan canggung sebelum akhirnya menggeleng keras dan mulai menyalakan pisau cukur, sejurus kemudian ia memulai tugasnya dengan telaten.

"Jangan banyak bergerak nanti wajahmu terluka." Baekhyun mengingatkan saat tangan Chanyeol mulai bergerilya mengelus lengannya.

"Babe.."

"Hum?" Baekhyun masih sibuk menebas bulu-bulu kasar di sekitar dagu dan rahang Chanyeol.

"Kita harus menikah secepatnya."

Tidak ada jawaban berarti, Baekhyun hanya mengulum senyum kecil.

Dan Chanyeol terlalu penasaran atas bungkamnya wanita itu, ia lantas mengerjap dan menatap Baekhyun secara langsung.

"Baiklah."

"Hei, kenapa kau terdengar malas-malasan menikah denganku?"

Baekhyun terkekeh dengan ocehan bernada protes itu. "Sayang, aku sedang sibuk. Jika fokusku hilang aku bisa melukai dagumu." Tukasnya dengan lembut.

Sebenarnya Baekhyun enggan menyisir lebih jauh pandangan matanya, namun fakta bahwa Chanyeol tak memakai kaos dan memamerkan dada bidangnya membuat netra wanita itu cukup terprovokasi.

Ucapan Chanyeol tak cukup berarti karena kini mata sipit itu tengah menyapu permukaan perut si pria yang mempunyai enam kotak atletis.

Seharusnya Baekhyun kagum, namun kernyitan di dahi adalah apa yang dirasanya cukup janggal saat menjumpai satu garis tak rata di perut bawah bagian kanan Park Chanyeol. "Tunggu.." wanita itu menjeda pekerjaannya sebelum mengulurkan tangan pada apa yang mulai menyita atensi.

Chanyeol mengikuti ke mana jemari mungil itu bergerak sebelum ia sadar akan sesuatu. Pria itu praktis bangkit dari sofa dan mencoba menghindari gapaian tangan Baekhyun.

"Tunggu.." Baekhyun sekali lagi berkata.

Dan kalimat mutlak itu mengunci Chanyeol di posisi. Alhasil pria itu tak lagi mampu mimikirkan siasat untuk mengalihkan perhatian Baekhyun dari bekas luka tusuk yang menemaninya selama dua tahun ke belakang.

"Apa ini?" Itu jelas adalah sebuah pertanyaan yang penuh kejanggalan. Baekhyun menyipitkan mata sementara kepalanya menunduk, memperhatikan dengan jelas garis vertikal yang membuat perut atletis Chanyeol cacat.

"Hanya bekas luka. Bukan hal yang serius." Chanyeol menyahut setelah cukup santai menyandarkan punggungnya pada sofa.

"Kau punya bekas luka seperti ini? Aku tidak pernah tahu sebelumnya."

Chanyeol mengangguk kecil tak mampu bersuara.

"Tapi bekas luka apa?" Baekhyun mendongak lalu menuntut jawaban dari prianya.

Ada yang memainkan bola mata, tepatnya menimang opsi untuk sebuah jawaban.

Apa Chanyeol harus mengatakannya kepada Baekhyun?

"Jawab aku."

Dan rengekan kecil itu adalah apa yang tidak pernah Chanyeol duga sebelumnya. "Hanya.. hanya bekas luka tusuk."

Baekhyun reflek menutup mulut ketika kedua bola matanya telah lebih dulu membola. "Bagaimana bisa? Siapa yang menusukmu? Kapan?"

"Hei, tidak apa-apa. Itu sudah lama terjadi." Chanyeol mengenggam tangan Baekhyun dan mencoba menepis rasa cemas yang begitu jelas mendominasi gestur wanita itu.

"Kau baik?" Baekhyun membelai wajah mengantuk itu dengan lembut. "Siapa yang telah berani menusuk ayah dari kedua anakku?"

Chanyeol terkekeh kecil sebelum menciumi telapak tangan Baekhyun. "Meski begitu aku berterima kasih kepada penjahat itu karena paling tidak aku bisa menjadi seseorang yang berguna saat itu. Karenanya aku bisa melindungi orang yang begitu berharga dalam hidupku."

Baekhyun menarik diri lantas memicing kecil.

"Oh!" Chanyeol tergelak. "Tidak, tidak. Bukan siapa-siapa seperti yang kau pikir." Ia kembali menggelak tawa karena mendapati wanitanya cemburu.

"Lantas siap— tunggu.." Baekhyun berpikir dengan sangat. Siapa yang Chanyeol maksud orang yang dianggapnya begitu berharga?

Setahu Baekhyun pria itu tidak mendedikasikan diri untuk menyayangi siapapun sepenuh hati selain kepada kedua anaknya. Itu yang Baekhyun tahu saat ini.

"Katakan padaku apapun yang tidak aku ketahui mengenai dirimu."

Chanyeol mendengus kecil saat dihadapkan pada fakta bahwa Byun Baekhyunnya adalah sosok yang tidak akan puas pada satu jawaban tak masuk akal.

"Park Chanyeol!" Baekhyun mempertegas suara di balik sorot matanya yang menuntut jawaban.

"Babe.."

"Jawab aku! Dari mana kau mendapatkan bekas luka ini? Dan kapan? Siapa yang melakukannya?"

Baekhyun sendiri tidak mengerti mengapa ia harus tahu semua itu. Namun ia tidak akan pernah membiarkan perasaan janggal mengendap di dalam dirinya.

"Dua tahun yang lalu." Chanyeol menyerah.

Mata sipit itu kembali memberi isyarat agar Chanyeol menjelaskan lebih.

"Di rumah sakit, dulu aku berkelahi dengan seseorang."

"Siapa?"

Chanyeol menggeleng. "Mungkin pembunuh bayaran."

Baekhyun tidak sadar mulai mencengkram lengan prianya. "Bagaimana bisa? Ke-kenapa kalian berkelahi."

"Dia mencoba membunuh putraku di saat aku berjanji akan melindunginya dari segala macam bahaya." Tangan Chanyeol perlahan terkepal saat memorinya terlempar jauh dua tahun silam.

Demi Tuhan. Sampai saat ini Chanyeol merasa sangat menyesal karena tidak membunuh pria yang mencoba menghabisi nyawa putranya.

Baekhyun menunduk, lantas atensinya bermain arah saat ingatannya mulai bekerja dan menemukan satu titik celah.

Dua tahun lalu.

Di rumah sakit.

Putraku.

Pembunuh bayaran?

Wanita itu telah berada dalam suatu memori kelam, ingatannya sepenuhnya pulih dan merangkai satu kejadian yang telah ia kubur dalam-dalam. "Jadi.." napasnya tercekat sementara matanya memanas.

Kenapa Mommy melakukan itu?

Daddy menyelamatkanku tadi! Dia berkelahi dengan Ahjussi jahat!

Tapi kenapa Mommy malah menampar dan mengusir Daddy?

Suara Jesper seketika menggema memenuhi gendang telinga.

Ya. Suara kemarahan Park Jesper dua tahun silam tepat setelah Baekhyun mengusir Chanyeol kala itu.

"Jadi.." Baekhyun mencicit kala rasa sesal mulai menjalar.

"Hei, hei.." Chanyeol berseru panik mendapati mata Baekhyun berkaca-kaca sebelum meneteskan cairan bening dari pelupuknya. "Ada apa denganmu?"

Jadi darah itu.. darah yang menodai sprei brangkar saat itu adalah darah.. Park Chanyeol?

Baekhyun memejamkan mata lalu menunduk dengan tangisan kecil.

"Baby? Hei, apa yang salah, huh?"

"Aku… aku telah banyak mencurangimu. Aku… aku terlalu sibuk dengan rasa sakitku hingga aku tidak sadar telah banyak menempatkanmu dalam derita, dulu. Maafkan aku, sungguh."

Chanyeol tidak mengerti, maka dari itu ia menggeleng keras dan merengkuh tubuh wanita ke dalam pelukan. "Tidak ada yang salah denganmu, sungguh. Aku yang lebih banyak berbuat jahat. Aku berdosa, maafkan aku."

Baekhyun menggeleng dan memeluk tubuh atletis itu dengan erat. "Maaf karena membiarkanmu pergi dalam keadaan sekarat. Aku.. aku.."

"Ssttt…" Dan Chanyeol mulai paham pada apa yang membuat nada menyesal terdengar mendominasi kalimat yang Baekhyun lontarkan. "Bukan salahmu. Sudah menjadi tugas seorang ayah untuk melindungi putranya."

"Tapi aku dengan tidak tahu dirinya mengusirmu saat itu. Aku.. aku membiarkanmu sekarat. Sungguh betapa jahatnya aku, Park Chanyeol."

"Aku bertahan. Aku melaluinya dengan baik. Aku bertahan sampai sekarang. Maka dari itu kau tidak harus merasa bersalah. Tidak apa-apa."

Baekhyun mendongak. "Kenapa tidak mengatakannya padaku?!"

"Tentang?"

"Penjahat itu, perkelahianmu, kenapa kau harus pergi setelah aku mengusirmu? Paling tidak jelaskan sesuatu!"

Chanyeol menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. "Err— sayang, kau tidak memberiku kesempatan untuk berbicara saat itu."

Dan tangis Baekhyun pun semakin mengeras. Bagaimana bisa ia sejahat itu?

"Oh, tidak, seharusnya aku berusaha keras menjelaskan semuanya padamu saat itu. Ya, seharusnya aku bertahan di sana. Tidak. Ini bukan salahmu." Chanyeol mengeratkan pelukan, melontarkan berbagai kalimat penenang diselingi kecupan lembut di puncak kepala si mungil yang tengah sibuk menyesali perbuatannya sembari tersedu-sedu.

"Biar ku lihat bekasnya." Baekhyun mencicit sebelum kembali menunduk dan mengusap bekas luka di perut Chanyeol. "Apa masih sakit?"

Chanyeol menyahuti pertanyaan itu dengan gelengan kecil sembari tersenyum.

"Kau tidak bohong?"

"Hum. Tentu saja—hei apa yang kau lakukan?" Chanyeol nyaris terperanjat saat Baekhyun tiba-tiba menunduk lebih rendah dan mencium perutnya.

