Mafia's Complex

Uchiha Sasuke x Haruno Sakura

Crime, Drama, AU

Rate : M (for save)

Naruto © Masashi Kishimoto

I do not take any profit from this story

.

.

.

.

Collab with Dian Hanamizuki

.

.

.

.

Story begin..

Seorang pemuda bersurai nanas menyeringai kecil. Sesekali memainkan jemarinya di touch pad yang tersedia pada Macbook Apple di hadapan. Tak lama ia meregangkan otot-otot tangannya. Memperdengarkan bunyi gemelatuk yang sudah sering kita dengar secara awam.

"Show time," bisiknya seraya memakai headset microphone wireless di telinga sebelah kiri, sementara bagian hitam kecil mic ia arahkan langsung di depan bibirnya.

Beberapa detik berlalu seringai tak juga surut. Seolah kesenangan terbesar yang ia nantikan telah hadir dalam hidupnya saat ini juga. Membuka kotak plastik bening yang ia dapat dari sisi kanan Macbook, ia mengeluarkan benda persegi kecil berwarna hitam dengan pelat kuningan di sisi lainnya-sebuah memory micro SD.

Tanpa perlu waktu lama ia meraih cardreader, memasang micro SD tersebut dengan hati-hati. Setelah berhasil menyambungkannya dengan Macbook, jemarinya kembali menari lincah pada touch pad, membuka program windows explorer di mana memori yang sebelumnya dimasukkan ke operation system berada. Setelah mengklik nama removable disk, jari telunjuknya mulai menggerakkan kursor membuka folder software buatannya.

Iris tajam itu memutar sejenak sebelum melanjutkan kembali kesenangan. Menatap layar datar di hadapannya, membuka kembali system yang beberapa saat lalu ia tekuni. Meneliti apakah ada kejanggalan yang mungkin ia temui jika diakses atau justru sebaliknya. Ia kembali mempertontonkan seringai tajam.

"Apa yang sedang kaulakukan?" suara berat khas pria berdengung dari microphone wireless yang ia pakai.

Ia tak lantas menjawab melainkan makin memperluas area seringaiannya. "Hanya sedikit bermain dengan virus buatanku."

"Apa? Kau gila? Akan terlalu lama menggunakan hal semacam itu, 'kan?"

Suara di seberang tak lantas membuat pria beriris obsidian menghentikan seringai. "Kau belum mendengar penjelasanku, Tuan," pria itu mendengar desahan nafas kasar tercipta dari microphone wirelessnya. Mengambil pasokan udara, ia mulai menjelaskan, "Aku mengemas virus ini sedetail mungkin. Kau tenang saja, virus ini tak dapat menyebar kemana-mana kecuali pada software induk yang kubuat. Apa kau mengerti?"

"Baiklah. Cepat selesaikan bagianmu agar aku bisa segera beristirahat."

Pria bersurai nanas kembali menyeringai. Jemarinya yang tadi beristirahat sejenak kembali menekan-nekan touch pad. Matanya bahkan tak beralih dari layar Macbook sedikitpun. Dan hanya dengan sekali sentuhan, virus buatan tangannya sendiri mengacaukan seluruh sistem operasi komputer dan CCTV gedung pusat Haruno Corporation. Secara otomatis pula staff yang bertugas jaga malam di kantor mendadak ricuh. Kepanikan jelas terasa di sana. Pria itu kembali menyeringai.

.

.

.

Lamborghini Reventon warna silver membelah jalanan yang hari ini nampak lebih padat di banding biasanya. Berkelak-kelok tak sabaran menyalip pengganggu yang nampak di depan mata. Haruno Sakura, wanita bersurai pink yang juga merupakan sang pengemudi mobil sport sesekali memijit dahinya. Mata yang selalu indah hari ini nampak lelah dengan kantung menghias di sana.

