Sasuke menghela napas lelah, kemudian mendudukkan dirinya di salah satu sofa ruang tamu keluarga Haruno. Pikirannya kembali berputar dan terpusat pada perkataan Sakura saat di mobil. Mantan pacar. Kana, sungguh? Kenapa dia tidak pernah memberitahu Sasuke sebelumnya? Mereka memang rival, tapi mereka dekat, sama seperti ia dengan Naruto sekarang. Sebelum akhirnya Kana pindah saat memasuki sekolah Menengah Atas, dan sekarang kembali ke Konoha.
Juga yang ia tahu, Kana adalah pemuda yang baik, pintar dalam berbagai bidang, dan juga tentu saja tampan. Oleh karena itu Sasuke merasa Kana adalah orang yang tepat untuk ia jadikan seorang rival.
Tapi kenapa, Sakura terlihat sangat takut bahwa ia akan kembali berteman dengan Kana? Kenapa... gadis itu seolah menghindari Kana? Emeraldnya bergetar takut sekaligus benci saat Kana mendekati mereka berdua di pesta.
Sasuke melepas dasi serta jasnya, meletakkannya di samping kiri, dan kembali berpikir. Sekarang, yang harus ia lakukan hanyalah mengetahui kebenarannya. Alasan kenapa Sakura menyuruhnya menjauhi Kana, siapa di sini yang benar, dan siapa yang bersalah.
Otaknya serasa akan pecah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Mask?
[Chapter 7: I'm here ]
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dunianya sebelum bertemu dengan Sasuke sangatlah suram, balapan liar sudah seperti rutinitas rutinnya, minuman keras seperti santapan favoritenya, mendatangi klub malam seperti olahraga malamnya. Sebelum bertemu dengan Sasuke. Sakura mendesah pelan, kenapa ia tidak pernah berpikir dan membayangkan ini sebelumnya? Yang ia pikirkan saat itu hanyalah, itu semua menyenangkan, seperti yang Kana ajarkan padanya.
Kesenangan,
Rasa puas akan kemenangan,
Merasakan kebebasan.
Oh benarkah?
Sakura berdiri, ia hanya mengenakan tank top merah muda pucat dan hotpants putih sebagai baju tidurnya. Beruntung saat memasuki dunia gelap itu, Sakura masih pintar untuk tidak membiarkan seseorang pun menembus kesuciannya, ia hanya merasa belum siap, ia tahu Ino atau bahkan Karin pernah melakukan making love bersama teman lelaki mereka masing-masing. Tapi ia merasa tidak yakin jika harus melakukan yang lebih dari sekedar ciuman.
Lagi, ia mendesah lelah, entahlah, setelah bertemu dengan Kana suasana hatinya menjadi sedikit resah. Apa yang salah? Kana adalah pemuda yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati, sebelum akhirnya pemuda itu memilih pindah meninggalkan Konoha, dan memutuskan hubungan mereka, karena Kana berpikir bahwa memiliki hubungan jarak jauh bukanlah pilihan yang tepat, pemuda itu masih labil. Namun saat ini yang ada dihatinya hanyalah satu nama, Sasuke.
Pemuda itu luar biasa baik, tidak seperti Kana yang baik pada pertemuan pertama dan selanjutnya membawa Sakura menuju jalan yang salah. Ia bahkan menyadari itu, dan bodohnya mengiyakan. Katakanlah saat itu Sakura masih sangat labil, dan itu benar. Berbeda dengan pengawal tampannya, Sasuke sangat polos, dan niat pemuda itu untuk melindunginya adalah sungguh-sungguh.
Sakura beralih menatap ke arah luar jendela kamarnya, beberapa tetesan air langit mulai menempel di sana, gerimis mulai datang dan akan beralih menjadi hujan besar. Ia melangkah menuju keluar kamarnya, menuju kamar Sasuke. Tanpa sadar ia tersenyum misterius, mencoba sesuatu dengan pengawalnya saat hujan, mungkin tidak buruk?