Sementara Baekhyun menengadah dan mengerjap polos. "Kenapa? Ini sebentuk penghargaan dan rasa terima kasihku karena perut ini telah menyelamatkan nyawa putraku."

"Aku yang menyelamatkan Jesper. Seharusnya kau menciumku bukan perutku."

Baekhyun memasang wajah berpikir yang membuatnya menjelma menjadi gadis remaja yang manis dan lucu. "Benar juga." Lantas tanpa pikir panjang lagi ia mengalungkan lengan dan mengecup bibir Chanyeol. Namun di luar dugaan, pria itu justru memagutnya dengan tak sabaran, hingga Baekhyun sedikit terkejut meski ia telah mencoba mengimbangi yang dimulai dari sebuah lumatan susah payah.

Saliva keduanya mulai bertukar dan Baekhyun terlalu sibuk melumat bibir tebal prianya hingga tak sadar kini pria itu telah menindih tubuhnya di atas sofa.

"Umh—babe.." suara Baekhyun tertahan oleh sebuah pagutan, dan imbasnya ia meremas rambut Chanyeol dengan cara yang amat sensual. "Hei," dan suara itu terdengar jelas saat prianya melepas pagutan dan memilih menenggelamkan wajah di leher jenjangnya. "Baby.." cicit si mungil saat jilatan dan kecupan menghujani telinga hingga tulang selangka.

Ada yang merasa salah dengan keadaan, Baekhyun tidak menggugu rasa waspada untuk atmosfer sensual yang kini mengalir namun ia sudah meyakinkan diri bahwa tidak ada kontak fisik berlebihan dengan pria itu sebelum status keduanya jelas.

Dan sebuah dering keras ponsel di atas meja adalah apa yang membuat Baekhyun mendengus lega meski prianya berdecak sebal di pepotongan lehernya yang mulus.

Baekhyun tersenyum seraya mengusak rambut Chanyeol saat keduanya menepis kontak fisik dan kembali ke posisi duduk yang benar.

"Hallo?" Ucap Baekhyun setelah menggeser tombol hijau. Lantas ia mencoba mendorong Chanyeol yang kembali melumat bibirnya dengan singkat. Mata sipitnya melotot kepada si pria dan hanya dibalas dengan tatapan datar. "Oh ya, Yixing eonni? Ada apa?"

"…"

Baekhyun mendengarkan dengan seksama saat kehebohan yang Yixing bawa sampai ke gendang telinganya. Lalu sejurus kemudian wajahnya berubah menjadi cemas. "Bagaimana bisa?"

"…"

"Oh! Baiklah aku berangkat ke kantor sekarang." Seru Baekhyun sebelum memutus sambungan telepon.

Chanyeol tidak bersuara namun sebelah alisnya yang terangkat adalah sebuah pertanyaan akan kepanikan yang kini bergelayut di wajah wanitanya.

"Aku harus ke kantor." Baekhyun membelai wajah Chanyeol sebelum bangkit dari sofa dan berlari ke kamar.

Chanyeol menyusulnya.

"Yixing eonni bilang ada masalah. Jadi aku harus berangkat sekarang—sayang, aku sedang terburu-buru." Baekhyun mencoba meminta pengertian Chanyeol saat pria itu kembali melakukan kontak fisik dengan menciumi bahunya dari belakang.

"Apa seserius itu?"

Baekhyun menghela kecil lalu berbalik dan melingkarkan lengannya pada leher Chanyeol. "Tentu!" Mengecup bibirnya singkat lalu kembali sibuk memilih pakaian untuk dikenakan ke kantor.

Chanyeol ikut menghela sebelum kemudian menyerah dan membaringkan tubuh ke atas ranjang.

"Nah. Lebih baik seperti itu, temani putrimu tidur."

Baekhyun kembali setelah berpakaian.

"Jihyun bersamaku di rumah. Pergilah."

"Tentu. Terima kasih, sayang. Tidak perlu mengantarku."

"Baik, Mommy." Sahut Chanyeol seraya memperhatikan kesibukan Baekhyun di meja rias. "Apa bajumu tidak terlalu terbuka?"

Baekhyun berbalik lalu terkekeh. "Tidak."

Kenapa pria itu gemar sekali mempertanyakan gayanya dalam berbusana?

Chanyeol memutar bola matanya. "Hati-hati!"

Tidak ada sahutan. Yang baekhyun lakukan sebelum benar-benar meninggalkan apartemen adalah mengecup bibir Chanyeol dengan singkat.

-oOo-

Sesampainya di kantor, Baekhyun bergegas ke ruangan Yixing dan disambut dengan seruan panik.

"Bagaimana bisa?"

"Oh ku mohon Baekhyun bantu aku. Aku tidak mungkin membatalkan fashion event pertamakuini. Junmyeon telah mempercayakan segala hal kepadaku."

"Kau tidak mencari model lain?"

"Sangat sulit, postur tubuh modelku sangat menonjol. Aku tidak mungkin mendapatkan penggantinya dalam waktu singkat."

Baekhyun menggigiti kukunya dengan gusar. "Lalu di mana Oppa?"

"Sejak kabar kecelakaan yang menimpa model utamaku pagi ini, dia bergegas ke rumah sakit untuk mengurus segala hal di sana."

"Astaga." Baekhyun memijit pangkal hidungnya dengan gusar. "Eonni tenang dulu, aku akan mencoba menghubungi beberapa model yang ku kenal dan menyeleksi mereka untuk menentukan kecocokan."

"Oh, maafkan aku karena mengacaukan cutimu, B."

"Tidak, tidak. Aku justru tidak ingin acaramu kacau." Sahut Baekhyun sebelum menyibukkan diri dengan beberapa nomor telepon sebelum menghubunginya satu persatu.

Mereka berdua tak putus asa, ada banyak pertimbangan yang dipikirkan saat keduanya terlibat rapat dadakan di ruangan itu. Profesionalitas telah terbiasa menjadi bumbu pada topik pembahasan seputar masalah pekerjaan dan untuk itu telah banyak waktu yang tersita tanpa sadar.

Baekhyun berniat menghubungi nomor terakhir untuk dimintai kerja sama namun satu nama telah lebih dulu terpampang di layar ponselnya. Mengikuti insting, Baekhyun lantas menjawab panggilan telepon dari Chanyeol tersebut.

-oOo-

Chanyeol tidak sedikit pun beranjak meski Baekhyun telah lama berlalu dari sana. Pria itu masih saja menancapkan segenap atensi pada makhluk mungil berharga yang tertidur lelap di sampingnya.

Pipi halus nan kemerahan Jihyun adalah apa yang membuat jemari Chanyeol begitu betah menyapu permukaannya yang lembut, lantas ketika tak lagi menahan rasa gemas Chanyeol akan menepis jarak dan menciumi wajah tertidur putrinya dengan sayang.

"Jihyunie cantik sekali." Pria itu merapalkannya untuk ke sekian kali. "Daddy mencintaimu. Sangat mencintaimu, sayang." Gumanya dengan pelan. "Daddy akan melindungimu sepenuh hati. Daddy janji, Daddy akan berada di sana saat kau tumbuh membanggakan, ya sayang?"

Senyum itu terus merekah. Jauh sebelum hari ini bereksistensi Chanyeol tidak pernah menduga bahwa ia akan menjelma menjadi seorang ayah bagi dua orang anak yang amat berharga. Terlebih buah hatinya itu lahir dari seorang wanita yang tak ia sangka-sangka akan dicintainya segenap hati meski ia masih kerap merasa konyol untuk apa yang dirasakannya terhadap wanita itu.

Geliat kecil memecah senyum Chanyeol, makhluk mungil yang sedari tadi terlelap kini mulai terusik dari alam bawah sadar. Mengikuti insting, Chanyeol mengulurkan tangan sebelum menepuk bokong putrinya dengan pelan meski tindakannya tidak cukup ampuh untuk mengembalikan kantuk sang buah hati.

Jihyun terjaga dan spontan menatap sang ayah dengan kerjapan kecil. Iris beningnya menyelidik wajah Chanyeol selama beberapa saat kemudian tawa renyah keluar dari mulutnya.

Seperti sebuah hipnotis, bibir Chanyeol melengkung sebelum mengeluarkan suara tawa menyenangkan. Ia mengulurkan jemari kepada Jihyun dan praktis putri kecilnya itu menyambutnya dengan senang hati.

Jihyun menguap kecil di balik telapak tangan sang ayah dan sejurus kemudian ia mengejutkan Chanyeol oleh tangis yang tiba-tiba mengudara.

"Hei, what's wrong baby?" Chanyeol duduk di atas ranjang sebelum merengkuh putrinya ke dalam dekapan.

Tangis Jihyun mengeras dan ia telah lama meronta dalam pelukan sang ayah.

"Daddy di sini? Apa yang salah denganmu, hum?" Chanyeol menggendong si kecil dan mencoba mengalihkan perhatiannya meski hal itu berujung percuma.

Pria itu mengernyit beberapa saat sebelum berniat memastikan kecurigaannya. "Oh, biar Daddy periksa dulu." Dengan sigap Chanyeol membaringkan putrinya, tangannya terulur membuka diaper dan helaan napas kecil lolos saat ia mendapati penyebab putrinya menangis dan menggeliat tak nyaman sedari tadi.

Chanyeol berkacak pinggang seraya menggaruk tengkuknya tak gatal. Kernyitan di dahi bukan untuk aroma tak sedap yang menguar dari popok Jihyun namun untuk kebingungan yang melanda. "Berpikir, Park Chanyeol!" Gumamnya seraya memikirkan cara bagaimana membersihkan dan mengganti popok Jihyun yang telah penuh.

Ketukan jemari kaki semakin intens saat akalnya tak bisa berpikir dengan jernih karena dihadapi pada sesuatu yang baru dan tak pernah ia lalukan sebelumnya.

"Tenang, Park. Lakukan sesuai instingmu. Bawa putrimu ke kamar mandi dan.. dan.."

Pria itu terus menekan panik seraya mengontrol diri. Reputasinya sebagai seorang ayah kini dipertaruhkan. Semesta akan menertawakannya jika ia tidak becus mengganti popok putrinya sendiri.

Chanyeol benci membuang waktu karenanya selang beberapa saat ia telah berhasil membawa Jihyun ke kamar mandi.