Tidurnya semalam benar-benar tidak nyenyak-beberapa kali bahkan ia harus terbangun. Banyaknya panggilan penting juga laporan mengenai kekacauan kantor membuat istirahatnya tersita. Tadi malam sekitar pukul dua belas lebih tiga puluh tujuh menit sistem keamanan perusahaannya mendadak tak berfungsi sama sekali. Padahal menurut laporan staff yang masih berjaga, tak ada seorang pun penyusup yang berada di tempat pengendalian sistem. Ia menghela napas kasar.

Sesekali tangan putihnya menekan klakson. Ia bahkan tak peduli berapa angka yang tercetak di spedometer mobilnya. Sungguh, sejak ayahnya pensiun hingga sekarang-hampir dua tahun-baru kali ini sistem keamanan kantornya tak bisa dikendalikan. Ahli yang susah-susah ia sewa pun nampaknya belum juga mampu menangani. Apa benar kerusakannya separah itu? Sakura mengumpat pelan.

Dering telepon menghentikan ocehan ambigunya. Menggeser tanda hijau, segera ia menyelipkan kepala headset di telinga kirinya.

"Saham perusahaan kembali mengalami penurunan, Nona Haruno," kakinya menekan tuas rem kuat-kuat hingga menimbulkan decitan nyaring. Reventonnya berhenti tepat dua belas sentimeter dari garis lampu merah. Jantungnya berdegub kencang. Kemarin malam sistem keamanan, sekarang penurunan saham? Apa ini lelucon?

"Apa?" suaranya menggema cukup kencang. Ia mendengus.

"Maaf. Tapi menurut daftar saham yang dirilis hari ini Haruno Corporation berada di urutan ke tujuh."

Lagi-lagi Sakura memijit pelipisnya. Ia bisa mendengar seorang di seberang telepon menghela napas. Mustahil. Satu kata yang terus berputar di otak Sakura. Bagaimana bisa saham perusahaannya menurun drastis hanya dalam kurun waktu kurang dari dua puluh empat jam? Semula Haruno Corporation berada pada jajaran nomor tiga teratas, lalu hari ini? Apa yang telah terjadi?

"Ini gawat...," akhirnya Sakura kembali bersuara setelah menyenderkan tubuh. Reventon silvernya kembali melesat dengan kecepatan konstan, tak terlalu ugal-ugalan. "Apa kau sudah memeriksa semua kemungkinan terburuk penyebab saham kita menurun, Sai-san?"

"Ada dua perusahaan bermasalah yang bekerja sama dengan Haruno Corporation, dan kabar buruknya perusahan kita merupakan penyuntik dana terbesar bagi mereka." Sai, pria di seberang, lagi-lagi menghela napas. "Saya meminta maaf, Nona."

Bola mata Sakura memutar cepat. Bagaimana bisa ia kecolongan sampai sejauh ini? Ia mendengus gusar. "Kita bahas masalah ini besok. Hubungi seluruh jajaran direksi, kita akan mengadakan rapat."

Sakura memilih menyerah dengan segera menggeser tanda merah. Menarik headset di telinga, kemudian tangannya yang bebas memijit pelan pelipis yang terasa berkedut. Ia mengerjapkan mata agak pahit. Mungkin efek semalaman gagal melelapkan diri.

.

.

.

Pagi kembali bersambut dengan sinar raja hari yang entah mengapa hari ini terasa sangat cerah, hal ini mampu membuat Haruno Sakura meringis miris. Menjumpai pagi adalah hal terburuk yang ia rasakan dalam sepekan. Ingin sekali rasanya ia mengutuk matahari agar tak terbit lagi. Alasannya agar pundaknya tak lagi dijatuhi beban kantor yang sangat sialan itu. Sakura mendengus pelan mengacak surai pinknya.

Meneguk air putih yang tersedia di nakas, ia betah berlama-lama dalam posisi duduknya. Denting piano terngiang dari ponsel pintar. Sebuah panggilan untuk kesekian kalinya mengacaukan putri semata wayang keluarga Haruno ini. Sakura menggerutu, namun pada akhirnya memilih menggeser tombol hijau. Segera ia mendekatkan ponselnya ke telinga kanan.

