Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, aku hanya pinjam saja.

.

.

Trouble maker 2

.

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

.

Trouble maker2 by author03

Uzumaki Naruto x Hinata Hyuga.

Romance\Drama

.

.

.

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 1

.

.

.

.

"Aku tahu!" teriak seorang gadis yang baru tersadar dari dunia khayalannya. Ia yang mengalihkan pandangannya ke samping, menatap seorang lelaki bersurai kuning yang juga membalas menatapnya.

"Neh, Naruto. Anak lelaki kita kelak akan bernama Boruto." ucapnya lantang tanpa menghiraukan tempat dan situasinya. Banyaknya pasang mata yang mulai menatapnya aneh dan terkejut. Bagaimana tidak. Gadis cantik itu tiba-tiba berteriak didalam kelas dengan pelajaran yang masih berlangsung. Dan apa ia bilang tadi? Anak? Hallo.. Kalian masih anak sma..

Sang guru yang hanya bisa menghela nafasnya dan kembali fokus pada pelajarannya begitu juga dengan murid lainnya.

"Hm.. Nama yang bagus." jawab lelaki yang dipanggil Naruto itu dengan senyum lembut dan lucunya.

"Tapi bagaimana jika anak kita perempuan, Hinata?" tanya Naruto yang membuat Hinata berpikir keras.

"Aku belum memikirkannya. Tapi aku ingin anak pertamaku laki-laki!" jawab Hinata dengan pipinya yang sudah membulat.

"Bagaimana jika kita membuat dua sekaligus? Hm..?" ucap Naruto menggoda yang membuat Hinata tersenyum lucu tapi.. Ayolah..

Apakah kalian berdua tidak menghiraukan apa yang tengah dirasakan murid-murid dan guru yang mendengar pembicaraan kalian itu?

"Hinata, Naruto. Sebaiknya kalian membicarakan hal itu lain waktu, ini adalah kelas." tegur sang guru tegas tapi sayangnya...

"Ayolah, Yamato-sensei, Kau mengatakan itu hanya karena kau tidak memiliki pacar maupun istri hingga saat ini, bukan? Ups.." jawab Hinata menusuk sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Ucapan yang cukup membuat semua murid diruangan itu menahan tawa mereka.

Mungkin Yamato sedikit menyesal kerena tidak medengar saran dari Kakashi. "Abaikan orang yang bernama Hinata dan Naruto, maka kau akan baik-baik saja."

.

Kedua manusia itu yang baru memasuki kelas 3sma 2bulan yang lalu dan sialnya Yamato lah yang terpilih sebagai wali kelas di kelas ini. Selama dua bulan ia yang terus bersabar dengan kedua manusia yang katanya adalah pasangan yang paling harmonis dan whatever di sekolah ini. Sepasang kekasih yang selalu membuat kepala Yamato seolah hampir copot dari tubuhnya. Jika saja bukan karena sang kepala sekolah Tsunade, ia sudah lama menendang kedua manusia itu keluar dari kelasnya, Itu pun jika ia bisa.

Kring... Bel pertanda istirahat yang tiba-tiba berbunyi yang membuat murid dikelas berhamburan keluar termaksud kedua manusia itu. Timing yang sangat pas untuk Yamato lolos dari jawaban mencekik itu.

.

.

.

.

Di lapangan, terlihat kedua pasangan yang tengah bergandeng mesra, membiarkan banyak nya siswa ataupun yang menatap iri. Bagaimana tidak, kedua manusia ini telah di cap sebagai pasangan paling harmonis, romantis dan yang lainnya di sekolah ini. Baru 4 bulan mereka pacaran. Hmm.. Mereka sangat lucu dan aneh. Entahlah bagaimana cara menjelaskannya.

.

.

.

.

.

Hinata yang mengehentikan langkah kakinya dan menghalang jalan sang lelaki yang berstatus pacarnya itu."Naruto? Hari minggu, bagaimana jika kita pergi jalan-jalan?" tanya Hinata dengan senyum manisnya sambil mengalungkan kedua tangannya ke leher Naruto.

Naruto yang melingkarkan kedua tangannya di pinggang Hinata dan menempelkan dahinya ke dahi Hinata.

Ayolah.. Apakah kalian tidak melihat banyaknya orang tengah melihat aksi kalian.

Ini memang bukan yang pertama kalinya terjadi tapi ini tetap saja membuat orang yang menyaksikannya merona.