Banyak menit yang berlalu oleh tindakannya sebagai seorang ayah sejati.

"Sepertinya sudah. Apa Mommy melakukannya seperti ini?" Chanyeol menelisik kebersihan Jihyun seraya mengajak putri tercintanya itu bercengkrama.

Setelah cukup yakin, Chanyeol kembali membawa Jihyun ke kamar. Kini ia bersibuk ria dengan popok baru dan pakaian bersih milik putrinya. Tak lama kemudian ia menelisik bagian depan dan belakang diaper untuk memastikan bahwa ia tidak akan melakukan kesalahan. "Apa seperti ini?" Gumamnya seraya memakaikan popok itu kepada Jihyun.

Racauan lucu Jihyun adalah sebuah jawaban.

"Oke! Selesai!"

Chanyeol tidak berlebihan saat menyeka keringat. Karena nyatanya ini kali pertama ia benar-benar melakukan tugasnya sebagai seorang ayah. Meski begitu bulir peluh yang mengalir nyatanya melahirkan perasaan senang luar biasa. Senyum itu merekah lebar dan alhasil pipi kenyal Jihyun menjadi sasaran atas rasa bangga yang dirasa.

Chanyeol tengah meresapi bagaimana menjadi seorang ayah seutuhnya ketika tiba-tiba suara tangis itu kembali terdengar. Pria itu melompat lagi. "A-ada apa? Kali ini kenapa? Hum? Baby?"

Seperti sebelumnya Chanyeol menuruti insting dan melakukan apapun agar tangis Jihyun mereda meskipun tidak tahu alasan atas kesedihan putrinya tersebut. Termasuk menggendongnya kesana dan kemari, menyanyikan lagu anak-anak yang begitu terkenal, maupun mengajaknya menari kecil.

"Kenapa sayang? Apa yang salah?" Chanyeol tidak kesal karena segala usahanya sia-sia. Ia hanya tidak ingin putrinya sedih. Tangis Jihyun adalah apa yang membuat hatinya merana. "Oh!" Dan pria itu baru tersadar bahwa Jihyun mempunyai seorang ibu. Dengan cepat Chanyeol mengambil ponsel dan menekan speed dial.

"Hallo—hei apa Jihyun menangis?" Terdengar suara cemas di seberang sana.

"Sayang aku tidak tahu apa yang salah dengan putri kita. Aku sudah mengganti popoknya, mengganti pakaiannya juga tapi dia menangis lagi. Apa yang salah? Apa yang harus aku lalukan— hei kenapa kau tertawa?" Gemas Chanyeol karena Baekhyun tergelak kecil di sana.

Tidak tahukah Baekhyun bahwa Chanyeol tengah dilanda kepanikan karena Jihyun terus menangis?

"Aku lupa menyimpan stok susu di lemari es. Putrimu haus, sayang. Kau tidak keberatan mengantarnya kesini 'kan? Ada kunci mobil Junmyeon Oppa di atas meja kamar. Kau bisa memakainya."

"Oh, baiklah." Chanyeol mendengus legas setelah Baekhyun memberi jalan keluar.

"Pastikan putrimu memakai pakaian hangat dan hati-hati mengemudinya."

"Yes, Mom."

-oOo-

Setibanya di lantai basement, Chanyeol bergegas meninggalkan area apartemen. Sebenarnya Jihyun telah duduk nyaman tanpa lagi sebuah tangis. Namun Chanyeol merasa Jihyun harus ditangani oleh ibunya saat ini.

"Da..ddy.."

"Hum? What is it, baby?" Chanyeol menyahuti racauaan Jihyun yang masih belum fasih sambil membagi fokus ke jalanan. "Jangan, jangan. Itu berbahaya sayang."

Selama perjalanan, pria itu terus memperingati Jihyun untuk tidak berbuat sesuatu yang membahayakan seolah putrinya itu dapat mengerti ucapannya.

Jihyun meronta dengan kedua tangan terangkat ke udara. Mulut mungilnya tanpa henti menyerukan nama sang ayah berharap keinginannya terpenuhi.

Chanyeol bersyukur karena jarak apartemen menuju kantor Baekhyun tidaklah jauh. Setelah sampai di pelataran gedung, pria itu lantas menepikan mobil sebelum mengangkat Jihyun dari tempat duduk dan memangkunya.

"Aku sudah di depan." Pria itu berbicara sesaat setelah panggilan teleponnya terjawab.

"Masuklah."

"A-apa?"

Chanyeol mengerutkan dahi atas pernyataan Baekhyun yang singkat dan tanpa beban.

"Tidak apa-apa, sayang. Masuklah."

"Kau yakin?"

"Tentu. Apa yang membuatmu cemas?"

Chanyeol diam. Ini memang bukan kali pertama ia menghadapi situasi di mana ia harus menginjak tempat kerja Baekhyun setelah dua tahun berlalu. Belum lama ini ia pun dilanda kebingungan yang sama. Paling tidak tempat yang kini akan ia singgahi pernah menjadi bagian dari profesi lamanya. Dan hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu adalah apa yang membuat pria dua orang anak itu dilanda perasaan tak menentu.

"Babe?"

"Huh?" Chanyeol tersentak dari lamunan. "Oh, ya. Baiklah, aku akan masuk sekarang."

Setelah memastikan Jihyun aman di dalam baby carrier, Chanyeol mulai melangkah memasuki gedung tempat di mana Baekhyun meniti karir sebagai seorang desainer yang namanya kerap muncul di berbagai majalah fashion.

Hilir mudik beberapa staf kantor membuat langkah Chanyeol terasa begitu sulit. Kini ia dihadapkan pada masa lalu di mana begitu banyak orang yang menatapnya penuh penghakiman.

Sosoknya yang begitu menarik perhatian karena seorang bayi perempuan dalam gendongan tentu membuat beberapa pasang mata tertuju ke arahnya. Chanyeol menggeleng kecil, ia tidak ingin mengulang hari di mana ia hanya bisa tertunduk atas rasa sesal. Pria itu memberanikan diri melangkah menuju meja resepsionis sebelum berdeham kecil.

"Selamat siang, tu..an.." wanita yang bertugas sebagai penerima tamu itu menggantung ucapan pada sosok tak asing yang kini berdiri di seberangnya.

Dulu nama Park Chanyeol kerap menghias layar kaca, dan dia adalah seorang aktor yang banyak mendapat penghargaan tertinggi dalam berbagai acara, tentu saja hal itu membuatnya tidak mudah dilupakan oleh orang-orang. Dan puncaknya saat pria itu terlibat skandal besar dan juga pemberitaan mengejutkan tentang ibunya dua tahun silam juga mundurnya pria itu dari dunia hiburan.

Adalah sesuatu yang wajar jika kini ia mendapati tatapan terkejut dari dua orang resepsionis melihat sosok yang telah lama menghilang bak ditelan bumi. Dan hal lain yang membuat mereka syok adalah Jihyun.

Kenapa anak perempuan lucu yang kerap dibawa oleh ibunya ke kantor itu terlihat nyaman di pangkuan mantan aktor ternama Park Chanyeol?

"Err—bisa beritahu di mana ruangan Byun Baekhyun?" Tanya Chanyeol tanpa mempedulikan raut syok untuk ke sekian kalinya dari dua orang resepsionis itu.

"Da..ddy.."

"Sebentar sayang— jadi?" Chanyeol menuntut jawaban dengan menekan rasa geram.

Mengapa mereka diam saja?

"Oh, ya.. ya.. mohon maaf, tuan. Urmm— ruangan Byun Baekhyun-ssi ada di lantai tiga."

"Terima kasih." Ucap Chanyeol sebelum kemudian berlalu.

Ada yang masih membeo di balik meja resepsionis. Kemudian mereka bertukar pandang. "Daddy?"

-oOo-

Chanyeol mendorong daun pintu setelah yakin bahwa ia berdiri di ruangan yang tepat.

"Hei.."

Lantas seseorang menyambutnya dengan senyum merekah. Tentu saja dia adalah ibu dari putra dan putrinya.

"Come here you baby!" Baekhyun berseru seraya mengambil alih Jihyun dari gendongan ayahnya. "Kau sudah makan?" Lantas bertanya kepada Chanyeol seraya membelai pipi pria itu dengan lembut.

Si pria menggeleng seraya memasang wajah murung.

"Ada apa?"

"Mereka melihatku seperti melihat hantu biarawati."

Baekhyun spontan tergelak keras. Ia terpingkal untuk beberapa saat sebelum sadar bahwa wajah Chanyeol semakin terlihat masam. "Kau lucu." Ujarnya sebelum menghadiahkan kecupan kecil di pipi pria itu.

Chanyeol mendengus. "Seharusnya kau tidak memintaku masuk."

Baekhyun menggeleng maklum lalu melempar senyum. "Jangan terlalu memikirkan pandangan orang lain mulai sekarang. Kita sudah sepenuhnya menjadi orang yang lebih baik. Percaya padaku, tidak akan terjadi hal buruk ke depannya."

Belaian lembut yang hinggap di pipi membuat Chanyeol menghela lemah. Ia menatap Baekhyun dan menemukan kekuatannya kembali.

Tentu, untuk apa mempermasalahkan pandangan orang lain ketika ia sudah mengantongi pengampunan dari wanita yang dicinitainya?

"Kau mau makan apa? Aku akan pesankan sesuatu."

"Aku ingin memakanmu."

"Hei, itu tidak sopan."

Chanyeol mencondongkan tubuh lalu menelisik Baekhyun dengan cermat. "Terima kasih telah menguatkanku. Aku beruntung mempunyai dirimu."

Baekhyun terkekeh di balik punggung tangan lalu mengusak kecil puncak kepala prianya. "Lihatlah Daddy-mu akan menangis." Tukasnya kepada Jihyun dalam pangkuan.

"Aku tidak." Protes Chanyeol itu mendapatkan gelak tawa.

"B! BAGAIMANA IN—"

Baik Baekhyun maupun Chanyeol nyaris melompat terkejut karena seruan yang terdengar sesaat setelah seseorang mendorong pintu dengan tak sabaran.

Itu Yixing, dan kepanikan yang melanda membuatnya lupa untuk sekedar mengetuk pintu.