Ia masuk tanpa mengetuk pintu, hanya membuka sedikit daun pintu kamar Sasuke dan masuk melalui celah yang tubuhnya memungkinkan untuk lewat. Sakura tertawa kecil dalam hati saat mendengar suara shower dari dalam kamar mandi menyala, ia yakin Sasuke berada di dalam sana. Jadi yang Sakura lakukan saat ini hanyalah duduk di atas ranjang pengawalnya. Jari jemari tangannya bermain di atas seprei biru gelap tersebut, lembut, dan juga mengeluarkan harum maskulin khas pemuda.
Pintu kamar mandi terbuka, dan menampilkan Sasuke yang hanya dibalut selembar handuk putih yang melingkar di pinggangnya, membiarkan dada dengan bentuk yang sempurnanya telanjang dan, oh jangan lupakan tetesan air yang keluar melalui ujung rambutnya.
Sial, Sakura lupa bahwa Sasuke bisa menjadi sangat panas dalam momen-momen tertentu. Ia menelan ludah gugup, dan mencoba tersenyum seperti biasa.
Sasuke menutup pintu kamar mandi dan berbalik. Ia nyaris meloncat dari tempatnya saat melihat gadis merah muda duduk di atas ranjang, menatap ke arahnya dengan tatapan... memuja? "Oh astaga! Bisakah kau memberitahuku jika sedang di sini? Dan apa yang kau lakukan huh?"
"Aku? Hanya berkunjung." jawab Sakura santai, mengabaikan fakta bahwa Sasuke kini mendekat ke arahnya. "Apa? Jangan menatapku seperti itu."
"Jarang-jarang kau masuk ke sini jika tidak dalam keadaan darurat." Sasuke menggidikkan bahunya acuh, kemudian membuka lemari pakaiannya. Mengambil sepotong pakaian berupa celana kain panjang berwarna hijau tua dan kaos hitam. "Ada apa? Apa ini tentang Kana?"
"Hmm.. tidak? Aku hanya ingin bilang, bahwa malam ini aku tidur di sini."
Oniksnya melotot sempurna. "Tunggu, apa? Tidak, Sakura—maksudku, Nona, kau punya kamar sendiri, kembali ke kamarmu."
"Aku ingin tidur di sini." balas Sakura. Oh Sasuke bahkan nyaris melupakan fakta bahwa nona mudanya adalah tipikal orang yang keras kepala. "Ya, Sasuke? Ayolah satu malam saja. Di luar hujan."
Sasuke ingin sekali berkata ya, tetapi hatinya berkata tidak. Ia menghela napas, kemudian menundukkan tubuh bagian atasnya. "Kau yakin tidur bersamaku? Aku ini lelaki normal, jika halnya kau lupa." ucapnya setengah berbisik, jangan lupakan juga tubuhnya yang telanjang sempurna di balik handuk putih tipisnya. "Dan kenapa kau tidak memakai piama tidurmu?"
Sakura lagi-lagi menelan ludah gugup. Tatapan pengawalnya kini berubah seolah menjadi tatapan pemangsa buas yang menemukan santapannya. "Uh... aku memang lebih senang seperti ini saat tidur." Emeraldnya berputar, mencari objek menarik yang bisa ia lihat selain dari dada bidang Sasuke yang sedari tadi menggodanya. Baru kali ini Sakura merasa bahwa Sasuke sangat mengintimidasinya, sangat, dan ini membuat detak jantungnya berdegup kencang.
Shit! Bagaimana bisa pemuda polos seperti Sasuke terasa sangat panas seperti ini? Sadarlah Sakura!
"Oh." jawab Sasuke acuh, ia kembali menegakkan punggungnya dan sekilas ia dapat melihat dengan jelas bahwa Sakura menghela napas lega, entah karena apa. Beralih menatap potongan pakaiannya, kemudian pada gadis yang masih setia dalam posisi duduknya. Baiklah, dimana sekarang ia harus pakai baju? "Err... Sakura."
