Closer

Disclaimer : Masashi Kishimoto own everything, I owned nothing exept some OC character and this fict.

Warning : OOC, Typo and Miss Typo everywhere, under 17 please don't come closer, DLDR please

"Takdir memang sialan. Tapi, entah bagaimana caranya bahkan setelah ia menjungkir balikkan kehidupan seseorang dan mengutak atik perasaannya, banyak orang menilai takdir tidak seseialan kelihatannya. –Aphrodite girl 13

Panino Pasta, Manhatthan, NYC, USA

Panino pasta selalu penuh sesak dengan pengunjung di jam jam makan malam seperti ini, dalam hatinya Sakura cukup terkejut juga Sasori bisa mendapatkan reservasi di tempat ini ketika ia harus memesan delivery ketika ia benar-benar ingin makan pasta dari rumah makan italia ini. Sakura melangkah masuk, lalu menyebutkan nama Sasori kepada pelayan di depan pintu masuk yang kemudian mengantarnya kemeja tempat pria bersurai merah menyala itu sudah duduk dan menunggunya.

"Terimakasih." Ujar Sakura, wanita itu tersenyum dan meninggalkan mereka berdua. Harus Sakura akui, Sasori memilih tempat yang bagus dan ia cukup terkesan dengan kelihaian pria itu.

"Pinot noir, kau masih suka White wine kan?" Sakura tersenyum canggung dan mengangguk, membiarkan pria itu menuangkan Wine favoritenya itu kedalam gelas berkaki panjangnya,

"Bagaimana kabarmu selama lima tahun ini, Sakura?" Tanyanya, Wanita itu menyesap anggurnya sebelum menjawab,

"Masih sama. Baik-baik saja, mencoba menkmati hidupku. Bagaiamana dengan mu?" Sasori menyesap anggurnya dan masih belum berhenti menatapnya,

"Aku baik. Bekerja untuk beberapa perusahaan dan pada akhirnya menerima tawaran Naruto kembali." Ujarnya,

"Aku dengar kau adalah arsitek terbaik yang dimiliki Adams ArtStrcutural Company di Chicago." Sasori mengangguk,

"Menma juga orang yang luar biasa sama seperti Naruto. Aku harus mengakui kakak beradik itu akan menghasilkan duet yang luar biasa jika mereka mau." Sakura mengangkat sebelah alisnya,

"Adams ArtStructural adalah milik Namikaze Menma?" Sasori menaikkan sebelah alisnya,

"Kau tidak tahu? Naruto tidak bercerita tentang itu padamu?" Sakura menggeleng pelan,

"Aku hanya tahu jika Menma memiliki perusahan kosntruksi dan sudah menikah, memiliki dua orang anak dan menetap di Chicago hanya itu." Sasori mengangguk paham,

"hubungan Namikaze bersaudara tidak begitu bagus kau tahu, terutama Menma dan Komisaris Namikaze." Ujar Sasori,

"Bagaimana kabar ayah dan ibumu?" Sakura menyesap anggurnya lagi,

"Well, ayahku masih dalam pertempuran yang sama melawan kanker paru-parunya, masih mengatakan lelucon kacangan, ibuku menggantikan posisi ayahku di perusahaan bersama Gaara dan Temari, Kankuro, dia masih bekerja untuk interpol." Ujar Sakura,

"Well, aku senang kau meluangkan waktu mu untuk kembali ke Jepang dan bertemu mereka dan aku senang jika mereka baik-baik saja." Ujarnya,

"Thanks dan bagaimana dengan tunanganmu? Siapa um..." Sakura terlihat berfikir sebentar sebelum Sasori yang sudah menahan tawa gelinya menyelesaikan kalimatnya

"Konan?" Sakura mengangguk,

"Konan, bagaimana kabarnya?" Sasori tersenyum pelan dan menggeleng,

"Kami sudah berpisah dan terakhir yang aku tahu adalah dia keluar dari rumah kami di Chicago sambil menyumpah nyumpah karena aku lebih memilih pekerjaan ku di sini daripada dia dan karir pengacaranya di sana." Sakura memutar bola matanya,

"Alasan kalian klasik." Sasori tergelak, wanita ini belum berubah. Ia masih sama seperti saat mereka masih sekolah dulu.

"Sir, Pesanan anda." Seorang pelayan datang dan mengantarkan menu makanan mereka, Sakura tersenyum dan mengucapkan terimakasih ketika Fettuchini carbonaranya sudah berada dihadapannya, wanita itu menyipitkan matanya kearah Sasori,

"Bagaimana kau bisa masih ingat?" Sasori tersenyum geli, mengambil garpunya dan mulai menyantap ravoli pesanannya,

"Karena aku orang pertama yang memasaknya untukmu dan mengajari mu bagaimana memasaknya?" Sakura tergelak mengingat itu semua, dapur ibunya yang berantakan karena adonan pasta, dan wajahnya yang ikut terkena tepung dan benar-benar berantakan,

"Ya Tuhan, jangan coba-coba mengingatkan padaku bagaimana kacaunya itu." Sasori tergelak,

"jadi, bagaimana rasanya bekerja dengan Naruto Namikaze?" Dan dengan menjawab pertanyaan itu mereka berdua terlarut dalam obrolan panjang tentang kehidupan mereka selama lima tahun terakhir, dan menikmati pasta dan White Wine favorite mereka.