"Oh, maaf. Aku tidak tahu kal— tunggu.." Yixing benar-benar buntu karena belum menemukan model pengganti yang tepat dan sesuai kriterianya. Wanita itu menarik Baekhyun seidkit menjauh dari Chanyeol. "Apa yang dilakukannya di sini?" Bisiknya kemudian.

"Chanyeol mengantarkan Jihyun ke sini. Memangnya kenapa?"

"Jadi kalian benar-benar sudah tinggal satu atap?" Yixing mengetahuinya dari Junmyeon.

"Err—mungkin..?"

Yixing mirik Chanyeol dengan hati-hati mengingat pertemuan mereka terakhir kali tidak begitu melahirkan kesan baik karena pria itu memilih berpura-pura tidak mengenal siapapun. Semua itu menguap seketika saat tiba-tiba Yixing dibuat tertarik dengan cara Chanyeol berpakaian.

Pria itu hanya mengenakan celana jeans serta kaos putih polos namun auranya benar-benar membuat Yixing urung berpikir dua kali sebelum kembali bersuara. "Bagaimana dengan Park Chanyeol?"

"Huh?" Baekhyun mengernyit tak mengerti.

"Apa?" Chanyeol akhirnya bersuara saat namanya disebut.

"Park Chanyeol yang menjadi model penggantinya." Yixing menyahut dengan entengnya.

Baekhyun membeo lantas melirik Chanyeol yang telah lebih dulu beranjak dari sofa.

"Kau sudah tak waras." Gumam Chanyeol dan berniat berlalu.

"B! Lihat! Postur tubuhnya sama dengan model utamaku. Benar 'kan?"

"Babe.." Chanyeol mencoba menuntut Baekhyun agar tidak termakan rengekan Yixing.

"Oh ayolah!"

"Byun Baekhyun!" Geram Chanyeol karena wanitanya itu tak kunjung menyahut, justru terlihat tengah mempertimbangkan sesuatu.

"Biar ku lihat." Baekhyun menyerahkan Jihyun kepada Yixing sebelum berjalan ke arah Chanyeol dan menangkup wajah pria itu. "Ini adalah wajah seorang aktor terkenal dulu." Gumamnya lalu meraba tubuh Chanyeol hingga membuat pria itu menggeliat kecil. "Whoa, tubuh seorang model."

"A-apa-apaan ini." Protes Chanyeol.

"Sayang, kau hanya harus berjalan di atas catwalk." Baekhyun mulai mencoba merayu prianya sebab Yixing benar, Park Chanyeol adalah sosok pengganti yang pas.

"Dan kenapa aku harus melakukannya?"

"Anggap saja untuk mengenang masa kejayaanmu dulu sebagai seorang selebriti. Kau mau 'kan?"

"Tapi.." Chanyeol menggantung kalimatnya. "Bagaimana jika mereka berpendapat jelek?"

"Sudah ku bilang jangan hiraukan mereka. Lagipula sejak dua hari kemarin wajahmu terus mengisi layar kaca dengan judul 'Kembalinya Park Chanyeol'." sahut Baekhyun dengan sedikit gemas mengingat media massa tak sedikit pun melewatkan momen tentang Park Chanyeol termasuk saat pria itu menemaninya belanja ke supermarket kemarin. Banyak paparazzi yang memata-matai di setiap titik.

"Kau mau 'kan?" Yixing ikut bersuara dan seketika menunduk mendapati Chanyeol memicing kecil.

"Park Chanyeol!"

"Babe.."

"Oh, ayolah.. aku akan membuatmu sangat tampan."

Chanyeol memijit pangkal hidung sebelum mendengus dengan pasrah.

Dari mana Baekhyun belajar membujuk dengan begitu handalnya?

Dan pria itu menatap Baekhyun serta melempar sorot kekalahan.

"Yes! Kau terbaik." Bisik Baekhyun seraya mencubit pipi Chanyeol dengan gemas.

Bahu Yixing merosot seolah beban terberat dalam hidupnya luruh seketika.

-oOo-

"Whoa, dia benar-benar telah kembali."

"Ku dengar-dengar saat ini dia telah menjadi seorang jutawan berpengaruh di Jepang.

"Benarkah?"

"Lihat, ketampanannya tidak sedikit pun berkurang."

"Dia memang terlahir menjadi seorang bintang."

"Apa mereka berkencan?"

"Mereka tidak menikah tapi Jesper dan Jihyun ternyata anak keduanya."

"Astaga! Benarkah?"

Paling tidak itu adalah gumaman dari beberapa staf even yang tengah berlangsung di kantor tempat di mana Baekhyun bekerja. Bisik-bisik itu pun nyatanya sampai ke telinga Baekhyun yang memilih berpura-pura memperhatikan Chanyeol yang kini tengah berjalan di atas catwalk.

Ketampanan pria itu memang mampu mengalihkan dunia meskipun Baekhyun tidak menjadikan paras rupawan sebagai harga mati.

"Oh astaga." Baekhyun begumam seraya terkekeh kecil di balik punggung tangan saat prianya melempar kerlingan kepadanya di atas catwalk. "Dia mengeluh ini dan itu sebelum tampil tapi merasa seolah paling tampan sekarang."

"Park Chanyeol menyelamatkan hidupku."

Baekhyun menoleh pada Yixing. Lalu melempar senyum. "Syukurlah dia mau ku bujuk."

"Dia begitu mencintaimu sampai rela melakukan ini."

"Eiyy! Kau berlebihan."

"Aku tidak. Aku bisa merasakannya. Dan dia sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik."

Baekhyun menghela kecil. "Ya. Tentu saja. Sosok yang seperti itu yang kedua anakku butuhkan."

"Segeralah menikah. Aku mendukungmu, B."

Setelahnya Yixing pamit untuk mempersiapkan puncak dari fashion event nya.

Senyum kecil Baekhyun masih terulas. "Sepertinya Daddy sudah selesai. Ayo kita hampiri dia." Tukasnya kepada Jihyun lantas meninggalkan pusat keramaian.

"Hei, sayang."

Setibanya di make up room para model, Baekhyun disambut oleh seruan Chanyeol yang berhambur menggendong Jihyun.

Setiap pasang mata menyempatkan diri mencuri pandang pada dua sejoli yang tengah hangat diperbincangkan di berbagai kalangan dan media tersebut.

"Kau sudah selesai?" Baekhyun bertanya seraya merapikan rambut Chanyeol.

"Ya. Mungkin. Kita harus pulang sekarang, aku benci menjadi pusat perhatian." Bisik Chanyeol yang mengundang kekehan kecil dari mulut Baekhyun.

"Aku sudah bilang kepada Yixing eonni dan untuk puncak even kau tidak diharuskan tampil. Tidak apa-apa."

"Itu berita bagus."

"Aku menunggumu di mobil, ganti pakaianmu dulu."

Chanyeol mengangguk sebelum membiarkan Baekhyun beranjak terlebih dahulu.

-oOo-

Bungkamnya Chanyeol setelah masuk ke dalam mobil adalah apa yang membuat Baekhyun disesaki oleh tanda tanya.

"Kau baik? Ada apa?" Dan akhirnya wanita itu bersuara.

"Dia di sini." Chanyeol menatap Baekhyun. "Beliau ada di Korea dan memintaku untuk bertemu."

"Siapa?"

Chanyeol menghela berat. "Ayah. Ayahnya Lily."

Spontan Baekhyun mengelus bahu Chanyeol. "Kau mau menemuinya?"

"Haruskah?"

"Tentu saja, sayang. Kau harus menemuinya. Mau ku temani?"

"Tidak. Tidak perlu. Aku akan mengatasinya sendiri."

"Baiklah. Biar aku yang menjemput Jesper."

Chanyeol berhambur dan menempelkan dahinya dengan dahi Baekhyun. "Kau percaya padaku bukan?"

"Aku percaya. Aku percaya padamu."

Chanyeol mengangguk yakin sebelum keluar dari dalam mobil, menyisakan Baekhyun dengan helaan napas kecil yang lolos berulang.

"Daddy akan lebih memilih kalian bukan?" Pertanyaan konyol itu lolos dari mulut Baekhyun. Tak dipungkiri bahwa kini ia merasa cemas kepada prianya. Juga kedua anaknya.

-oOo-

"Sebuah dosa besar membiarkan orang tua merasa cemas dan menyusul putranya yang kabur dari rumah."

Chanyeol membeo oleh kalimat itu. "Aku.. aku tidak kabur dari rumah."

Takashi menyesap tehnya dengan khidmat. Lalu berdeham kecil. "Tentu. Ini semua bukan salahmu. Ayah yang seharusnya disalahkan."

"Ayah.. aku—"

"Ayah tidak akan memintamu menikahi Lily, sebaliknya maukah kau memaafkan orang tua ini? Orang tua yang telah tega menyakiti perasaan putranya sendiri."

Takashi jelas tidak dapat tidur dengan nyenyak sejak saat ia menyinggung masa lalu Chanyeol hingga membuat pria yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri itu terluka dan memilih untuk menjauh darinya. Segala hal telah ia renungi dan nyatanya ia telah bersalah kepada Chanyeol.

"Aku tidak marah. Aku hanya.. perlu waktu kemarin."

"Ayah mengerti. Maafkan Ayah."

Chanyeol menuangkan kembali teh ke dalam cangkir Takashi. "Lantas apa yang harus aku lakukan sekarang, Ayah? Haruskah aku mundur dari perusahaan dan—"

"Jangan pernah berani berpikir untuk mundur. Semua hal yang telah kau lalukan selama ini membuahkan hasil yang hanya kau sendiri yang pantas menuai. Kembalilah, Ayah tidak butuh semua itu jika harus kehilanganmu sebagai putra." Dan sejauh yang Takashi tahu, Park Chanyeol adalah sosok yang amat membanggakan.

Chanyeol menatap Takashi dengan sorot melunak. Tidak pernah menduga bahwa pria tua itu memiliki sisi baik yang mencengangkan.

"Lagipula bukankah kau akan menikahi seorang wanita? Kau butuh masa depan yang cemerlang untuk menghidupi keluargamu. Meskipun aku masih terkejut ternyata kau sudah mempunyai dua anak." Gumam Takashi di akhir kalimat dan berhasil membuat wajah Chanyeol memerah karena malu. "Anak nakal. Seharusnya kau memakai pengaman! Bagaimana bisa kebobolan sampai dua kali? Itu bukan lagi kecelakaan, tapi direncanakan."