"Baiklah." jawab Naruto yang membuat Hinata kembali tersenyum. Berada begini dekat dengan lelaki ini selalu membuatnya bahagia.

"Hmm..ehem.." batuk seorang wanita yang berhasil memisahkan kedua manusia itu.

"Ah.. Hinata, Naruto. Kebetulan sekali melihat kalian disini." Ucap wanita itu dengan senyumnya.

"Ada perlu apa ibu kepsek?" tanya Hinata sambil menekankan kata kepsek.

"Tidak, hanya ingin bertanya. Apakah kau menyukai kolam renang baru mu? Aku mendekornya khusus untukmu, aku bahkan hanya membuat satu ruangan bilas." Ucap kepala sekolah yang bernama Tsunade itu. Sebenarnya kolam renang itu hanya suapan agar Hinata tidak jadi pindah sekolah.. Hahaha.

"Jangan berbasa-basi." ucap Hinata malas. Ia bisa menduga apa yang mungkin diinginkan wanita ini.

"Baiklah Hinata, aku akan langsung ke intinya. Besok, kita akan kedatangan dua murid baru. Jadi bisakah aku memintamu agar kau tidak membuat mereka ingin keluar dari sekolah ini? Ah.. Tidak banyak yang aku pinta, cukup abaikan mereka. Ok?" jelas wanita itu dengan senyumnya. Oh ayolah.. Dua bulan lalu, Hinata dengan sengaja membuat dua orang yang berprestasi keluar dari sekolah ini. Dan bulan lalu ia berhasil membuat seseorang yang juga berprestasi keluar dari sekolah ini. Jadi untuk kedua orang ini, bisakah jika Hinata tidak menggangu mereka?

"Aku berjanji." jawab Hinata dengan senyum manisnya. Meskipun terlihat mengerikan tapi Hinata tidak akan mengikari janji nya. Hm.. Mungkin.

"aku percaya padamu." ucap Tsunade yang kemudian melangkah pergi. Ini lebih mudah daripada yang ia bayangkan. Jika saja ia tahu, ia akan lebih awal mengatakannya.

"Ini akan menyenangkan." ucap Hinata sambil meloncat kecil dan menatap Naruto yang masih setia menatapnya.

"Hinata, menurutku sebaiknya kali ini kau harus mendengarkan Kata-kata Tsunade." saran Naruto.

"Oh.. Naruto ku sayang. Bukankah aku sudah berjanji? Tenang saja aku tidak akan melakukan apapun. Aku tidak pernah berbohong bukan?" ucap Hinata dengan wajah super cutenya. Tapi jika di ingat-ingat lagi, Hinata memang hampir tidak pernah berbohong.

"Kau benar." jawab Naruto singkat.

.

Kepercayaan, adalah suatu hal yang sangat penting dalam suatu hubungan. Sesuatu yang sangat dimiliki oleh Hinata. Ia yang mempercayai Naruto 1000persen. Ia tidak pernah cemburu sedikitpun pada Naruto yang berada di dekat para gadis dan bukannya Naruto tidak percaya pada Hinata tapi yahh.. Dia memang selalu cemburu pada Hinata didekat lelaki lain tapi bagaimanapun Naruto sangat mempercayai Hinata.

.

.

"Apakah kalian tidak bosan terus berpacaran disekolah?" ucap seorang lelaki berambut perak seolah menyindir ketika dirinya berdiri di sebelah Hinata.

"Ah, Toneri. Kau mengagetkanku." ucap Hinata terkejut.

"Apakah kau tidak bosan terus mengatakan hal yang sama?" tanya Naruto tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.

"Hinata, apakah nanti kau mau main ke rumahku? Ibuku merindukan mu." ucap Toneri pada Hinata dengan senyum manisnya yang membuat Naruto melototinya.

"Ah! Dia sudah seperti ibuku sendiri. haha. Apakah dia sudah tidak marah soal aku yang hampir membakar habis dapurnya kemarin? Hahaha." tanya Hinata yang membuat Toneri tertawa kaku.

"Haha. Aku sudah memperbaiki dapurnya yang setengah gosong itu. Lagipula kau tak sengaja." jawab Toneri jujur. Tapi kalau boleh jujur ibunya hampir terkena serangan jantung kerena Hinata yang membuat gosong setengah dapur nya itu. Bagaimana bisa Hinata dengan santai nya bersorak 'bagus' 'keren', ketika api yang terus membesar dan membakar dapurnya itu. Tapi bagaimanapun Hinata sungguh tak sengaja membuat api itu. Ia hanya menghidupkan kompor dan ia yang lupa meletakkan kuali di atas kompor itu dan juga tak sengaja ia menuangkan minyak ke kompor yang ternyata belum di letak kuali itu dan akhirnya.. Bamm.. Yah.. Begitulah ceritanya.