"Hm?" Pipi pemuda itu sedikit merona malu, dan Sakura menyadarinya. Ia kembali membuka suara saat Sasuke hendak berbalik dan kembali memasuki kamar mandi. "Pakai di sini saja, Sasuke."
"Apa?" Sasuke melotot, baiklah gadis itu mulai gila. "Kau gila?! Maksudku, aku tidak bisa!" Tentu saja, berpakaian di hadapan seorang gadis adalah hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Terlebih, Sakura. Tho stupid! batin Sasuke.
"Aku tidak akan mengintip." Sakura mengacungkan kedua jari tangannya ke udara. "Sungguh."
Ia mendengus keras saat melihat Sakura memejamkan kedua matanya sungguh-sungguh. Baiklah, apa ia bisa percaya? Bagaimana jika tiba-tiba Sakura membuka kedua matanya? Sial! Kenapa ini membuatnya berdebar seolah melakukan lari maraton?! "Terserahlah!"
Sakura tertawa kecil, dapat ia dengar Sasuke menggerutu di depannya. Dan instingnya berkata bahwa Sasuke saat ini tengah membalikkan badan, ia membuka sedikit matanya, dan melihat Sasuke berdiri membelakanginya kemudian mulai membuka handuk pertahanannya. Tanpa sadar Sakura ikut menahan napas. Sampai akhirnya handuk Sasuke terlepas sepenuhnya dan jatuh sempurna di atas lantai. Ia terengah, Sasuke mempunyai bentuk pantat yang bagus.
Nice ass.
Kulit pemuda itu seputih susu, mulus tanpa cacat sedikit pun, punggungnya terlihat kuat dengan beberapa otot lengan atas yang terbentuk indah. Pinggulnya ramping, dan juga tanpa bulu kaki? Wow.
Berlanjut, pemuda itu memakai celana dalamnya, dan mungkin masih tidak menyadari bahwa gadis di belakangnya sedang menatapnya dengan tatapan lapar. Tepat saat Sasuke selesai memakai celananya dan beralih pada kaos hitamnya, Sakura kembali bersuara dan sontak membuat ia menoleh ke belakang, mendapati Sakura masih setia menutup kedua matanya, itu bagus.
"Jangan pakai atasan, ingat, topless."
Sasuke mengernyitkan dahinya bingung, darimana Sakura tahu bahwa ia akan memakai kaosnya? Ah ia merasakan hal buruk di sini. "Kau mengintip?"
"Yeah, dan yang kulihat di sini hanyalah kegelapan." jawab Sakura diiringi dengusan napas. "Apa sudah selesai? Aku akan membuka mata."
Pemuda tampan itu kembali menghadap Sakura yang kini membuka mata, dan tersenyum riang padanya, apa yang menyenangkan di sini sebenarnya? Seperti yang Sakura inginkan, ia tidak memakai atasan. Entahlah. Jika Sakura yang meminta, rasanya mustahil untuk ia bisa menolaknya. "Puas huh?" Sasuke mencibir, sedangkan Sakura tertawa kecil.
Sakura menggeser duduknya menjadi lebih ke tengah ranjang, dan menepuk bagian depannya untuk Sasuke duduk di sana. "Ada yang ingin aku bicarakan padamu."
Dugaannya benar, Sakura tidak mungkin mendatanginya jika tidak dalam keadaan darurat. Sasuke bergerak menaiki ranjang, dan duduk bersila di hadapan Sakura. "Katakan saja."
"Apa kau percaya padaku?"
Alisnya mengkerut bingung, apa ini? Kenapa suasananya berubah menjadi seserius ini? Ditambah dengan ekspresi yang Sakura perlihatkan sepertinya bukanlah ekspresi yang dibuat-buat. "Ya, tentu saja." jawabnya yakin. "Kenapa kau seperti baru saja mengenalku?"
Sakura menggigit bibir bagian bawahnya tanpa sadar. Dan itu tak luput dari pandangan Sasuke saat ini, Sakura ketakutan akan suatu hal, dan ia menyadarinya, tapi cara Sakura menggigit bibir tadi itu secara tidak langsung membuatnya terengah pelan. Sial Sasuke, kesampingkan hormon sialanmu itu sekarang!