"Itu tidak! Itu kecelakaan. Aku tidak dapat mengontrol diriku saat melakukannya."

Takashi berdeham keras atas pembahasan bersifat cabul yang membuat kedua pengawalnya mengulum senyum.

"Jadi kapan kau akan menikahi wanita itu?"

"Ya?"

Dan Chanyeol tersadar, bukankah seharusnya dirinya tidak boleh bersantai sebelum pendeta menyatakan bahwa ia dan Baekhyun telah resmi menjadi suami-istri?

-oOo-

Senyumnya di sepanjang koridor apartemen terusik saat sosok wanita paruh baya keluar dari daun pintu yang terbuka.

Chanyeol spontan membungkuk sopan dan meringis kecil karena Heechul belum juga menampakkan wajah ramah terhadapnya.

"Masuklah, Jesper terus menanyakan ayahnya." Gumam Heechul sebelum berniat melangkah lebih jauh dari pintu apartemen Baekhyun.

"A-aku.. ada yang ingin aku bicarakan denganmu, ahjumma."

Mulanya Chanyeol cukup ragu namun ia tidak harus terlihat lebih pengecut di mata Heechul. Pria itu butuh menegaskan sesuatu agar tidak berakhir menjadi sosok yang mudah dianggap remeh.

Adalah kafe di lantai satu yang menjadi destinasi Chanyeol dan Heechul untuk mengakrabkan diri ditemani dua cangkir kopi mengepul.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Heechul tidak pandai berbasa-basi lebih jauh setelah menyesap kopinya.

"Aku akan menikahi Baekhyun besok."

Heechul tersedak. "Besok?"

"Ya. Besok."

"Kenapa besok?"

"Ahjumma menuntut statusku dengan Baekhyun supaya lebih jelas kemarin-kemarin, kenapa sekarang terlihat begitu syok?"

"Jangan mendebatku, anak muda. Apa kau sudah menyiapkan segala hal?"

"Memangnya selain kesiapan diri aku membutuhkan apa lagi—akkhh! Apa yang kau lakukan?" Chanyeol tidak melanjutkan kalimatnya karena telah lebih dulu mengaduh akibat pukulan keras di belakang kepalanya.

Astaga, selain sinis Heechul juga begitu barbar? Berani sekali wanita tua itu memukul Chanyeol seperti itu?

"Kau pikir kesiapan saja sudah cukup! Kalau begitu jangan nikahi Baekhyun jika otakmu sedangkal itu!"

"Apa yang salah? Aku tidak pernah menikah, alih-alih memukulku seperti barusan, bukankah kau seharusnya memberitahuku apa yang harus aku lakukan!" Chanyeol terdengar seperti anak kecil yang merengek sebuah jawaban atas tugas sekolah.

"Astaga.." Heechul mengurut pangkal hidung.

"Aku menikahi Baekhyun agar Jesper dan Jihyun bisa menjawab pertanyaan teman-teman mereka terkait status kedua orang tuanya. Tidak ada yang lebih penting dari itu. Aku ingin kedua anakku bahagia. Aku dan Baekhyun merasakan bagaimana rasanya dihakimi karena tidak mempunyai orang tua lengkap. Aku tidak ingin Jesper dan Jihyun mengalami itu semua."

"Memang harus seperti itu. Kau pikir aku akan membiarkanmu lari dari tanggung jawabmu untuk ke sekian kalinya?"

Chanyeol bungkam karena merasa kalah telak. Ia memang orang tua yang buruk.

"Aku mengenal seorang pendeta. Aku yakin kau dan Baekhyun tidak menginginkan pernikahan mewah hanya agar hubungan kalian terikat secara sah. Datanglah besok ke alamat yang aku beri, kalian akan menikah di sana."

Heechul mengakhiri perbincangan itu sebelum kemudian bangkit dari kursi dan berlalu dari sana.

"Akkhh pukulannya kuat sekali." Chanyeol mengaduh lagi seraya mengusap belakang kepalanya.

Meski merasa sedikit pusing, namun senyum itu kembali terukir di bibir. Heechul ternyata tidak seburuk itu. Dan membayangkan ia akan mempersunting Baekhyun esok hari membuat cengiran kecil itu lolos.

Dan kini Park Chanyeol seperti seseorang yang telah kehilangan kewarasan di mata para pengunjung kafe.

-oOo-

"Uncle!" Jesper berseru saat melihat sosok Sehun di ambang pintu yang baru saja ia buka.

"Hei, jagoan!" Sehun berhambur dan menggendong Jesper.

"Hallo, aunty."

"Hai, sayang. Di mana Mommy mu?"

"Ada di dalam dengan Daddy."

Sehun dan Luhan bertukar pandang. "Park Chanyeol ada di sini?"

"Ya. Kemarin Daddy pulang."

"Pulang.." spontan Sehun dan Luhan mengulas senyum maklum. Kalimat itu sungguh asing di telinga keduanya.

Tanpa menunggu lama, mereka masuk dan disambut oleh Baekhyun.

Chanyeol terlihat tengah sibuk melakukan video call dengan seseorang. "Berhenti berceramah, Kim Jongin. Aku tahu apa yang harus aku lakukan! Ku tutup!" Pria itu menggerutu kecil sebelum mematikan ponsel.

"Kenapa diam saja? Bukankah seharusnya kalian berpelukan?" Baekhyun berkacak pinggang pada atmosfer canggung yang terjadi antara Chanyeol dan Sehun.

"Untuk apa berpelukan?" Tanya Chanyeol.

"Untuk mengobati rasa rindu. Kalian berdua sahabat lama." Celetuk Baekhyun yang berhasil membuat Chanyeol sebal.

Pertemanannya dengan Sehun bukan sesuatu yang harus diungkit mengingat mereka menghabiskan waktu lebih lama untuk bersitegang dalam perbedaan pendapat. "Kemari kau." Tukas Chanyeol kepada Sehun yang telah lebih dulu mengernyit. Meski awalnya terlihat enggan, namun pada akhirnya mereka tetap saling merangkul dengan cengiran aneh sebelum memutuskan duduk di sofa.

"Whoa, model Park Chanyeol." Gumam Luhan setelah melihat sosok Chanyeol di dalam layar televisi.

"Itu kemarin." Baekhyun terkekeh.

"Dia tampil dengan baik." Bisik Luhan yang duduk di samping Baekhyun.

"Jiwa selebritinya masih ada kurasa."

"Aku setuju."

Sementara Baekhyun dan Luhan beralih ke dapur untuk menyiapkan makan malam, Chanyeol dan Sehun memilih memasang perangkat game dan mulai sibuk memilih kategori permainan di atas permadani ruang keluarga.

"Dad, aku mau main juga."

"Selesaikan dulu tugas sekolahmu."

Jesper merengut meski begitu ia menurut dan kembali ke kamarnya untuk menyelesaikan tugas sekolah.

"Jongin tidak akan datang besok?" Sehun memulai sebuah percakapan.

"Dia berceloteh tentang liburan di Hawaii bersama tunangannya."

"Ahh Jongin dan Kyungsoo sedang di Hawaii?"

Chanyeol mengangkat bahu. "That brat!" Gumamnya kecil.

"Lalu bagaimana dengan Kris hyung?"

"Dia sedang di Barcelona, dan urusannya tidak bisa ditinggalkan dalam waktu dekat."

Sehun mengangguk paham lalu mulai fokus menyusun siasat untum mengalahkan Chanyeol.

"Bisa tolong kecilkan suara kalian, putriku sedang tidur." Seruan Baekhyun di balik pantry itu seketika membuat Chanyeol dan Sehun yang mulai heboh mengalahkan satu sama lain dengan konsol game sedikit surut.

Ada banyak hal yang dilakukan dua teman lama itu, Sehun berani menyebutnya sebagai obat rindu namun Chanyeol adalah makhluk Tuhan yang begitu menjaga citra diri agar tidak terlihat berlebihan meskipun ia sendiri merasa senang bisa kembali menghabiskan waktu dengan Sehun, seperti dulu.

Bahagia rasanya saat semua telah kembali pada apa yang seharusnya berada di tempat, dan mereka hanya perlu menjalani apa yang kini terpampang di lembaran baru kehidupan.

-oOo-

Baekhyun tidak bermaksud menganggap sepele sebuah pernikahan. Ia hanya berpikir tidak perlu melakukan berbagai persiapan sehingga hanya mengandalkan asisten kantor untuk mengirim satu stel pakaian pengantin yang ia rancang sendiri.

Wanita itu menyetujui pernyataan Chanyeol yang mengatakan mereka tidak lagi muda untuk menggelar sebuah pernikahan mewah bak putri raja. Karenanya acara sakral itu disetujui keduanya untuk digelar secara sederhana dan hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat.

Meski begitu pengamanan adalah hal utama yang dibutuhkan. Mereka tidak mengizinkan satu pun awak media untuk meliput pernikahan seorang jutawan asal Jepang yang merupakan mantan aktor terkenal dengan desainer kelas dunia yang entah mengapa bisa bocor ke hadapan khalayak ramai.

Pagi itu setiap orang mengosongkan jadwal hanya untuk menyaksikan bagaimana anggunnya Byun Baekhyun menapaki karpet merah di antara deretan kursi gereja. Decak kagum mendominasi dan Baekhyun tak bisa menahan senyum saat sosok tampan yang mengenakan tuxedo rancangannya mengulurkan tangan dengan tulus di pangkal altar.

Dia adalah pria itu. Banyak cerita tentangnya, sosok yang tak akan pernah mampu ditembus oleh waktu untuk lenyap dari ingatan Baekhyun.

Sebenarnya ada cinta yang mengendap sejak lama, meski harus ternodai oleh berbagai perkara namun Tuhan tetap tahu bagaimana menyatukan keduanya dengan cara yang tidak biasa.

"Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."

Kalimat itu terucap dengan lantang tanpa sedikit pun keraguan dari dalam diri. Decak haru mengiringi dari para saksi dan Baekhyun maupun Chanyeol bersemu saat sang pendeta melontarkan satu kalimat membahagiakan.

"Selamat kalian telah resmi menjadi sepasang Suami-Istri."

Apakah semua ini nyata?