"Apa?" serunya terdengar tidak suka.

"Seluruh jajaran direksi sudah berkumpul dan meminta Nona untuk segera datang," suara anggun wanita terdengar dari seberang.

Sakura memutar bola mata jengah. Ia melupakan fakta bahwa rapat direksi tengah menunggu. "Jam berapa sekarang?"

"Pukul delapan tepat, Nona." Refleks ia segera memutar kepala ke arah benda persegi yang tertempel di samping pintu kamarnya. Memastikan ucapan resepsionist kantornya bukan sebuah kebohongan. "Katakan aku akan datang tiga puluh menit lagi," Sakura berkata ringan pada sang resepsionist.

Ada jeda selama beberapa saat sebelum akhirnya Sakura kembali membuka suara. "Apa ada masalah lagi?" Ia menggigiti bibirnya sendiri. Jantungnya bahkan bertalu sangat keras saat melontarkan pertanyaan tersebut. Sungguh, rasanya ia ingin mati saja jika tenggorokan sang resepsionist mengeluarkan kata 'ya'.

"Ehm. Begini, Nona," sang resepsionist terdengar menelan saliva. "Beberapa saat lalu Staff Accounting menemui Kepala HRD memberitahu jika inflasi perusahaan membengkak," resepsionist tersebut berkata dengan nada amat rendah. Layaknya seorang kekasih yang sangat hati-hati ketika mengucapkan kata putus.

Deruan napas panjang lolos dari tenggorokan Sakura. Benar sudah hipotesis yang terjalin di otaknya. Rasanya dia ingin mati sekarang juga!

"Baiklah." Sakura merasa bodoh sendiri akan ucapannya. Masalah sebesar ini, ia hanya menanggapinya dengan kata-kata pasrah? Sungguh bukan style seorang Haruno Sakura. Menarik ponsel dari telinga, ia melemparnya begitu saja ke kasur. Mendesah panjang ikut menjatuhkan diri.

.

.

.

Lima belas menit kemudian Sakura sudah siap dengan penampilannya. Seraya mengecek kembali isi tas, ia segera melenggang hendak membuka pintu. Saat pintu kamarnya terbuka, Sakura berjengit efek keterkejutannya. Di hadapannya Sabaku Ino berdiri dengan sesungging senyum tipis.

Dahinya sempat berkerut memikirkan beberapa opsi terkait kunjungan wanita di hadapannya. Untuk apa sekretarisnya repot-repot mendatangi kediamannya sepagi ini?

"Maaf mengganggu waktu Anda, Nona Sakura," sapa Ino membungkukkan badan.

"Ada Apa? Apa kau datang untuk memberitahu masalah baru lagi?" Sakura membalas sedikit sewot. Ia bahkan memutar matanya.

Alih-alih menjawab, Ino justru menyodorkan sebuah stopmap merah. Serta merta dahi Sakura kembali mengerut melihat stopmap tersodor ke arahnya. "Apa ini?" sedikit ragu Sakura menyambut sodoran stopmap tersebut. Dari sudut mata, ia melirik curiga wanita di hadapannya.

"Saya membawakan materi yang telah nona rancang bulan lalu untuk tahap aanwijzing di Bangkok sore nanti. Nona tentu tidak lupa jika kita harus memenangkan tender bukan? Ini adalah tender terbesar karena mencakup wilayah global dan tentunya merupakan kesempatan emas juga untuk menyelamatkan perusahaan," Ino berkata dengan semangat menggebu. Senyuman hangat tercipta dari bibir wanita yang memiliki kemiripan wajah dengan barbie ini.

Sakura mengangguk paham. Dengan stabilo kasat mata, ia menggaris bawahi kata-kata Ino sungguh-sungguh. Rasanya memang akan terlihat semakin payah jika ia terus merasa tertekan dan terpuruk. Padahal kenyataannya ada kesempatan emas di depan mata untuk menyelesaikan seluruh permasalahan perusahaannya. Dia ingin berjuang. Setidaknya inilah harapan satu-satunya yang bisa ia andalkan sekarang.