"Ini... tentang Kana." lanjut Sakura pelan. Ia menatap tepat ke dalam kedua oniks tersebut. "Kupikir, karena kau pengawalku, sudah seharusnya aku memberitahumu tentang ini. Tapi, aku tidak yakin karena mengingat bahwa kau adalah temannya."
"Aku mendengarkanmu." jawab Sasuke serius.
Ia sedikit mengambil napas kemudian membuangnya. "Jika aku bilang, bahwa Kana adalah orang yang memperkenalkanku pada balapan liar, klub malam, bahkan minuman keras. Apa kau percaya?"
Keadaan hening seketika.
Sasuke terdiam, cukup lama, dan itu membuat Sakura nyaris menggeram frustasi. Tentu saja Sasuke tidak percaya, ia mengenal Kana, meski lebih banyak hanya di lingkungan Sekolah, selebihnya ia tidak tahu bagaimana Kana. Tapi mereka berteman baik sejak Sekolah Menengah Pertama, mustahil Kana adalah orang seperti yang Sakura ucapkan. Tapi, entah kenapa rasanya berat untuk berpikir bahwa Sakura saat ini sedang mengada-ngada. Ekspresi gadis itu terlampau takut, juga cemas. Apakah ia bisa mempercayai ucapan Sakura yang notebenya adalah seorang Lady dengan sejuta topeng andalannya? Bisakah?
"Kau tidak mempercayaiku." Sakura mendesah pelan. "Tidak masalah, aku hanya ingin bilang itu saja. Terserah kau mempercayaiku atau tidak, tapi ada satu hal yang perlu kau ketahui Sasuke." Ia ingin sekali berteriak dan berkata bahwa Kana sebenarnya berbahaya, tapi itu tidak mungkin ia lakukan. Sasuke adalah temannya, teman Kana, ia cukup sadar bahwa yang ia katakan hanya akan menjadi omong kosong bagi Sasuke. "Don't judge a book by its cover."
Sasuke membatu. Benar. Apa yang Sakura katakan adalah benar. Ada beberapa orang yang memiliki penampilan baik namun buruk di dalamnya, ada pula sebaliknya. Gadis itu hanya tersenyum tipis, kedua emerald indah itu terpusat tepat ke arahnya, membuat Sasuke tanpa sadar menelan ludah kasar.
"Baiklah, hanya itu yang ingin ku katakan. Sekarang, bisakah kita tidur?" tanya Sakura seraya mengambil satu bantal dan menempatkan kepalanya di sana. Mengabaikan Sasuke yang masih duduk dengan ekspresi tegang. Tidak mau mempersulit keadaan, Sakura tidur menyamping dengan menghadap ke arah Sasuke. "Hei ayo tidur." ucapnya.
Sasuke mengerjap perlahan, kemudian mengusap wajahnya yang terasa kaku. Ia melihat Sakura masih menatapnya dengan tatapan yang mungkin memiliki seribu arti. Ia tidur menyamping, sehingga membuatnya berhadapan dengan Sakura. Posisi ini, entah mengapa membuat tubuhnya panas, meski pun hujan di luar sana sedang mengamuk. "Sakura."
Gadis yang mulai menutup matanya itu menjawab pelan. "Hm?"
"Biarkan aku pakai baju, ya? Kau tahu, aku kedinginan."
Sakura sontak tertawa, dan membuka mata. Ia lupa bahwa di luar sedang hujan, dan pasti Sasuke merasakan udara dingin menusuk tubuh bagian atasnya dengan sangat. "Mmm tidak." Ia merapatkan tubuhnya pada Sasuke, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang pemuda itu, kemudian membawa salah satu tangan Sasuke untuk melingkar di pinggangnya. Sedangkan tangannya melingkar pada perut pemuda itu. "Merasa lebih baik?"
