Kuroko no Basuke bukan milik saya. Mereka milik Tadatoshi Fujimaki saya tidak mengambil keuntungan apapun. Oh, ya. Saya pernah nulis ini sebelumnya di akun pribadi, hanya beberapa bagian yang saya edit dan di hilangkan, jadi saya tidak copy paste milik orang.

.

.

.

Terbangun dari kematian dan berharap di hakimi oleh para Malaikat, justru hal aneh malah terjadi. Kise dan Yuzuru terbangun dari kematian dan mendapati mereka ada di rumah sakit jiwa, amnesia dan tak dapat melarikan diri.

.

.

.

Escape

.

.

.

Lirik sana lirik sini, berjalan seolah tak peduli, keheningan yang membanjiri dan kesibukan yang di buat-buat membuat dunia ini nampak memuakkan.

Lihat saja! Bagaimana manusia-manusia berdasi itu berjalan dengan penuh kesombongan, tidak mempedulikan gadis buta yang hendak menyebrang atau nenek-nenek renta yang tak berdaya menggapai-gapai pegangan dan berusaha untuk menghangatkan diri dari dalam selimut usang.

Dunia itu kejam, dunia itu butuh orang yang peduli. Benar-benar peduli, bukan hanya cuap-cuap konyol dan janji palsu para pejabat saat kampanye.

Manusia tak butuh Tuhan saat ini, mereka benar-benar tak butuh.

Mereka melupakan bagaimana cara peduli dan bersosialisasi dengan manusia lainnya.

Mereka berlagak seolah mereka yang mengendalikan dunia, dengan benang-benang buatan mereka.

Dan kau tahu?

Mereka melupakan bagaimana dunia menjadi sangat mengerikan tanpa adanya rasa belas kasihan.


Chapter 1

Aku bukan siapa-siapa di sini, bahkan tidak menjadi siapapun. Aku hanya pecundang tanpa senjata yang tidur di ruangan serba putih dengan satu alat penerangan di atas atap.

Aku tak ingat bagaimana aku bisa ada di sini dan bagaimana caranya aku tidur di sini, berakhir dengan pakaian putih dengan selang infus di nadi, tubuhku sangat hancur dan kelelahan, aku benar-benar remuk.

Aku bukan pembunuh, aku hanya membantu mereka, membantu para manusia agar peduli sesama dan menghargai hidup mereka. Aku menguji kesetian mereka dengan pisau indah di tanganku yang menyiratkan rasa paling dalam.

Tapi tetap saja.

Ketika aku membunuh 1 orang, 2 temannya akan lari meninggalkan orang yang kubunuh. Berlari terbirit-birit tanpa menolong sama sekali.

Mana yang disebut dengan teman sejati sekarang?

Aku masih di tempat ini, sejauh apapun aku menutup mata dan memejamkannya lagi, tetap saja aku tertidur di tempat ini. Aku berusaha menganggap ini semua adalah mimpi dan mencubit pipiku beberapa kali, mengigit bibir bagian bawahku hingga berdarah sangat banyak.

Sakit. Rasanya sakit dan ternyata ini memang benar-benar nyata.

Aku baru menyadari sesuatu, ada seseorang yang duduk di sana, di atas kursi goyang dekat jendela buat helaiannya tertiup angin. Aku melupakan satu hal, dia sudah berada di sana sejak aku tersadar, tapi dia tak berbicara padaku maupun memberikan isyarat.

Dia sangat rupawan. Pria awal 30 yang benar-benar baik, menurut asumsiku. Dia ada di sana, selama kurang lebih 3 jam. Dia bilang, dia sudah berada di sana selama aku tertidur dan aku juga baru sadar kalau aku benar-benar terluka.

Perutku mati rasa, benar-benar sakit. Ada perban di sana. Aku tidak ingat kalau aku pernah terluka atau mendapat luka tusukan yang dalam hingga harus di perban seperti ini. Kemudian dengan cekatan dia berkata, mengkonfirmasi jika aku ditusuk seseorang.

"Kau sudah bangun?" Sapanya begitu. Dia bertanya dengan lembut hingga aku merasa wajahku memanas sekarang.