Benarkah yang kini tengah berhadapan dengan Baekhyun adalah Park Chanyeol yang telah menjelma menjadi suaminya?

Benarkah pria itu?

Semua terasa tak nyata, segala hal menjadi begitu buram oleh cairan bening yang tertahan di pelupuk mata. Dan seruan dari mereka yang menuntut satu ciuman menjadi satu pondasi yang menguatkan keyakinan.

Pinggang ramping itu dilingkari oleh dekapan posesif, dan Baekhyun menutup mata untuk satu kecupan lembut yang mendarat di bibir merahnya.

"Astaga aku malu!" Baekhyun merengek sebelum menenggelamkan wajahnya di bahu sang suami.

Semua orang tertawa melihat tingkah Baekhyun. Termasuk Jesper yang sedari tadi menebar rasa bahagia menyaksikan kedua orang tuanya berdiri di altar. Bocah tampan yang mengenakan stelan jas layaknya orang dewasa itu memang belum sepenuhnya mengerti atas apa yang tengah terjadi namun melihat senyum lebar dari kedua orang tuanya, hatinya berkata bahwa mulai saat ini hanya akan kebahagiaan di depan mata.

Aku menyayangi kalian, Mom, Dad. Bocah itu membatin sebelum menghujani pipi tembam Jihyun dengan kecupan sayang.

-oOo-

"Kami akan secepatnya menyusul kalian, lihat saja nanti."

Kalimat itu terlontar penuh semangat dari mulut Sehun sebelum pria itu mendapatkan cubitan kecil di pinggang dari Luhan.

"Siapa bilang aku akan menikah denganmu!" Tutur Luhan dengan ejekan dan berhasil membuat Baekhyun tertawa kecil.

"Kalian yakin akan pulang sekarang? Makan malam lah dulu." Ucap Baekhyun yang saat ini berdiri di ambang pintu apartemen. Di sampingnya Chanyeol yang tidak pernah bosan melingkarkan lengannya di pinggang ramping wanita itu.

"Oh, maaf, Baekhyun. Aku dan Sehun harus terbang ke Milan malam ini. Lain kali saja, ya?" Luhan memeluk Baekhyun sejenak.

Baekhyun mendengus kecil. "Baiklah, hati-hati. Dan terima kasih untuk hari ini."

Sehun meninju bahu Chanyeol sebagai salam perpisahan sebelum berbalik dan menggandeng Luhan untuk menjauh.

Dan Chanyeol melambaikan tangan saat temannya berlalu.

Selang beberapa saat, baik Chanyeol maupun Baekhyun menghela kecil oleh senyap. Semua orang telah berlalu. Heechul yang pertama pergi untuk beberapa agenda yang tak bisa ditinggalkan terlalu lama, Junmyeon dan Yixing mungkin tengah makan malam di suatu restoran, Sehun dan Luhan belum lama berlalu.

"Kenapa Lily dan ayahnya tidak bisa lama berada di sini?"

Chanyeol menggandeng Baekhyun masuk. "Lily harus mengurus segala jadwal yang aku tinggalkan di Jepang, dan Ayah sama sibuknya. Jadi wajar saja jika mereka hanya mempunyai sedikit waktu untuk datang ke gereja tadi siang."

"Oh, kenapa semua orang sibuk sekali?"

"Termasuk putra kita, kau memperhatikannya tadi? Dia sibuk menyalami setiap orang yang hadir." Chanyeol terkekeh seraya melepas satu kancing kemeja di depan cermin.

"Dia terlihat sangat bahagia." Gumam Baekhyun seraya tersenyum sebelum membantu suaminya. "Mau ku siapkan air hangat?"

Chanyeol tidak sedikit pun menyahut, perhatiannya justru terfokus pada wajah Baekhyun yang terpampang lebih dekat saat ini. "Jadi kau adalah istriku sekarang? Si gadis naif yang rela berdiri di bawah guyuran air hujan demi membela temannya?" Ia menukas seraya terkekeh di balik kecupan sayang di pipi sang istri.

"Kenapa kau senang sekali membahas masa lalu?" Baekhyun cemberut.

"Tidak ada yang lebih baik untuk dijadikan sebagai pembelajaran selain masa lalu, sayang."

"Sudah pintar berkata-kata." Gemas Baekhyun sebelum melepas semua kancing kemeja suaminya. "Kau harus mandi. Aku akan siapkan air hangat."

"Hanya aku?"

Langkah Baekhyun terhenti. "Tentu saja aku akan mandi juga, tapi setelahmu."

"Kenapa senang sekali membuang waktu?"

"Oh, apa sebenarnya yang ingin kau katakan?" Baekhyun berkacak pinggang.

"Kita mandi bersama saja."

"Eiyy!" Baekhyun menghentak menuju kamar mandi dan berhasil melahirkan gelak tawa suaminya. "Jangan berisik, putrimu nanti bangun."

"Oh tentu saja, akan sangat repot jika Jihyun bangun sekarang." Chanyeol menyahut dengan nada jahil.

"Park Chanyeol!" Seru Baekhyun dari dalam kamar mandi.

Wanita itu kembali, lalu membiarkan suaminya masuk untuk membersihkan diri. Setelah Chanyeol lenyap sepenuhnya dari pandangan, kini wanita itu mendesah resah seraya berjalan ke sana dan kemari.

Memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya membuat wanita itu dirundung kegelisahan.

Nyatanya harapan Baekhyun akan lamanya waktu yang Chanyeol gunakan untuk mandi tidak terkabul meskipun suaminya itu telah menghabiskan puluhan menit di dalam kamar mandi, dan sosok basah di balik bathrobe yang kini berdiri di ambang pintu membuat keringat dingin Baekhyun mengucur deras. Mengapa rasanya begitu meresahkan saat Baekhyun semakin ditampar oleh kenyataan bahwa ini adalah malam pertamanya dengan pria itu?

"Tunggu apa lagi? Mandilah."

Dan nyatanya pria itu gemar menggoda Baekhyun sampai akhir dengan kerlingan nakal mata bulatnya.

Setelah menutup daun pintu, Baekhyun bergegas melepas satu persatu pakaian yang melekat dan berdiri di depan cermin. Menelisik tubuh polosnya dengan seksama seraya menggigit bibir bawah dengan gelisah. Namun ia tidak berlama-lama dirundung resah, Baekhyun memilih mengguyur tubuhnya di bawah shower.

Jangan berlebihan, B. Toh kau bukan gadis lagi. Anakmu sudah dua, dan kau sudah cukup matang.

Keyakinan itu terus ditelan dalam diri hingga Baekhyun mengakhiri guyuran air di tubuh. Wanita itu selesai dan memakai bathrobe.

Knop pintu kamar mandi dibukanya dengan pelan dan ia dibuat mengernyit oleh suaminya yang telah berbaring seraya memejamkan mata di atas ranjang. "Oh, dia pasti kelelahan." Gumamnya sebelum memilih gaun tidur dan mematut diri di depan meja rias.

Baekhyun memastikan Jihyun terlelap dengan baik di dalam baby box, selimut bercorak kartun animasi favorit anak-anak itu dinaikkan lebih tinggi untuk menepis hawa dingin yang menyerang tubuh putri berharganya.

Ada helaan napas kecil yang berbaur dengan sunyi di udara, Baekhyun mulai naik ke atas ranjang dan menarik selimut. Wanita itu menyempatkan diri menelisik wajah tertidur suaminya, namun siapa sangka tangan kekar itu menariknya dalam dekap hangat yang nyaris membuat Baekhyun terpekik kaget.

"Hangat." Gumam Baekhyun seraya mengusak wajah di dada bidang Chanyeol. "Pelukan suamiku memang yang terbaik."

"Tentu. Aku akan memastikan bahwa aku suami yang sempurna untukmu." Sahut Chanyeol dengan mata terpejam. "Dimulai dari pelukan ini. Aku akan memelukmu sepanjang hidupku."

"Whoa, itu menarik."

Chanyeol terkekeh mengantuk sebelum mengecup puncak kepala istrinya.

Cukup lama mereka terjebak dalam sunyi sebelum Baekhyun memecah segalanya. "Babe.."

"Hum?"

"Aku.. aku tidak keberatan jika kau ingin.. urmm.." cicit Baekhyun seraya membuat garis memitar-mutar dengan jarinya di atas permukaan kaus sang suami.

"Benarkah?" Chanyeol paham apa yang Baekhyun maksud.

Baekhyun mendongak, lalu mengangguk. "Tentu saja, kau suamiku. Kau pantas mendapatkan hakmu."

Keduanya bersitatap dalam diam untuk beberapa saat sebelum Chanyeol memutus keheningan dengan bunyi khas dari dua bibir yang mulai bercumbu.

Pria itu senang membuat segala hal menjadi praktis namun tidak dengan cara terburu-buru, di saat ia sibuk melumat bibir manis Baekhyun, pria itu pun telah berhasil menyingkap gaun halus yang kini tak lagi melekat di tubuh istrinya.

Benang saliva yang terjalin tanda ciuman pembuka itu berakhir, dan Baekhyun membeo kecil saat Chanyeol berlutut dengan gestur bak model pakaian dalam saat menanggalkan kaos yang dikenakannya.

Tubuh atletis itu kini berhasil membuat saliva Baekhyun tertelan lapar.

Chanyeol kembali menunduk, menindih tubuh mulus yang hanya mengenakan set lingerie dan membuat libido seorang pria normal seperti dirinya memuncak.

"Apa kita harus memindahkan Jihyun ke kamar kakaknya?" Sebelum mencumbu leher sang istri, Chanyeol bertanya.

"Err— Jihyun tidak akan bangun kurasa."

Chanyeol menggeleng kecil. Lalu bangkit dari ranjang dan mendekati baby box. "Malam ini Jihyun tidur dengan oppa, ya? Daddy dan Mommy mempunyai urusan yang sangat penting." Bisik pria itu sebelum menggendong putrinya dan memindahkannya ke kamar Jesper.

Baekhyun membeo tak percaya hingga suaminya kembali seraya melempar seringaian licik dan seksi.

"Aku tidak ingin mengambil resiko membuat Jihyun bangun oleh teriakanmu nanti."

"Teriakan— hei!" Nyatanya itu sebuah teriakan saat Chanyeol kembali menerkam tubuhnya seperti seorang predator.