"Ya. Mari hidupkan kembali kejayaan Haruno Corporation" ujarnya dengan senyum tulus.

.

.

.

Pria bertampang lesu membenarkan letak topi kebanggaan. Sesekali mengangguk menanggapi penjelasan yang sejujurnya tak pernah ia dengarkan serius. Langkahnya terus beradu dengan lantai, mengikuti jejak salah satu staff Haruno Corporation yang akan menunjukkan ruang khusus tempat pengendalian sistem keamanan perusahaan berada.

Kepalanya tak henti memutar ke kanan dan ke kiri. Memastikan letak kamera CCTV pada setiap lantai yang ia lalui.

"Jadi tuan Shibasaki...," staff bername tag Namikaze Naruto menghentikan langkah. Menengok arah ahli teknisi yang sedari tadi mengekor di belakangnya. "Ini adalah ruang di mana sistem keamanan perusahaan kami berada."

Pria yang kita ketahui bernama Shibasaki mengangguk pelan. Melengkungkan segaris tipis senyum di bibirnya.

"Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan bantuan. Saya permisi," ucap Naruto setelah menyerahkan kartu barcode ke tangan Shibasaki.

Pria itu menyeringai setelah Naruto menghilang di belokan. Ia merasakan saku celananya bergetar beberapa kali. Setelah menscan barcode yang tertera di ujung kartu, secara otomatis pintu besi ruang rahasia itu terbuka. 'Benar-benar sistem pengamanan yang terlampau kuno,' gumamnya menginjakkan kaki ke dalam ruangan.

Matanya tertumbuk pada sebuah Macbook yang menyala di tengah-tengah ruang. Juga monitor yang menampilkan rekaman CCTV di setiap sudut kantor. Seringaiannya kembali melebar setelah membaca pesan singkat yang ia dapat beberapa saat lalu.

CCTV di kantor ini memiliki rangkaian paralel. Dan kau beruntung hari ini semua pegawai sibuk dengan refisi laporan keuangan serta rapat divisi. Kau bisa memberi pancingan umpan pada Naruto di saat yang kaubutuhkan. Dia bukan seorang yang berbahaya - Mr.S

"Tak kusangka pekerjaanku akan semudah ini," ia menyamankan diri dengan duduk menyandar sofa. Ransel yang sedari tadi ia tenteng sudah berpindah tepat di sebelah kanannya. Shibasaki memejamkan mata sejenak memikirkan banyaknya skenario yang akan ia jalankan.

Larut dalam aktivitasnya, Shibasaki bahkan hampir melupakan seorang yang akan berkunjung ke ruangannya beberapa menit ke depan. Matanya terbuka, menampilkan iris yang kini kembali mengitari ruangan. Ia segera menyambar Macbook, mengecek ulang hal-hal mencurigakan yang mungkin memperlambat aksinya nanti. Shibasaki menyeringai tajam.

Tepat lima menit terhitung sejak Shibasaki menghitung, salah seorang staff lain datang dengan nampan berisi kopi di tangannya. Staff itu tersenyum menyodorkan kopi yang masih mengepul. Membungkuk singkat hendak kembali. Sebelum ia benar-benar pergi, Shibasaki menginterupsi.

"Bisakah kau membantuku?" Shibasaki berujar tenang. "Aku tidak tahu di mana ruang Tuan Namikaze Naruto berada."

Staff tersebut mengangguk paham. Mengarahkan jempolnya ke pintu, ia berkata "Mari saya tunjukkan."

Dan tentu saja seringai Shibasaki kembali menghias tanpa sepengetahuan siapa pun.

.

.

.

Shibasaki segera mempercepat langkahnya ke arah lift. Seringai yang sedari tadi muncul nampaknya enggan surut. Ia memuji kecerdasan otaknya yang memilih menggunakan opsi menguntungkan di banding mengendap-endap seperti maling. Setidaknya menyamar menjadi seorang teknisi justru membuat pekerjaannya lebih mudah, 'kan?