"Kau tahu kau ada di mana sekarang?" Lanjutnya bertanya.

Aku mengeryit. "Akhirat?"

"Bukan.."

"Kau malaikat?"

"Bukan. Aku Nijimura Shuuzou.."

Aku terkesiap, lelaki itu berdiri, berjalan sedikit arogan dan duduk di pinggiran kasurku, ia menatapku dengan sekali serang, seolah ada takdir yang memusuhi di antara kita.

Tatapannya itu. Terlalu dingin.

"Yuzuru Li. Kau ingat, apa yang membawamu kemari?"

Ah, nama itu. Dia menyebutkan namaku dengan mudah. Mudah sekali. Tiba-tiba saja, aku teringat akan sosok yang sangat indah nan jelita. Ingat ibuku. Aku menjadi rindu dengan ibuku. Ibuku yang memberikan nama itu padaku.

Entah bagaimana aku merasa sangat tenang ketika orang itu Nijimura Shuuzou itu, menyebut namaku dengan sangat lembut walau terkesan samar, itu sama seperti saat ibu dan ayah memanggilku. Mirip.

"Lalu, di mana ini?

"Aku adalah seorang psikiater yang di utus oleh sesuatu yang tak boleh kau ketahui, aku punya keahlian yang di sebut psikoterapi.."

"Psiko.. apa?"

"Intinya kau sudah membunuh banyak orang. Dan aku akan menyembuhkanmu, Yuzuru."

Aku mengangkat bahu. "Aku tidak membunuh mereka, aku hanya membuat mereka agar peduli sesama..."

"Baiklah.." Ia memulai, tanpa menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Lantas ia bertindak,

mengusap pucuk kepalaku dengan segan, membuatku merona hebat.

Suara pintu terseret bersenandung lirih, Nijimura menghilang dari balik pintu sembari mengedipkan sebelah mata. Samar-samar dia berbisik-bisik dengan seseorang, aku tidak tahu dia siapa dan ada keperluan apa. Tapi, sepertinya itu orang penting.

Decitan sepatu oxford menyadarkan lamunan, bersamaan dengan itu pintu terbuka, menampilkan lelaki baru berwajah familiar.

Dia..

"Selamat pagi.."

MAYUZUMI CHIHIRO! I FOUND YOU!

"Chihiro, kenapa ada di sini?"

"Karena aku bekerja di sini dan dari mana nona tahu namaku?"

What? Apa yang dia katakan?

"Hell, jangan bercanda! Tentu saja aku tahu, hell! Kau ini temanku, Chihiro. Kau sering malak di jalanan dan aku membantumu.."

Chihiro mengeryit seolah menemukan kesalahan fatal dalam ucapanku. Tapi, beberapa detik setelah aku menjelaskan, ia mengangguk, menuliskan sesuatu dari sticky note dari dalam saku. Dia mendekat, menempelkan sticky note tadi di pakaianku.

Aku mengejanya. "Yuzuru Li, pasien gila nomor 6"

"Chihiro, aku tidak gila!" Aku setengah berteriak karena perutku masih sakit.

"Jangan teriak nona, lukamu akan terbuka lagi." Anehnya Chihiro memasang tampang datar dia tak pernah seaneh itu sebelumnya. Padahal, jika aku sedang marah dia akan meminta maaf dan bersujud di kakiku. Oke, ini aneh. Tapi dia teman yang taat.

Dia juga tidak pernah memanggilku nona dia selalu memanggilku Yuzuru seperti yang lainnya dan yang para budak-budakku katakan.

"Jika nona tidak gila, Nijimura-san tak mungkin menemuimu. Nona harus tahu itu, dia hanya menangani orang sakit sepertimu dan nona juga mati konyol."

Shock,

Dia berkata apa barusan? Aku sudah mati? Kapan?

"A-apa? Kenapa aku bisa mati?"

"Nona mati di tusuk garpu saat di restoran, apa nona lupa?"


Ditusuk garpu saat di restoran?

Ini gila!

Aku tak mungkin mati seperti itu dan jika aku mati seharusnya aku sudah di akhirat dan tidak PERNAH berakhir di tempat aneh ini. Bukankah seharusnya begitu? Orang-orang mati akan berakhir di akhirat atau alam kubur.