.

.

"Kalau begit~."

"Tidak. Hinata akan main kerumah ku nanti siang." sela Naruto yang membuat Toneri menatapnya sinis.

Toneri hanyalah sahabat Baik Hinata tapi kalau boleh jujur ia masih mencintai Hinata. Selama ini ia selalu di dekat Hinata, menemaninya dan selalu bersamanya. Tentunya juga ia selalu mendapatkan tatapan cemburu dari Naruto tapi mereka hanya sahabat bukan? So. Not problem.

.

"Tidak tidak, aku lupa hari ini aku harus mengerjakan semua kerjaanku di toko. ayahku mengancam akan menahan atm dan mobilku jika aku kabur lagi. Aku harus bertangung jawab pada toko ku itu." ucap Hinata berat hati.

Saat ini ia bertanggung jawab atas toko fashion. Menjual tas, baju, sepatu dan hal lainnya dan tentu barang yang bermerek dan mahal. Toko dengan ukuran besar dan hanya bisa dimasuki oleh orang-orang kaya. Sebenarnya Hinata yang awalnya hanya berniat memiliki toko ini karena suka tapi pada akhirnya ia menjadi malas untuk mengerjakannya. sang ayah sangat murka kerena Hinata yang selalu plin-plan dalam setiap hal. Bukan hanya sekali tapi sudah untuk sekian kalinya, itu sebabnya ia mengancam Hinata, berharap agar Hinata bisa bertanggung jawab pada hal apapun. Ayah Hinata memang selalu memanjakan Hinata, jadi Hinata yang tidak bertanggung jawab termaksud salahnya juga.

"Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu." ucap Toneri dengan senyumnya yang kemudian langsung melangkah pergi.

"Aaeem.. Dia masih saja tampan." ucap Hinata dengan senyum lebarnya sambil menatap Naruto yang terlihat kesal.

"Hm." desis Naruto singkat tanpa menatap Hinata.

"Apakah kau cemburu?" tanya Hinata basa-basi. Terlihat jelas jika Naruto cemburu. Hanya sedikit cemburu. Lagi pula ini bukan pertama kalinya ia berdekatan dengan Toneri.

"Tidak." jawab Naruto singkat.

"Auuchh.. Pacarku ini cemburu. Oouu.. Imut sekali." ucap Hinata yang tak dihiraukan oleh Naruto.

"Ne Naruto. Apakah kau tak percaya padaku? Aku tak akan meninggalkanmu. Aku bahkan tak pernah cemburu ketika kau didekat gadis lain." Ucap Hinata yang membuat Naruto melototinya.

"Itu karena aku tak pernah didekat gadis lain selain dirimu." jawab Naruto yang membuat Hinata tertawa singkat. Sejujurnya itu benar. Mana ada gadis yang berani mendekat ke Naruto yang masih berstatus sebagai pacar Hinata. Naruto juga selalu tidak menghiraukan semua gadis yang berusaha mendekatinya. Selalu bersikap seolah gadis yang berusaha mendekatinya tidak ada.

.

"Haha.. Naruto ku sayang. Apakah kau masih cemburu?" tanya Hinata cemburut dan Naruto tidak menjawab.

"Baiklah, kalau begitu aku akan meninggalkanmu dan pergi bersama Toneri. Bye." ucap Hinata yang langsung berlari menjauhi Naruto tapi Naruto langsung mengejarnya.

.

"Kyahhhhhh.. Hahaha.." Hinata yang berteriak ketika Naruto berhasil menangkapnya.

Hinata yang langsung memeluk erat Naruto dengan pipinya yang menempel di dada bidang Naruto. "Kau akan selalu percaya padaku bukan?" tanya Hinata manja.

"Tentu saja." jawab Naruto yang membuat Hinata kembali tersenyum lebar. Hinata yang semakin mempererat pelukannya begitu juga dengan Naruto. Membiarkan banyaknya murid yang menyaksikan, menatap mereka iri dan berharap. Seandainya saja aku memiliki pasangan seperti itu. Mereka romantis sekali dan bla bla bla..

.

.

.

.