Jari telunjuknya menekan tombol bertuliskan LG-Lower Ground. Merogoh kotak kecil di saku celana, ia menengadah kepalanya menatap CCTV yang terpasang di salah satu sudut lift.

"Waktunya beraksi sobat kecil," desisnya pelan. Dengan gerakan ringan, Shibasaki mengarahkan tendangan dengan kaki kirinya, tujuannya untuk menumpu pada lift. Tak berselang kaki kanannya ikut memijak pada sisi lain yang lebih tinggi. Melakukannya secara bersilang begitu seterusnya hingga pijakan terakhir.

Mengeluarkan benda warna hitam dengan lensa kecil di tengahnya, ia lantas menempelkannya dengan CCTV. Secara otomatis cahaya merah dan bunyi beep yang menandakan kamera kecil tersebut berfungsi mampu ia tangkap. Shibasaki menjatuhkan tubuhnya hingga kembali memijak lantai. Kamera yang baru saja ia tanam telah menyatu sepenuhnya.

Pintu lift berdenting tepat setelah Shibasaki menormalkan pernapasan. Ia melangkah pasti memulai misi menanamkan kawan-kawan kecilnya di setiap CCTV yang akan ia jumpai. Ia memasukkan kedua tangannya di saku celana.

.

.

.

Wanita beriris emerald itu sedikit menggerakkan kepalanya, menyapu pemandangan di kanan dan kirinya dengan khidmat. Hampir tak ada yang bicara. Di ruangan dengan perpaduan kursi empuk juga suhu AC yang pas untuk takaran manusia tropis, seharusnya terasa sangat nyaman bukan? Anehnya, orang-orang di samping kanan dan kirinya nampak sama. Belasan manusia duduk tegak dalam keheningan, ketegangan, seolah sedang menunggu vonis mati yang tidak pasti.

Mereka akan berperang. Memamerkan seberapa kuat diri mereka untuk menjadi pemimpin dunia saham yang tervisualisasi dalam secarik kertas berisi untaian kalimat mengalun dahsyat. Tentu tujuannya menarik mangsa untuk memperkokoh kedudukan.

Sakura menyentuh pipinya yang mulai mendingin. Ia tidak boleh gugup atau sebagainya. Kemampuan berbicaranya untuk mengeluarkan kata-kata rayuan sangat meningkat dibandingkan tahun lalu, jadi seharusnya tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan. Pun dengan hatinya yang sudah sangat yakin jika salah satu dari belasan manusia di sekitarnya pasti ada yang tergiur akan ucapannya nanti. Ia membuang napas mengatasi rasa gugup yang sedikit melanda.

"Tahap aanwijzing saya buka dari sekarang. Dan orang pertama yang saya persilahkan adalah Mrs. Sakura Haruno." Mr. Arrash mengedarkan arah pandangnya pada peserta tender, mencari sosok yang namanya tadi ia sebutkan.

Sedangkan wanita yang merasa namanya disebut mendadak jantungnya berdebar. Tentu saja Sakura merasa gugup, walaupun sudah berpuluh kali dihadapkan dalam situasi seperti ini, tapi ini adalah kali pertama dirinya berhadapan dengan para peserta tender dunia. Yang tentunya mereka semua memiliki perusahaan dengan label 'Bonafide'.

Sakura memanjatkan doanya dalam hati. Sekali lagi menghela napas, menggeret kursinya sedikit ke belakang, memberi spasi untuk ia berdiri. "Terima kasih sudah mempercayakan saya menjadi orang pertama untuk berbicara dalam tahap ini. Sebelumnya perkenalkan nama saya Sakura Haruno, Presiden Direktur dari Haruno Corporation," senyuman hangat mengiringi Sakura untuk tahap perkenalannya. Ia lantas ikut mengulas lengkung kecil.