"Aku merindukanmu. Aku.. merindukan tubuh ini." Suara parau itu terdengar berbahaya namun Baekhyun tidak merasa terancam dan justru menjelma menjadi wanita pasrah saat prianya dengan cekatan menelanjanginya di tempat.

Chanyeol menyapukan decak kagum pada tubuh polos yang kini tersaji di bawah dominannya. Dan tentu, ia tidak akan membiarkan istrinya bertelanjang seorang diri karena selang beberap detik Baekhyun harus puas memandangi tubuh sang suami yang tak sedikit pun ditutupi sehelai kain.

"Pelan-pelan saja." Gumam Baekhyun saat suaminya mulai menjelajahi selangka dengan kecupan mesra hingga ia melenguh saat lidah nakal itu mencumbu pangkal payudara.

Chanyeol menarik diri lalu mengernyit keheranan.

"Ada apa?" Tanya Baekhyun penasaran.

"Apa kau menyusui putra dan putriku dengan benar?"

"Huh?"

Chanyeol menuntut sebuah jawaban.

"Ya, ya tentu saja. Aku menyusui mereka dengan baik dan benar. Aku bahkan tidak memberikan mereka setetes pun susu formula. Sayang, ada apa?"

Chanyeol menyentakkan kepala lantas kembali melumat payudara istrinya dengan rakus. "Bagaimana bisa payudara ibu dua orang anak sebagus ini?!" Geramnya lantas menambah tempo atas jilatan-jilatan yang membuat Baekhyun menggelinjang di bawah tubuhnya.

"Astaga! Babe.. pelan-pelan—" kalimat Baekhyun diinterupsi oleh lenguhan yang terdengar begitu merdu di telinga suaminya. Sebagai gantinya, Baekhyun menyisir rambut Chanyeol untuk pengalihan dari sengatan-sengatan asing yang memabukkan.

"Sayang..." Rengek Baekhyun seperti sebuah permohonan.

"Baik, baik." Chanyeol mengecup kening istrinya sebelum bertumpu di antara kedua kaki mulus yang terbuka. Ditatapnya wajah sayu Baekhyun yang ternyata cukup ampuh membawa libidonya mengangkasa. Ini adalah saat-saat yang mendebarkan.

"Ohh, Chanyeol!" Baekhyun meremat sprei dengan kuat saat terlempar kembali pada rasa penuh yang pernah mengisi tubuhnya.

"Aku memerawanimu dulu. Lalu menyetubuhimu untuk kedua kalinya—" napas Chanyeol tercekat karena cengkraman kuat sesaat setelah melesakkan kejantanannya ke dalam tubuh Baekhyun. "—tapi kenapa rasanya masih begitu sempit, sial!"

"Bergeraklah.." suara Baekhyun terdengar payah. "Bergeraklah, toh aku bukan perawan!" Geramnya dengan sedikit menyentak pinggung ke atas berharap suaminya memberi lebih.

Chanyeol merasa tertantang karena tidak pernah menduga bahwa Baekhyun akan terlihat begitu sepadan dalam berhubungan intim. Meski pria itu berpikir bahwa ini adalah kali pertama mereka melakukannya atas dasar cinta dan tanpa paksaan, namun nyatanya rengekan si mungil di bawah sana cukup memprovokasi Chanyeol untuk menyentak dengan keras pinggulnya hingga membuat Baekhyun berteriak merdu.

Wanita itu bahkan tidak sungkan untuk mendesah keras dan mengimbangi gerak Chanyeol dalam tempo cepat, mengejar apa yang mereka sebut sebagai satu kenikmatan mutlak.

"Ohh baby, faster! Faster!" Di menit berikutnya Baekhyun lebih berani meminta lebih. Wanita itu tidak pernah menduga bahwa akan sangat keracunan hingga merengek untuk sebuah tempo cepat.

Chanyeol menggeram keras seraya membalikkan tubuh Baekhyun hingga punggung mulus itu terpampang di hadapannya. Bongkahan sintal yang tersaji tak luput dari tamparan keras karena rasa gemas, dan Chanyeol harus kembali dibuat tak kuasa saat bokong seksi itu bergerak mencari sesuatu.

Baekhyun kembali mendesah keras karena hentakkan itu kembali menyambangi liang kewanitaannya, tangannya yang bertumpu seperti seekor hewan peliharaan kini bergetar dialiri kenikmatan yang membuat siapapun kehilangan kewarasan. "Terus, terus seperti itu.. ya, ya.. Park Chanyeol—Ahh!"

"Seperti ini, huh?" Chanyeol menyentak buas.

Dan Baekhyun meninggikan volume desahan untuk itu. Ia hanya mampu bergumam dan mengangguk kenikmatan.

"Kau… suka aku melakukannya seperti ini?" Hentakan lain yang terasa lebih keras dan lebih buas. "Huh?!"

"Ah! Ya, ya! Lagi, give me more, baby—Ohh!" Baekhyun menggeleng untuk kenikmatan lain yang Chanyeol beri di setiap dorongan pinggul yang berulang dalam tempo tinggi.

Chanyeol menengadah sementara kejantanannya sibuk mengaduk pintu rahim yang telah dicap sebagai destinasi favoritnya untuk memburu sebuah kenikmatan meski sesaat kemudian ia dibuat terkejut karena Baekhyun menarik diri, dan hal yang membuat pria itu kagum saat istrinya mendorong tubuhnya sebelum merangkak ke bawah. "Ohh shit!" Chanyeol mengumpat untuk ke sekian kali, kesadarannya yang mengangkasa adalah untuk lidah Baekhyun yang mencumbu urat kejantanannya dengan lihai.

Wajah mungil yang berkesistensi di selangkangan Chanyeol adalah apa yang membuat pria itu kalangkabut, karenanya ia tidak mampu mengontrol diri dan bercinta dengan mulut Baekhyun yang sama sempitnya.

Chanyeol mendorong pinggulnya ke atas secara berulang, mendorong lebih jauh rudalnya ke dalam mulut Baekhyun meski istrinya telah nyaris tersedak.

"Beraninya kau menggodaku seperti itu!" Chanyeol melempar seringaian itu lagi sebelum mengangkat kedua kaki Baekhyun tinggi-tinggi dan menyampirkannya di atas bahu. Kini ia bisa lebih leluasa melihat wajah sayu yang didominasi oleh kenikmatan itu di bawahnya.

Dan Baekhyun kembali menjerit hebat, kepalanya menggeleng keras karena Chanyeol menghabiskan waktu tanpa jeda untuk memompa tubuhnya secara brutal, tiada kata ampun dan Baekhyun anggap itu sebuah hukuman.

"Di sana, disana!"

"Tentu, di—sini!" Chanyeol menyetak keras terus dan berulang hingga ia merasa kejantanannya diremas kuat di dalam sana, kontraksi itu cukup hebat hingga mampu menelah seluruh kejantanan Chanyeol yang berukuran super sebelum membuatnya basah oleh cairan kenikmatan yang telah Baekhyun capai. Tubuh mungil itu melengkung karena orgasme hebat yang telah dijemputnya.

Baekhyun menggelepar di atas ranjang, namun tubuhnya yang terkulai tidak sedikit pun menyurutkan libido sang suami. Pria itu memangkunya dari belakang dengan posisi berlutut dan disaat yang sama kejantanannya kembali memenuhi tubuh Baekhyun.

Desah itu kembali mengudara, Chanyeol bahkan sanggup membuat tubuh Baekhyun naik turun sesuai irama sementara tangan kekar itu menjelajah gundukan sintal di dada. Meremasnya dengan sensual seraya meninggalkan bercak merah di bahu mulus favoritnya.

"Yeah, seperti itu, sayang.." Chanyeol mendukung kemandirian Baekhyun yang kini bergerak sendiri di atas tubuhnya. "Mendesahlah sekeras-kerasnya, aku menyukai itu."

Baekhyun meracau karena menemukan kembali titik kenikmatan, rasa lelah tak dihiraukan saat ia tahu Chanyeol menyukai permaianannya. Tidak ada yang lebih penting dari kepuasan batin seorang suami menurutnya.

"Istriku pintar.." bisik Chanyeol dari belakang, sesaat kemudian ia merengkuh tubuh telanjang yang adalah mutlak miliknya itu sebelum mengungkungnya kembali dari atas. Chanyeol membuka lebar-lebar kedua kaki Baekhyun dan menyentak untuk satu pencapaian yang semakin dekat.

Tempo itu tak mengenal kompromi, bahkan desah keras yang semakin menjadi, menjadi dasar atas apa yang harus Chanyeol jemput di atas puncak segala kenikmatan. Pria itu menghentak lebih dalam, kuat dan juga cepat sebelum mendesah keras untuk satu dorongan yang membuat segalanya tumpah memenuhi dinding rahim istrinya.

Remasan kuat jemari lentik di punggung kekar itu menandakan ia adalah seorang suami yang dapat menjadi pegangan atas sebuah keyakinan. Baekhyun dengan sisa desah dan lenguhan merdu dihadiahi kecupan lembut di dahi.

Napas yang memburu saling bersahutan dalam haru. Tepukan kecil di punggung membuat Chanyeol yang masih memanjakan sisa orgasme di pepotongan leher sang istri menjadi semakin betah. "Kau hebat." Bisiknya diselingi kekehan puas.

"Kau terhebat." Balas Baekhyun sebelum melingkarkan lebih kuat pelukannya pada sang suami yang nasib setia menindihnya.

"Sekarang aku tahu kenapa Jesper tampan dan Jihyun cantik."

"Apa alasannya?"

"Karena rasanya bercinta senikmat itu. Kita harus mengulangnya untuk yang kedua kali—tidak, tiga? Atau lima kali lagi, bagaimana?"

"Hei!" Baekhyun merengek seraya mencubit lengan suaminya.

"Oh ayolah.." Chanyeol menarik diri lalu menghujani pipi Baekhyun dengan kecupan. "Kau mau 'kan?"

"Tapi lima kali itu terlalu banyak, sayang. Apa kau tidak lelah?"

"Tidak, aku siap untuk ronde ke dua."

"Astaga! Mesum sekali!" Baekhyun mendorong tubuh suaminya lalu meringis saat rudal itu menjauh dari tubuhnya.