.

.

"Argghhh..!" teriak Hinara frustasi sambil mengacak kertas-kertas yang lebih tepat disebut berkas di atas mejanya. Membiarkan berkas-berkas itu berserakan ke lantai. Ia yang menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan menghela nafasnya. Mengapa tumpukan kertas ini masih banyak. Seolah tidak bergerak sedikitpun padahal Hinata telah mengerjakannya selama dua jam.

"Aaargghh... Aku bosan!" teriak Hinata kuat.

Seorang wanita yang langsung memasuki ruangan Hinata dan menghampirinya."ada apa Hinata-sama?" tanya wanita itu khawatir.

"Mei, aku bilang cukup panggil aku Hinata!" marah Hinata yang sudah memang kesal kerena berkas-berkas tadi.

"Baiklah, Hinata." jawab Mei cepat. Sebaiknya ia menurut kerena Hinata terlihat memang sedang marah. Ia sungguh tidak ingin jika Hinata membakar berkas-berkas itu yang telah ia siapkan susah-payah itu.

Mei adalah seketaris pribadi Hinata, biasanya ia yang selalu mengerjakan semua tugas Hinata sebelum ayah Hinata mengetahuinya. Menurut mei mengerjakan berkas itu tidak sulit, hanya membacanya dan menandatanganinya. Tapi mengapa begitu sulit untuk Hinata? Apakah ia bosan karena terus membaca? Jika boleh jujur satu berkas itu memang memiliki banyak halaman. Tapi jika dipikir lagi, Hinata bermaksud bertanggung jawab karena mau membacanya dan tidak asal menandatanganinya bukan?

"Tolong." ucap Hinata ketika ia sudah lebih tenang.

"Baiklah." jawab Mei yang langsung mengampiri berkas-berkas yang berserakan dilantai dan kembali mengumpulkannya menjadi satu tumpukan dan meletakkannya di atas meja Hinata.

Jika saja bukan karena kamera sialan di pojokan ruangan, Hinata pasti sudah menyuruh Mei mengerjakannya.

"Kalau begitu saya permisi." pamit Mei yang kemudian melangkah keluar meninggalkan Hinata yang kembali menghela nafasnya dan sibuk dengan berkas di mejanya.

Kringgg... Ponsel Hinata yang tiba-tiba berbunyi tak lama setelah Mei keluar, yang membuat Hinata memukul kuat mejanya itu. Siapa orang sialan yang berani mengagetkannya.

Hinata yang melirik sejenak ponsel di laci mejanya yang sedikit terbuka dan akhirnya menekan tombol angkat. "Halo, ayahku sayang." sapa Hinata lembut, menahan mati-matian amarahnya itu.

"Hinata, aku melihatmu." suara dari seberang sana yang lebih dari mampu membuat Hinata melunak. Ayah nya pasti mengawasinya dari kamera cctv sedari tadi.

Rencana B.

"Hiks.. Hiks.. Ayah. Berkas ini sangat banyak. Dia membuat mataku sakit. Hiks.." tangis Hinata tanpa air mata. Berharap ayahnya akan berbaik hati padanya.

"aku telah memintamu mengerjakannya dari awal tapi kau terus menundanya. Sekarang inilah yang kau dapatkan." jawab ayah Hinata yang bernama Hiashi itu. Jujur jika ia tak tega pada anaknya itu. Seharusnya dari awal ia memang tak pernah memanjakan Hinata.

"Hiks.. Hiks... Ayah.. Hiks.." panggil Hinata lembut dan baiklah, itu cukup membuat Hiashi kembali melunak.

"Baiklah, baiklah. Kau boleh mengerjakannya lain kali." ucap Hiashi yang membuat senyuman lebar di bibir Hinata.

"Terima kasih ayahku sayang, aku berjanji akan mengerjakannya secepatnya." Ucap Hinata yang langsung mengakhiri telepon itu.

.

"Berkas sialan." marah Hinata pada tumpukan berkas di mejanya yang kemudian melangkah keluar dari ruangannya itu.

.

.

.

.

Matahari yang kembali meninggi, jam yang telah menunjukkan jam 07.49. Disebuah gedung yang mulai dipenuhi oleh orang-orang berseragam sekolah. Kantin, kelas, perpustakan yang sudah dipenuhi para murid. Tapi mengapa hari ini di dekat gerbang masuk juga dipenuhi para murid?

.