"Proyek yang akan saya tangani dan ungguli di sini adalah resort. Perusahaan kami terkenal dengan proyek resort besar yang selalu sukses. Resort yang kami bangun sudah tersebar di berbagai negara. Contohnya Myanmar, China, Jepang, Indonesia, dan Singapura," Sakura menjeda sesaat ucapannya untuk membuka file yang tersimpan dalam Macbook putih pribadinya.

Iris emeraldnya dengan cermat memperhatikan file managernya. Mencari-cari dokumen powerpoint tentang materi tendernya yang sudah dibuat bulan lalu. Emerald indahnya akhirnya bertemu dengan file yang ia cari. Sakura tersenyum lega. Dengan gerakan ringan, jarinya mengetuk dua kali file tersebut.

Sesuatu di luar dugaan Sakura terjadi. File yang sudah ia klik tidak bisa terbaca. Yang ada justru layar macbooknya menampilkan kotak dialog dengan tanda silang berwarna merah. Your file has been corrupted, eja Sakura membelalakkan dua manik emerald kembarnya.

Tanpa sadar wajah porselen memucat. Jantungnya berdebar semakin keras. Bola matanya mulai bergerak tak tenang. Tidak mungkin file ini rusak, 'kan? Beberapa menit lalu bahkan Sakura masih bisa mengaksesnya.

Ia menghela napas kasar. Mustahil jika Sakura menjelaskan tanpa bukti dokumen tersebut. Yang ada nanti dirinya akan dicap sebagai seorang pembual dan penebar janji. Dan jika seperti ini akhirnya, kemungkinan sembilan puluh sembilan persen dirinya akan didiskualifikasi dari tender. Ini benar-benar tidak masuk akal!

"Ada yang salah, Mrs. Sakura?"

Sakura bahkan tak menyadari dirinya sudah terlalu lama dalam kebisuan. Teguran dari Mr. Arrash sukses membuat jantungnya semakin berdebar. Sesaat Sakura mengalihkan atensinya untuk menatap sang moderator.

"Sa-saya minta maaf. Saya pikir, filenya telah rusak. Filenya tidak dapat dibuka, jadi saya belum bisa menunjukkan dokumennya," dengan perasaan teramat malu dan takut, iris Sakura memberanikan diri membalas tatapan lawan-lawannya yang terasa begitu mengintimidasi.

"Saya benar-benar meminta maaf," Sakura mengulangi permintaan maafnya. "Ini sungguh di luar dugaan. Apa yang harus saya lakukan?"

Mr. Arrash menarik napas berat. Kecelakaan seperti ini sudah sering ia hadapi dan lagi-lagi ia hanya memperhatikan dengan miris ketika peserta tendernya terpaksa mundur. Ia merasa seolah-olah telah merenggut bintang impian seseorang. Tapi memang beginilah peraturannya. Permainan bisnis terkadang sangat kejam.

"Sesuai peraturan yang telah saya jabarkan sebelumnya, Anda terpaksa mundur dan gagal dalam tender ini," Mr. Arrash memberikan tatapan kecewa pada Sakura.

.

.

.

Pria dengan kacamata hitam memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana. "Sesuai dengan yang kukatakan, file yang kaumaksud sudah berhasil kulenyapkan sesaat sebelum moderator memanggil Haruno Sakura presentasi."

Ia berjalan pelan ke arah jendela. Menilik pemandangan Tokyo malam hari yang tercetak dari lantai apartmentnya. Pria itu bisa mendengar suara tawa renyah menguar dari seberang panggilannya. "Bagus. Tak sia-sia aku menyewamu, Nara Shikamaru."

To Be Continued..

Note :

Aanwijzing : penjelasan dari proyek tender kepada para peserta tender sebelum para peserta tersebut mengajukan pertanyaan.

A/N: *tiupin debu*

Haloo long time no kunjung2 ke sini yampun. Gak ngelanjutin What If malah bawa FF baru tp tenang aja What If pasti dilanjut kok tp memang slow progress ya ada yg suka dgn cerita ini? Cerita ini juga kupublish di wordpress pribadiku tp dgn cast BTS. Hihi.

RnR-nya ya Minna ^^