Tempat macam apa ini? Intitusi mental? Rumah sakit jiwa? Penjara?

Tapi, tempat ini terlalu bagus di sebut penjara. Pandanganku pada penjara selalu buruk, kecuali kalau aku seorang koruptor. Karena, aku bisa saja menikmati masa-masa indah di tahanan. Seperti selebritis.

Chihiro tak memberitahu tempat macam apa ini, meski aku bertanya berulang kali padanya. Dia cukup lihai menyembunyikan masalah dan dia jarang mengajakku bicara. Dia hanya menanyakan hal-hal sederhana yang bayi pun bisa menjawabnya.

Chihiro datang ke kamar di mana aku sedang terlelap, saat makan siang, malam, sarapan, juga memberiku beberapa buku dan games yang dapat kumainkan. Ia membantuku menyiapkan segalanya juga tentang menaik turunkan tirai.

"Apa selimutnya cukup hangat?"

"Hangat. Terima kasih, Chihiro.."

"Aku akan datang jika kau butuh, nona.."

Sebenarnya, Chihiro yang ada di tempat ini baik. Dia berbeda dengan Chihiro di duniaku sebelumnya, di duniaku yang satunya. Aku merasa, Chihiro yang ini seperti versi sempurna dari Chihiro yang di sana.

Soal Nijimura Shuuzou, dia menemuiku beberapa kali dan memeriksa apa aku sudah cukup waras untuk dia tanyai nanti. Dia berkata akan mulai melakukan sesi tanya saat aku sudah cukup waras.

Jadi, dia berpikir selama ini aku tidak waras, begitu? Abaikan itu, aku masih penasaran dengan tempat ini.

Sobekan di perutku sudah mendingan. Chihiro bilang aku di tusuk dan mendapat luka yang cukup serius, luka itu dalam dan lebar.

Tapi sekarang aku bisa berjalan mengelilingi tempat ini, walaupun harus sembunyi-bunyi. Chihiro akan tahu aku kabur dari kamar. Dia akan menyeretku seperti seorang ibu yang tak ingin anaknya membeli permen.

Jiu jitsu dan Aikido yang kugunakan untuk menyerang Chihiro tak mempan pada orang sialan ini, dia selalu menangkisnya dengan tepat, seakan dia tahu dimana titik kelemahanku.

Yang kemudian, Chihiro berkata. "Jiu Jitsumu payah, Akidomu berantakan. Nona, kau harus banyak belajar. Aku ini bukan sekedar perawat di tempat ini, dasar bodoh. Cepat kembali. Nijimura-san akan marah.."

Responku kala itu hanya mengangguk. Percuma aku melawan orang ini. Hanya membuatku malu saja. Para perawat di sana tidak membantu, mereka tertawa di balik keterkejutannya.

Tapi.

Kali ini, sudah kupastikan rencanaku akan berhasil, aku bisa keluar dari tempat aneh ini.

Berkeliling di koridor dengan tenang tanpa si kelabu itu maksudnya, aku juga ingin mencari tahu tentang tempat ini.

Mungkin aku dapat menemukan sesuatu. Mungkin saja..

Siapa yang tahu?


Tempat ini luas dan tamannya benar-benar menyenangkan. Di sana ada pancuran Cupid dan beberapa Krisan biru yang menghiasi rumput hijau, aku juga melihat mawar dan beberapa bunga yang tak ku ketahui namanya. Lucu sekali, aku merasa sangat tenang saat melihat bunga. Mengingat aku membenci hal girly yang menjijikan.

Ada beberapa orang mengenakan pakaian yang sama sepertiku, mereka terlihat banyak. Mereka juga di dampingi para perawat yang perhatian.

Saat aku mengamati di koridor, ada seseorang yang membuatku tertarik, dia duduk di kursi roda dekat kolam yang di atasnya ada jembatan.

Dia.

Aneh.

Mungkin terlalu aneh bagiku. Dia nampak tak waras, seperti pengidap autisme atau sesuatu yang lebih parah dari itu. Dia menjerit setiap 20 detik sekali, seakan akan di eksekusi, kemudian ia mencakar seluruh tubuhnya hingga si perawat hanya diam seakan sudah menjadi kebiasaan.