Oh sial, tidak tidak tidak. Ia berharap Sakura tidak mendengar detak jantungnya yang tidak terkendali. Sasuke mendengus sebagai peralihan rasa gugupnya, posisi seperti ini, apa ia yakin bisa tidur nyenyak malam ini? Jawabannya adalah tidak. "Hanya jangan terlalu banyak bergerak, oke?"
Sakura terkekeh pelan ketika merasakan Sasuke menariknya untuk semakin merapat, tangan pemuda itu berada di pinggangnya, memeluknya posesif. Ia tentu tahu apa yang dimaksud oleh Sasuke, pemuda itu merasa tegang di bawah sana, terbukti sesuatu yang keras bergesekan dengan perutnya. Namun, itu justru membuatnya semakin penasaran dan ingin lebih menggoda Sasuke. Sakura sedikit merenggangkan pelukannya dan mensejajarkan wajahnya dengan wajah Sasuke, sedetik kemudian, sebuah kecupan singkat ia berikan dan sukses membuat Sasuke melotot sempurna.
"Sebuah ciuman selamat tidur." Sakura terkekeh kecil, dan kembali memposisikan dirinya di dalam rengkuhan hangat si bungsu Uchiha. "Well, good night."
Dan terakhir yang ia dengar adalah sebuah geraman rendah Sasuke.
Oh ia berharap bahwa hubungannya dengan Sasuke akan terus seperti ini. Meski tanpa status hubungan yang jelas. Berdoa saja.
.
.
.
.
.
Sasuke menggeram dalam tidurnya saat merasakan sesuatu yang menggelitik area wajahnya. Perlahan, ia membuka mata dan sukses terbelalak ketika melihat sosok gadis merah muda yang tertidur di sampingnya. Sasuke bangkit, terduduk di atas ranjang dengan perasaan campur aduk. Jadi, mereka semalam sungguh-sungguh tidur bersama? Di atas ranjang yang sama? Sial, ia kira itu mimpi.
Sakura masih tertidur dengan posisi menyamping seperti tadi malam. Hanya saja ekspresi polos gadis itu sekarang membuat Sasuke tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya ke atas, tersenyum manis. Gadis itu terlihat sangat polos saat sedang tertidur. Sasuke kembali menempatkan diri di samping Sakura, menahan kepalanya dengan tangan yang bertumpu pada siku, memperhatikan raut wajah nona mudanya yang terlihat tidak terganggu karena gerak tubuhnya.
Cantik.
Ia menyelipkan helaian rambut merah muda tersebut yang menghalangi pandangannya ke belakang telinga Sakura. Bulu mata yang panjang, pipi yang merona tanpa polesan blush-on, hidung mancung mungilnya, lalu... bibir yang setengah terbuka itu. Sial, kenapa harus ke sana. Sasuke menelan ludah kasar. Bibir Sakura berwarna merah muda alami, dan sedikit tebal pada bagian bawah, membuatnya memiliki bentuk yang sangat menggoda untuk dilumat. Ia bahkan nyaris tidak percaya bahwa ia pernah merasakan bibir itu beberapa waktu ke belakang.
Sakura bergumam dalam tidurnya, membuat Sasuke membatu karena kaget, terlebih saat mendengar Sakura menyebutkan suku kata namanya.
"Sasuke.."
Benarkah? Kenapa? Apa yang Sakura mimpikan tentang dirinya? Kenapa ini membuatnya merasa sangat bahagia? Sakura memimpikannya. Hei itu terdengar sangat mustahil.
Ia bangkit dari posisinya, dan berdiri, mengamati lekukan tubuh nona mudanya dalam diam. Sakura tetap indah seperti pertama kali ia jatuh cinta padanya, tetap, dan akan selalu seperti itu. Sasuke tersenyum tipis, dan menyambar handuk, melangkah menuju kamar mandi. Hari ini adalah hari libur, sehingga ia tidak perlu terlalu terburu-buru seperti hari-hari biasanya.
.
.
.
.
.
Pemuda itu menghisap rokok yang berada di antara celah bibirnya keras-keras, kemudian menghembuskan kepulan asap tersebut ke udara. "Jadi begitu..." ucapnya nyaris seperti bisikan kecil. Kana, pemuda berambut pirang keemasan itu mendecih sesaat, sebelum akhirnya kembali menghisap rokok. "Sejak kapan?"