Hinata dan Naruto yang terus menatap aneh tumpukan orang di dekat gerbang sekolah itu. Tampan? Cantik? Boneka? Itu terus yang Hinata dengar.

"Naruto, ayo kita kesana." ajak Hinata yang langsung dibalas anggukan oleh Naruto.

Mereka yang langsung menghampiri sekumpulan murid itu dan sedetik kemudian sekumpulan murid itu pun terbelah menjadi dua, membuat jalan agar si adik kesayangan sekolah sma Konoha ini bisa lewat.

Naruto dan Hinata yang menghentikan langkahnya ketika mereka melihat dua manusia berambut merah itu dengan jarak yang tak terlalu dekat dan jauh.

"Aku kira apa yang mereka lihat." ucap Naruto pada Hinata disebelahnya tapi mengapa Hinata tak ada disebelahnya.

"Kyaahh..! Kau sungguh seperti boneka. Kau tampan sekali. Ah! Kau sungguh mirip anak bayi." Hinata yang telah memeluk gemes lelaki berambut merah itu dan terkadang melirik ke arah gadis berambut merah di sebelahnya yang menatap kosong ke depan.

...

Naruto yang langsung melangkah dengan angkuh mendekati Hinata. Satu tangannya yang menarik pelan lengan Hinata agar Hinata menjauh dari lelaki baby face itu.

"Hinata, ayo pergi." ucap Naruto sambil menarik Hinata menjauh dari sana dan Hinata hanya menurut.

Naruto yang menarik pergi Hinata kembali melewati sekumpulan murid yang masih terbelah itu. Sekumpulan murid yang menyaksikan hanya terdiam, tidak tahu ingin mengatakan apa soal ini. Tapi mereka yakin jika kedua manusia ini tidak akan bertengkar. Mereka memang tidak pernah bertengkar selama mereka berpacaran.

.

.

"Naruto, lepaskan." pinta Hinata dan Naruto langsung melepaskannya. Posisi mereka yang kini telah menjauh dari kerumunan itu.

"Kau cemburu lagi." Ucap Hinata yang langsung di jawab tidak oleh Naruto.

"Hinata, aku tidak cemburu tapi kau tidak boleh asal memeluk lelaki yang kau tidak kenal." ucap Naruto jujur, ia memang tidak cemburu tapi Hinata yang asal memeluk lelaki itu keterlaluan.

"Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi." jawab Hinata dengan senyumnya.

"Hm. Baiklah." balas Naruto singkat.

"Sekarang mari kita ke kelas. Entah mengapa aku merasa gadis berambut merah itu akan mencari masalah denganku." ucap Hinata yang kemudian langsung berlari menuju kelas dan diikuti oleh Naruto.

.

.

.

Semua murid yang sudah terduduk pada tempatnya, menunggu sang guru yang akan masuk dan mengajar.

.

Beberapa menit kemudian Yamato pun masuk diikuti oleh dua manusia yang membuat kehebohan di gerbang sekolah tadi.

"Hari ini kita kedatangan murid baru. Perkenalkan diri kalian." ucap Yamato yang dibalas anggukan oleh dua orang itu.

"Aku Sasori." ucap lelaki baby face itu

"Karin." ucap gadis berambut merah itu.

Kelas yang seketika heboh. Bagaimana tidak, wajah babyface yang memukau itu dan wajah cantik gadis itu meskipun terlihat sombong. Oh my.. Bagaimana bisa ada lelaki begitu tampan, mungkin cantik?

Mata Hinata yang terfokus penuh pada wajah babyface itu sedangkan mata Naruto yang menatap kosong kedepan. Tak perduli dengan kedua manusia itu. Tapi mengapa gadis yang bernama Karin itu menatap Hinata begitu? Seolah terkejut melihat Hinata disana?

"Dibelakang ada dua kursi kosong, duduklah disana." pinta Yamato sambil menunjuk dua bangku kosong di sebelah Naruto.

Sasori yang mendudukkan dirinya di bangku di sebelah Naruto dan Karin malah menghampiri Hinata?

"Apa?" tanya Hinata yang merasa terganggu dengan makhluk satu ini.

"Sensei, apakah boleh gadis ini pindah kesana? Aku merasa lebih nyaman duduk disini." pinta Karin lembut dengan senyumnya.

Tidak ada jawaban..

"Dia tidak akan berani mengatakan iya." ucap Hinata menyeringai sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ternyata firasat Hinata benar jika gadis ini akan mencari masalah dengannya. Ia merasa kenal dengan gadis ini tapi siapa dia?