Tapi, diantara itu semua ada orang yang benar-benar tenang. Namun ekspresinya terlalu kosong, dari gerak-geriknya dia tak dapat berbicara. Aku tak tahu apa yang salah dari mereka dan tempat ini. Aku mulai tak yakin kalau aku bakal selamat jika aku terus diam tanpa melakukan sesuatu.

"...Yuzu"

"...ru"

"Yuzuru!"

Aku menoleh, terlalu lama melamun hingga aku tak sadar seseorang memanggilku dari kejauhan.

Merah muda dan cantik

Itu pasti Momoi Satsuki! Dia temanku, tapi dia tidak masuk dalam geng yang aku buat dengan Chihiro, ia ada dalam kelompok lain. Tapi kami saling dekat untuk beberapa hal. Ia sama nakalnya sepertiku. Tapi dia versi parahnya!

Dapat kulihat Satsuki berlari menghampiri, helaian merah mudanya menari-nari, seakan helaian itu sedang bahagia. Kemudian, aku menjadi heran bercampur penasaran. Sedang apa Satsuki di sini? Kenapa memakai baju yang sama sepertiku?

Apa dia...

"Satsuki, kenapa kau ada di sini?"

"Hhuu, aku juga heran kenapa aku bisa ada di sini. Saat aku bangun, aku sudah ada di kasur dan orang yang bernama Niji.."

"Nijimura..."

"Yup! Dia mengatakan kalau aku seharusnya ada di sini, agak aneh sih, karena aku tidak ingat apapun. Aku berkeliling sejak subuh, tapi, tidak menemukan apapun. Kemudian aku bertemu dengamu, kau sendiri?"

"Sejak kemarin aku di sini. Chihiro tidak mau memberitahuku apa-apa tentang ini, menyebalkan ya?"

Mata Satsuki membulat, seperti baru memenangkan undian mobil, ia mendekatkan wajahnya hingga hidung kami bersentuhan. Aku mundur beberapa langkah, menahan nafas, karena tubuhnya menebarkan aroma yang aneh.

"Chihiro, ada di sini?"

"Dia sudah di sini sejak lama. Tapi, sepertinya dia bukan My Chihiro.."

Satsuki menampilkan wajah sedih, ia menatapku datar. "Perawatku juga mengatakan hal aneh, dia bilang kalau aku." Ia mengambil jeda.

"Apa?"

"Kalau aku membunuh seseorang!"


Satsuki menangis sepanjang dia bercerita, dia bercerita kalau ia kehilangan ingatan sebelum dia kemari. Aku memaklumi itu, karena aku juga tak ingat apapun sebelum aku sampai berakhir ke tempat ini. Satsuki juga tak tahu tempat apa ini, dia terlihat lebih terguncang daripada aku.

Aroma di tubuhnya ternyata obat bius yang tumpah mengenai pakaiannya. Lengannya penuh dengan jarum suntik, aku tahu dia pecandu narkoba. Tapi, dia tak pernah separah ini.

Satsuki seperti benar-benar menderita, soal perawatnya itu, Aida Riko, ia memperlakukan Satsuki bak anak kelinci yang tak berdaya.

Satsuki di sini lebih lama dari aku dan hal-hal aneh mulai ia rasakan selama disini. Dia berkata bertemu dengan Ryouta, tapi Ryouta di pindahkan ke lantai 2. Akhirnya aku tahu, tempat ini mempunyai 4 lantai.

Saat cerita Satsuki mencapai klimaks, Chihiro muncul, wajahnya panik.

Sialan!

Dia menemukanku!

Tapi ada apa dengan wajahnya? Dia tak mau menatap Satsuki, ia juga berlagak seolah tidak kenal Satsuki, padahal mereka saling kenal. Di rasa tangan ini di raih oleh Chihiro, ia menarik lenganku dengan paksa, menginterupsi pertemanan ini. Chihiro bahkan tak peduli.

"Maaf ya, Momoi-san. Tapi, nona Yuzuru harus aku bawa. Karena ini PENTING.."