Chanyeol tergelak sebelum menarik selimut dan merengkuh istrinya dalam dekap erat. "Terima kasih untuk malam ini, kau sudah bekerja keras menjadi istri yang baik. Aku pun akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu."

Baekhyun mengeratkan pelukan. "Aku mencintaimu."

Chanyeol tersenyum dan membalasnya dengan kecupan mesra.

Ada yang mulai terkantuk karena tepukan lembut di punggung. Baekhyun mulai berada di ambang alam bawah sadar hingga selang beberapa menit kemudian napasnya telah teratur di dada bidang sang suami.

"Dia kelelahan." Chanyeol menyembunyikan kekehan di balik punggung tangan sebelum berniat menyusul Baekhyun dan menemuinya di alam mimpi.

-oOo-

Entah mengapa kicauan burung pagi ini terdengar begitu merdu di telinga Baekhyun, ia menggeliat kecil sesaat setelah terlempar dari alam bawah sadar.

Senyum disertai rona menghias wajah cantiknya tatkala ia menemukan sosok tampan tertidur pulas di sampingnya.

Oh, pagi pertamanya sebagai seorang istri.

Kesan pertama itu penting, karenanya Baekhyun bergegas turun dari ranjang, memakai kembali gaun tidur yang semalam Chanyeol lempar hingga menyentuh punggung sofa.

Kecupan sayang mendarat di pipi Chanyeol sebelum pria itu mengernyit karena lelapnya terusik.

"Jesper adalah anak yang ingin tahu banyak hal, kau akan kesulitan menjelaskan padanya kenapa kau tertidur dalam keadaan telanjang. Sekarang bangun dan pakai kaosmu." Bisik Baekhyun diselingi tawa kecil.

Chanyeol terkekeh dengan nada mengantuk. "Mau bercinta pagi ini?"

"Hei! Bangun! Mesum!"

Dan seketika Chanyeol tergelak di bawah bantal.

Baekhyun menggeleng maklum sebelum berlari menuju kamar Jesper, ia spontas berjinjit karena mendapati kedua buah hatinya masih terlelap.

Hal yang cukup Baekhyun syukuri karena dengan begitu ia bisa memanfaatkan waktu untuk membuat sarapan. Wanita itu mulai menyibukkan diri di seberang pantry dan menyiapkan beberapa menu untuk disantap oleh suami dan kedua anaknya.

Wanita itu mengalihkan pandangan kepada Chanyeol yang berjalan gontai dari kamar. "Kopimu." Tukasnya seraya menyidirkan secangkir kopi mengepul.

"Anak-anakku belum bangun?"

"Ya, mereka sangat lelap."

"Anak pintar. Mereka tahu kita sangat sibuk."

"Sibuk apanya?" Baekhyun mendelik kecil.

Chanyeol tidak menyahut justru menghampiri Baekhyun dan memeluknya dari belakang. "Menurutmu?" Tanyanya seraya menyusupkan tangan dan meremas bokong sintal istrinya.

"Sayang.." Baekhyun mencicit disertai lenguhan kecil.

"Hum?" Dan Chanyeol mulai sibuk mencumbu bahu itu dengan mesra.

"Jangan macam-macam atau—"

"Atau apa? Kau mau mengamcamku?"

"Tidak.." desis kecil lolos bersamaan dengan spatula yang terbengkalai karena Baekhyun lebih butuh untuk bertumpu pada sesuatu sesaat setelah Chanyeol membuatnya membungkuk kecil.

Astaga.

Dan sejak kapan pria itu menurunkan celananya hingga Baekhyun merasa ada benda panjang dan keras yang kini menempel di antara bongkahan bokongnya.

"Ayo, mendesah." Chanyeol menuntut setelah berhasil melesakkan miliknya pada kehangatan pagi ini.

"Tidak, aku tidak—"

Chanyeol menyentak kecil untuk menerobos dinding pertahan Baekhyun. Sejak semalam Ia begitu senang mendengar wanita itu mendesah nikmat akibat ulahnya.

"Babe… nanti anak-anak kita bangun!" Baekhyun mencicit kecil sebelum desah seksinya lolos karena hentakan ke tiga yang Chanyeol beri.

Pada akhirnya mereka mulai sibuk membagi kenikmatan dengan adil di seberang pantry tanpa sadar bahwa jagoan mereka bernama Jesper baru saja keluar dari kamar seraya menggandeng putri kecil bernama Jihyun.

"Mom…"

Jesper mengucek sebelah mata setelah mendapati kamar ibu dan ayahnya kosong.

"Mungkin Mommy dan Daddy di ruang makan. Ayo sayang." Dengan setia Jesper menuntun Jihyun berjalan dengan hati-hati ke tempat yang dituju.

"Mommy, Jihyun sudah bangun.. Mom—" Jesper mematung beberapa saat, sementara Jihyun mengerjap lucu. Kehadiran dua bocah di antara kedua orang tuanya yang nyaris menjemput puncak tertinggi sebuah kenikmatan pagi itu membuat Chanyeol maupun Baekhyun nyaris melompat karena terkejut.

"What are you doing, guys?" Tanya Jesper dengan polos sebelum bertukar pandang dengan Jihyun yang sama tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi di dunia orang dewasa. "Dad, sedang apa di situ?" Jesper kembali bertanya, kali ini kepada sang ayah yang berdiri di belakang ibunya yang membungkuk dan bertumpu pada meja pantry. "Mom, kau baik-baik saja?" Bocah kecil itu terus melontarkan pertanyaan akibat rasa penasaran yang memuncak, terlebih ia menyaksikan wajah ibunya meringis seperti kesakitan.

Napas Baekhyun tercekat meski Chanyeol tidak setegang dirinya saat ini. "O-ohh—" wanita itu terbata, suaranya nyaris diselingi desahan karena Chanyeol kembali menyentak kecil di belakang tubuhnya.

Astaga kenapa pria itu jahil sekali?

"—oh, Mommy.. baik-baik saja." Cicit Baekhyun sebelum menutup mulut menahan desah ke sekian yang nyaris lolos karena Chanyeol terus menggodanya. Satu-satunya hal yang ia syukuri saat ini ialah tubuhnya dan sang suami terhalangi oleh meja pantry sehingga Jesper tidak harus tahu bahwa ayahnya tengah sibuk melesakkan kejantanannya secara berulang.

Chanyeol menggeleng serta menunduk karena puncaknya diinterupsi oleh kehadiran Jesper dan Jihyun. "Sayang, bawa masik adikmu ke kamar, Daddy dan Mom—ohh!" Pria itu mencoba terlihat biasa saja meski nyatanya desah itu semakin terdengar menyertai kalimat yang terlontar.

"Memangnya kalian sedang apa?" Kukuh Jesper menuntut sebuah jawaban.

Baekhyun semakin membekap mulutnya sendiri, sejujurnya ia pun nyaris mencapai puncaknya.

"Daddy dan Mommy sedang membuat kue beras! Kau suka kue beras 'kan? Sekarang—" Chanyeol menggantung kalimat hanya untuk mendorong pinggulnya lebih jauh. "—bawa adikmu masuk ke kamar, kami sedang sibuk!"

"Whoa benarkah?" Nyatanya Jesper memang menggilai kue beras buatan ibunya. "Baiklah." Kini ia beralih pada Jihyun. "Ayo, Jihyunie kita tidak boleh mengganggu Mommy dan Daddy. Nanti kue berasnya tidak enak." Dengan cekatan bocah itu menggandeng tangan adiknya sebelum berbalik dan mengajaknya memasuki kamar.

Baekhyun masih menahan diri, ia menggeleng keras karena tak kuasa menahan gejolak kenikmatan sebelum mendesah keras sesaat setelah sosok Jesper dan Jihyun sepenuhnya tak lagi terlihat. "AAAHHH! Aku sampai!" Cicitnya dengan wajah memerah. Tubuhnya bergetar hebat di dalam kungkungan Chanyeol dan kini tengah menggeram, menjemput puncak kenikmatannya.

Semprotan di dinding rahim istrinya cukup kuat dan berulang, Chanyeol menyeringai bangga saat hitungannya berhenti di angka enam.

"Astaga banjir!" Seru Baekhyun karena cairan kental itu nyaris meluber dari sarangnya.

Chanyeol menarik diri sebelum membopong tubuh istrinya ke atas meja pantry.

"Hei, a-apa yang kau lakukan?" Tanya Baekhyun dengan waspada saat sang suami membuka kakinya cukup lebar.

"Aku butuh ronde ke dua sekarang." Sahut Chanyeol dengan enteng sebelum menghujam kembali kejantanannya dengan keras di antara kedua kaki Baekhyun yang mengangkang.

Dan desahan itu kembali mengudara. Cukup keras hingga membuat Jesper mengerjap lucu di dalam kamar.

Bocah itu melirik sang adik yang terkantuk-kantuk di sampingnya, lalu membelai rambutnya dengan sayang. Masih dengan keheranan, kini ia memangku tangan seraya memasang wajah berpikir. "Selama ini Mommy tidak pernah membuat kue beras sambil berteriak-teriak seperti itu."

THE END

An: Mari kita tutup kisah ini dengan mendesah.

Wkwowkwkowkwk

Ini TAMAT woiiiii T.T demi apa deh dulu pas publish ch1 ngerasa gak confident karena jalan ceritanya sinetron banget wkwk tapi beruntunglah banyak sekali animo positif yang singgah di kolom review sehingga aku memutuskan untuk menuntaskannya sampai hari ini.

Untuk yang banyak nangis karena story ini akun menebusnya untuk dengan mengabulkan permintaan kelyan mesyumer akut yaitu menambahkan desahan keras Mommy di last ch ini ngakakkak semoga puas ya, aku aja sampai basah lho ngetiknya (basah tangannya woi karena keringatan) hahahhaha.

Selain itu aku mau berterima kasih kepada kamu semua yang sudah mengikuti cerita ini dari awal, nangis bareng, baper bareng, kesel bareng, mengumpat bareng karena plotnya yang bergejolak :D kucinta kelyan semuahhh!

Berbahagialah sayang-sayangku.

See you next time.

Sampichu foreverrrhhhh!

SUPPOSED by CHANBAEXO (Raisa)

~May 24, 2016 – September 22, 2018~