Karin yang terdiam. Ia bahkan belum memulai perangnya tapi ia sudah mati duluan. Apa?

.

"Kau boleh duduk disini jika kau mau. Anggap saja aku kasihan padamu." ucap Hinata tak perduli sambil berdiri dan memapah pergi renselnya menuju bangku kosong di sebelah lelaki baby face tadi.

Hinata yang kembali menatap wajah tampan itu tanpa menghiraukan orang lain yang turut menatapnya.

Karin yang akhirnya mendudukan dirinya dan menatap kosong kedepan, ia yang ingin mencari masalah dengan gadis itu malah ialah yang dipermalukan. Ia benar-benar sial.

.

.

"Hei, mengapa kau bisa begini tampan?" tanya Hinata yang masih fokus pada wajah tampan itu tanpa memperdulikan pelajaran yang sudah berlangsung.

"Ah, namaku Hinata." ucap Hinata memperkenalkan diri yang di belas sebuah senyuman oleh Sasori.

"Sasori." ucapnya singkat.

"Bisakah kau tidak tersenyum seperti itu? Kau melelehkan hati ku." Ucap Hinata merona yang membuat Sasori tertawa pelan. Ia benar-benar sungguh tampan.

"Kau sangat lucu." ucap Sasori dengan senyumnya.

"Tapi wajahmu lebih lucu dari ku. Ka~."

Ucapan Tsunade yang tiba-tiba melintas di otak Hinata.

"Ah! Aku tidak boleh menggangunya." pikir Hinata yang kemudian menyandarkan dirinya ke sandaran kursi.

.

.

.

.

Bel pertanda pulang yang baru saja berbunyi, kelas yang sudah kosong kerena pada murid telah berhamburan keluar, hanya menyisihkan dua orang manusia.

Seorang gadis yang memapah tasnya dan menghampiri lelaki bersurai kuning yang baru saja selesai dengan buku-bukunya.

"Naruto, mengapa aku merasa seperti mengenal gadis bernama Karin itu?" tanya Hinata aneh.

"Aku tidak tahu." jawab Naruto apa adanya. Tentu saja ia tidak tahu. Ia tak kenal dengan gadis itu dan ia tak perduli.

"Kalau begitu mari kita pulang." Hinata yang langsung mengandeng tangan Naruto dan melangkah pergi.

.

.

.

.

.

"Aku bahkan belum melakukan apapun tapi ia telah berhasil mempermalukan ku!" marah seorang gadis berambut merah pada seorang lelaki berambut merah yang terduduk di sebelahnya yang masih fokus menyetir mobil hitamnya.

"Kau tidak mencari informasi apapun tentang nya dan tiba-tiba kau menyerangnya. Itu salahmu." jawab lelaki yang ternyata Sasori

"Aku tak menduga akan bertemu dengannya disekolah ini. Aku hanya terkejut melihatnya kerena setelah sekian lama tak bertemu dengannya. Ia bahkan sudah lupa padaku." ucap Karin.

"Waktu di gerbang tadi ia memelukku, apakah kau tak melihatnya?" tanya Sasori yang dibalas gelengan kepala oleh Karin.

"Ternyata dia adalah gadis yang selalu kau bicarakan. Dia cantik dan sangat manis, ia juga lucu. Setelah melihatnya aku jadi ragu pada ceritamu." ucap Sasori dengan senyum lembutnya.

"Jangan bilang kau menyukainya?" tanya Karin curiga. Yang benar saja ia suka pada Hinata dalam sekali lihat. Tidak mungkin bukan?

"Tidak. Aku hanya mengatakan jika ia cantik dan lucu. Tenang saja aku akan selalu membantumu." jawab Sasori.

"Kau sungguh sahabatku yang paling baik." ucap Karin dengan senyumnya.

"Aku akan mencari tahu tentangnya terlebih dulu."

.

.

.

.

To be continue..

.

.

.

Tinggal kan review.. Next or no?

Hmm.. Aku lagi malas mau tulis panjang lebar.. Jadi tunggu next chapter aja de.

Nih.. Sedikit cerita. Dulu si Karin dan Hinata adalah ... Terus ... Jadi ... Si Karin orang ... Dan hinata ya begitu lah.. Jadi mari kita lihat siapa yang bersalah dalam kasus ini.

Moga kalian suka fic ini.. Maaf jika ada yang salah..

Bye..bye..