Detik berlalu dan aku berusaha menggapai Satsuki dari kejauhan. Yang tengah menangis dalam peraduan.


"Jangan kabur, Li..." Peringat Chihiro agak prihatin ketika kami menyusuri koridor.

Jujur saja, ini pertamakalinya dia memanggilku Li. Nama panggilanku.

"Jangan kabur lagi, orang tadi itu. Momoi itu berbahaya. Kau tahu, Li? Dia itu sudah membunuh orang."

Aku yang sedang marah langsung menghardik. "Sejak kapan Satsuki membunuh orang? Satsuki itu pecandu narkoba.."

Chihiro menghentikan langkah, memutar tubuh dengan cepat dan menatapku "Li, kalau boleh jujur. Satsuki itu mengalami halusinasi berlebihan dia gila, right?. Dia begini akibat kecanduan obat-obatan. Dia ada di sini karena membunuh seorang gadis, dia menganggap gadis itu adalah polisi yang akan menahan dirinya. Dan kebetulan orang itu adalah.."

Ada jeda, aku menunggu

"Kau, orang itu kau. Yuzuru Li, makanya aku memintamu untuk tak sembarangan berkeliaran."

"Kau tidak bohong 'kan?"

"Apa aku perlu memberimu bukti? Kau mati dan Satsuki yang membunuhmu, kau bisa menanyakan ini pada Ryouta.."


"Li, kau suka buah apa?"

"Aku mau pulang.."

"Tidak boleh.."

Chihiro mengambil 1 buah apel dari keranjang buah di sebelahku tanpa mempedulikan hal apa yang sedang aku keluhkan. Aku ingin bertemu Satsuki dan Ryouta. Tapi, Mayuzumi Chihiro tidak menyetujui ini dan menahan pergerakanku dengan sangat ketat. Ia tengah membuatkanku sesuatu, sebuah salad buah barangkali?

"Terima kasih, Chihiro..."

"Ya.."

"Aku bersyukur karena kau perawatku.."

Enak sekali, aku tak pernah memakan buah apel dan salad yang rasanya seperti ini. Mungkin karena aku sering membeli yang asal-asalan atau tak pernah memakai perasaan.

Rasa benda ini seperti buatan ibuku, hanya saja ibu sering menambahkan sayuran yang membuatku tak ingin memakannya. Jika wanita itu tak memaksa.

"Apa yang kau inginkan, Li?"

"Hm?"

"Kemarin kau kabur dan aku kesulitan mencarimu, kau sebenarnya ingin apa?"

"Aku ingin pulang."

Suara nafas lelah terdengar nyaring, aku yakin Chihiro kesal dengan pertanyaanku ini. Aku sudah mengatakan 'aku ingin pulang' sebanyak 50 kali dan Chihiro tak pernah menjawabnya.

"Jawab aku. Kenapa kau membunuh orang? Dulu saat aku bertemu denganmu di kamar ini, kau bilang kau pembunuh "

Aku terkekeh. "Aku tidak suka orang munafik dan sikap tak peduli. Aku membunuh mereka karena aku ingin tahu, apakah mereka akan membantu temannya yang sedang kubunuh atau kabur? Ternyata mereka kabur, orang-orang bodoh itu mulai menangis dan menyesal saat temannya sudah mati."

"Mydear, memang begitu seharusnya. Mereka kabur karena takut mati, mereka harus bertahan hidup."

"Jika mereka peduli pada teman yang sedang terancam. Setidaknya mereka menggertak atau menghalangi kematian, dengan begitu aku tak akan membunuhnya karena aku masih peduli."

"Li, kau ini pembunuh yang unik.."

Aku tersenyum, menyuapkan buah terakhir yang masih berada di sendok. Rasanya asam, buah ini sepertinya masih sangat muda.

"Chihiro, Kau sendiri sejak kapan ada di sini?"

Chihiro diam cukup lama, jeda yang menakjubkan bagiku. Aku melihat wajahnya sangat sedih dia berdiri di balik jendela dan membuat surai kelabunya nampak jingga akibat mentarin.

Mendadak aku ingat Ryouta.

"Hh, rahasia..."