"Sudah cukup lama, seingatku." jawab Yahiko acuh. "Tapi kurasa, Sakura dan Sasuke tidak memiliki hubungan lebih dari sebatas pengawal dan nonanya. Kenapa kau tidak tanyakan langsung pada Sakura?"
"Entahlah." Kana mengacak surai pirangnya gemas, membuang rokoknya ke bawah dan menginjaknya dengan sepatu yang ia kenakan hingga hancur. "Aku mengenal Sasuke, dia teman baikku sejak SMP. Ternyata istilah bahwa dunia itu sempit memang terbukti adanya."
Yahiko tertawa main-main. "Yeah, mungkin."
"Tapi, kenapa harus Sakura? Aku bisa melihat tatapan Sakura padanya, itu cinta! Hei Yahiko, apa menurutmu Sakura menyukainya? Aku tidak bisa terima jika itu benar." Kana menggeram rendah, kemudian meneguk minuman dalam gelasnya hingga tandas. "Aku gila, haruskah ku singkirkan Sasuke demi mendapatkannya kembali?"
"Dia pemuda yang baik, jika dibandingkan denganmu." ucap Yahiko sungguh-sungguh, membuat Kana mendecih sebal. "Kurasa Sakura sudah saatnya berhenti main-main dalam hal ini, dia sudah cukup merasa kehilangan saat kepindahanmu, dan kepergian kakaknya. Dan Sasuke adalah orang yang tepat. "
Kana ikut terdiam, karena apa yang dikatakan Yahiko adalah benar. Ia merasa bodoh karena meninggalkan Sakura dan memutuskan hubungan mereka secara sepihak, ia sangat bodoh, membiarkan Sakura kembali merasa kehilangan setelah kematian kakaknya, Sasori. Sisi buruknya muncul saat itu, dan Kana nekat membawa Sakura ke dalamnya. Mengajarkan segala sesuatu hal yang baginya menyenangkan pada Sakura, dan menyebabkan gadis itu memiliki sisi buruk seperti saat ini.
Niat awalnya hanya untuk membantu Sakura melupakan kematian tragis yang kakaknya alami saat itu. Sasori mati karena diterbukti sengaja melompat ke tengah jalan raya, yang mana di depannya melaju sebuah truk pengangkut kayu. Pria itu mati di tempat kejadian. Membuat batin gadis itu terpukul seketika, dan Kana ingat bagaimana terpukulnya Sakura saat itu. Saat itulah, ia datang, dan mengenalkan Sakura pada segala kesenangannya.
Kana sadar, bahwa apa yang ia lakukan itu adalah salah. Namun ia merasa lebih baik jika melihat Sakura tersenyum dibandingkan melihat kesedihan pada kedua emerald tersebut.
"Yahiko."
Yahiko yang semula sibuk dengan beberapa model motor dalam majalah, menoleh ke arah Kana yang sepertinya sedang menerawang jauh dalam pikirannya. "Hm?"
"Menurutmu, apa membuat sebuah permainan kecil dengan Sasuke, adalah hal yang menarik?" tanya Kana, seraya menyeringai misterius. Membuat wajah tampannya kini sedikit menakutkan bagi sebagian orang, tapi tidak bagi Yahiko.
"Apa maksudmu?"
Kana menoleh, dan menatap Yahiko dengan berbagai macam arti. "Kau akan tahu itu nanti."
.
.
.
.
.
Sasuke tersenyum geli, dengan kedua oniksnya yang sedari tadi hanya terfokus pada si merah muda yang tengah sibuk dengan tepung, mentega, telur, serta bahan-bahan lainnya. Sakura berniat membuat sebuah kue untuk kedatangan kedua orang tuanya hari ini, dan tentu saja itu adalah usul dari Sasuke—yang setengah memaksa sebenarnya. Karena dari apa yang ia lihat, Sakura mempunyai hubungan yang cukup renggang dengan mereka, orang tuanya sendiri.
"Eh, ah Nona, itu terlalu banyak."
"Tadi kau bilang dua sendok 'kan?"
"Dua sendok makan, Nona. Bukan sendok sup..."
Keningnya berkedut kesal. Sakura sontak berbalik badan, dan menatap garang Sasuke yang balik tersenyum menggoda padanya. Dasar pengawal kurang ajar. Ia mendengus dan kembali terfokus pada bahan-bahan di hadapannya. Baiklah, jika Sasuke memintanya untuk membuat kue, maka ia akan membuat kue untuk kedua orang tuanya. Kue penghancur perut, tentu saja, pikir jahatnya dalam hati.
"Jangan coba-coba untuk meracuni kedua orang tuamu, Nona."
Sebuah bisikan maskulin yang berasal tepat di sebelahnya refleks membuat Sakura menjerit kecil dan menoleh ke arah samping. Sasuke di sebelahnya masih dengan senyuman tadi, menggulung lengan bajunya sampai siku, dan memberi kode untuk maid yang semula memberi komando pada Sakura untuk meninggalkan mereka berdua di dapur. Ia mendengus, "Tidak usah. Kau duduk saja seperti tadi, biar aku yang membuatnya."
"Ya, dan dapur rumahmu akan hancur dalam hitungan detik." ucap Sasuke setelah maid tersebut meninggalkan mereka berdua. Ia memberi tatapan meledek pada Sakura yang hanya dibalas putaran mata bosan. "Diam dan perhatian, oke? Ini mudah jika kau melakukannya dengan senang hati."
Sakura cemerut, dan memilih untuk memperhatikan Sasuke yang mulai mencampurkan bahan-bahan untuk adonan kue ke dalam wadah. Tangan-tangan besarnya bergerak lihai, seolah sudah terbiasa dengan pekerjaan dapur, dan mau tak mau itu membuat Sakura terpukau. Seingatnya, Sasuke dulu berasal dari salah satu keluarga terpandang, Uchiha adalah keluarga yang berada satu kelas di atas keluarganya. Seorang pemuda, anak orang kaya, tampan, polos, pintar memasak.
Great, Sasuke adalah satu paket sempurna.
Emeraldnya berkedip beberapa kali, Sasuke menoleh ke arahnya dan bertanya. "Kenapa?"
Sakura tersentak, kemudian menggeleng kecil sebanyak dua kali. "Um, tidak. Lanjutkan, aku memperhatikanmu." jawabnya patuh.
Ia menggidikkan bahunya acuh, kemudian kembali fokus pada adonan kue di tangannya. Namun sedetik kemudian gerakannya terhenti, ia menyerahkan wadah tersebut beserta adonan kue di dalamnya pada Sakura. "Selanjutnya adalah bagianmu."
Sakura mengangguk, dan mulai menggerakkan jari jemarinya untuk menyempurnakan adonan tersebut menjadi lebih lembut. Sasuke di sampingnya tersenyum manis, Sakura mulai bisa diatur, itu bagus. Mengkesampingkan fakta bahwa itu berarti Sasuke tidak lama lagi akan berhenti menjadi pengawal Sakura, tidak masalah, selama itu baik, maka akan Sasuke lakukan. Meski pun itu berarti mereka tidak akan bisa bersama seperti ini lagi.
Dan jangan tanyakan darimana ia mengetahui cara membuat kue. Ibunya pernah beberapa kali mengadakan acara masak kecil-kecilan di rumah mereka dulu. Sasuke, kakak, dan ayahnya yang menjadi pada peserta, kemudian ibunya yang akan menjadi juri. Ibunya bilang, ini untuk membiasakan mereka agar pandai memasak, para pria juga harus pintar memasak. Meski mereka para peserta sering kali mengeluh, seperti ayahnya yang selalu berkata bahwa ini membosankan, atau kakaknya yang berkomentar bahwa ini adalah pekerjaan wanita. Dan berakhir dengan celotehan panjang dari Nyonya Uchiha.
Momen keluarga itu, membuat Sasuke rindu akan rumah.
"Sasuke, apa ini sudah cukup? Apa mereka tidak akan hancur jika terus dipijat seperti ini?"
Lamunannya tersentak, Sasuke menggeleng kecil dan menatap Sakura yang terlihat kesal pada adonan tak berdosa tersebut. Ia terkekeh pelan, "Sudah cukup, dan sekarang kau bisa membentuknya menjadi beberapa potongan kecil sesuka hatimu. Bentuk hati misalnya?"
Sakura bergumam sebagai jawaban. Gadis itu terlihat serius dengan pekerjaannya dan membuat Sasuke semakin larut dalam lamunannya. Sakura... apakah suasananya akan seperti ini jika halnya mereka menikah, dan tinggal satu rumah? Sakura yang bangun di atas ranjang yang sama dengannya, menyiapkan sarapan pagi untuknya, dan berakhir dengan sebuah ciuman di depan pintu rumah, sebelum Sasuke berangkat kerja.
Shit! Kenapa harus ke sana lagi?!
Jangan terlalu berkhayal, Sasuke. Sialan sadarlah!
Sedangkan Sakura berkacak pinggang, dan memandang bangga pada sekumpulan bentuk-bentuk bintang kecil yang berjejer rapi di atas panggangan kue. Ia menoleh ke arah samping, dan mendapati Sasuke tengah menatapnya dengan tatapan... entahlah, ia bahkan tidak tahu apa arti dari tatapan itu, dan apa yang ada di dalam pikiran Sasuke sekarang. "Lalu, sesudah ini bagaimana?"
Lagi, Sasuke seakan tertarik paksa dari lamunannya ketika mendengar suara merdu memasuki pendengarannya. Baiklah, kali ini fokus.
Sedangkan tak jauh dari mereka berdua. Chiyo berdiri mengamati keduanya dalam diam, kemudian tersenyum lembut. Firasatnya tentang kehadiran pemuda raven tersebut terbukti, nona mudanya terlihat lebih bahagia sekarang, tidak seperti waktu-waktu sebelumnya. Sejak kematian Sasori, kakak kandungnya, Sakura berubah menjadi tertutup pada siapa pun. Gadis itu jarang menunjukkan tanda-tanda adanya gairah kehidupan. Ia paham, Sasori dan Sakura sudah seperti map dan perangko. Jika kedua orang tua mereka sibuk bekerja, maka orang yang pertama kali hadir untuk Sakura adalah Sasori.
Yang kini tergantikan oleh Sasuke.
Chiyo mendesah lega, setidaknya, ia telah mengetahui asal-usul pemuda itu dengan baik. Uchiha Sasuke, berbeda dengan Kazama Kana. Pemuda yang telah memperkenalkan nona mudanya pada hal-hal buruk. Oh kenapa ia bisa tahu? Tentu saja, Chiyo menyayangi Sakura, seperti ia menyayangi cucunya sendiri.
.
.
.
.
.
.
To be continued...
.
.
.
.
.
.
.
A/N:
Ada yang nunggu? Hehe. Buat yang ingin ngobrol santai atau sebatas cepika-cepiki ala buibu, kuy ke wattpad, aku lebih aktif buat balesin komentar/pesan yang masuk di sana soalnya hehe xD —INI BUKAN PROMOSI— cuma yang ingin doang, cerna baik-baik 'kay? Setan guest masih bandel? Bodo amat, siapalo? /hanzay
[ KURANG PANJANG THOORR! ]
Elah, palu si thor sejak kapan memanjang? ;(( /nak
[ Udah lama nunggu, gini doang? ]
Gamaksa buat ditunggu kok hehe. Tapi kalau ditunggu syukur :")
P.s; aku baca semua reviewnya kok, mudamudahan bisa apdet kilat /azeg biar cepet tamat juga kwkwk /yy
P.s.s; kalau ada typo kasih tau yaa hehe, atau kata penulisan yang salah xDD
Review lagi dwongs x3