Hinata's Private Residence, Tokyo Japan

Sasuke tengah memasukkan beberapa pakaiannya kedalam koper ketika Daichi muncul dari balik pintu kamar tamu yang ia tempati. Bocah berusia tiga tahun itu melangkah masuk dengan membawa boneka jerapahnya dan berdiri mengamati ayahnya, Sasuke nyaris terlonjak ketika melihat sulung dari buah hati kembarnya itu berdiri dan menatap sendu kearahnya.

"Otou-san mau pergi lagi?" Sasuke menghela nafasnya, menarik putranya kedalam pangkuannya dan memeluknya,

"Kau masih rindu padaku?" Daichi mengangguk,

"Daichi, kita akan tinggal bersama setelah ini, oke?" ujar Sasuke,

"Dengan Okaa-san juga?" Sasuke menghela nafasnya dan menggeleng,

"dengar otou-san tahu ini tidak mudah untuk mu mengerti kenapa kami berpisah dan tidak bisa tinggal bersama lagi tapi, Daichi kami melakukannya karena ini yang terbaik, oke?" Daichi tertunduk,

"Karena Otou-san menyukai bibi Sakura?" Sasuke terdiam,

"Bukan, bukan karena itu, lebih karena Tou-san tidak bisa tinggal dengan okaa-san lebih lama, tapi kami akan selalu ada saat kalian membutuhkan kami, oke?" Daichi memandang bingung kearah ayahnya,

"Apa Tou-san akan mencari pengganti Okaa-san?" Sasuke terdiam,

"Tidak ada yang bisa menggantikan Okaa-san untuk kalian, bukan?" Daichi mengangguk,

"Dengar, suatu saat nanti. Suatu saat nanti pasti akan ada seorang wanita yang tinggal dengan otou-san dan menyayangi kalian seperti Okaa-san menyanyangi kalian." Daichi menaikkan sebelah alisnya,

"Kata beberapa temanku, ibu tiri tidak akan menyayangi anak-anak tirinya?" Sasuke tersenyum geli,

"Apakah bibi Sakura terlihat seperti ibu tiri yang menyeramkan?" Daichi menaikkan sebelah alisnya,

"Dia baik, tapi aku tidak begitu yakin." Sasuke tertawa geli, pria itu mengacak surai raven putranya,

"Kau masih tiga tahun Daichi, tapi gaya bicaramu lebih tua dari usiamu." Ujar Sasuke,

"Dan apa maksudnya itu?" Daichi mendengus kesal, menyipitkan matanya kepada ayahnya, Sasuke tergelak

"Ini sudah makan waktunya makan malam, ayo!" Sasuke memberikan tangannya pada Daichi untuk di genggam,

"Tou-san, aku mau makan omelete malam ini. Boleh kan?" Sasuke mengangguk,

"Alright captain!" ujarnya sebelum mengikuti Daichi yang sudah menarik tangannya dan menuntunnya ke dapur, Sasuke bisa melihat Hana dan Itachi tengah bergulat diruang tengah dengan Daisuke,

"Kalian mau makan sesuatu?" Itachi mendongak, surai hitamnya yang terikat sudah tergerai dengan sempurna karena ulah putra bungsu Sasuke,

"Aku jelas-jelas butuh energi ekstra untuk melawan moster kecil ini." Ujarnya, Daisuke sudah melompat kearah pamannya itu dengan bantal sofa di tangannya,

"Daichi-nii aku butuh bantuan, paman Itachi terlalu kuat...Hyahhh!" Daichi berlari kearah ruang tengah menyambar bantal sofa yang disodorkan Hana padanya dan ikut-ikutan menyerang Itachi,

"Hana! Sayang yang benar saja, kau mengkhianatiku?" Hana tergelak begitu juga Sasuke,

"Mereka berdua terlalu Cute jadi aku tidak punya pilihan lain." Sasuke tergelak mendengar jawaban kakak iparnya,

"Ngomong-ngomong Sasuke, aku dan Itachi ingin membicarakan sesuatu denganmu. Butuh bantuan dengan makan malam?" Sasuke mengangguk, membiarkan Hana mengambil alih dapur,

"Itachi akan menjadi ayah yang hebat Hana, aku masih belum mengerti kenapa kalian belum mau mencoba alternatif lain untuk memiliki anak." Ujar Sasuke

"Kita sama-sama tahu Itachi steril, Sasuke." Sasuke menggaruk keningnya,

"Maksudku, kalian bisa mencoba Sperm donor, atau Embrio adoption, atau option adopsi lainnya." Hana tersenyum,

"Itu yang ingin kami bicarakan denganmu." Ujarnya, Sasuke mengangguk mengerti, ia membantu Hana menyiapkan makan malam dan Itachi pada akhirnya bergabung dengan mereka, surai hitam panjangnya sudah kembali terikat rapih dibelakang kepalanya,

"Anak-anak mu benar-benar membuat energiku terkuras." Sasuke tertawa rendah sambil memotong beberapa paprika,

"Kau harus menjaga mereka selama satu minggu ini." Ujar Sasuke,

"Kalian bisa mengatur meja makannya, aku akan selesaikan sisa masakannya." Sasuke dan Itachi mengangguk mengerti, mereka berjalan kearah meja makan dan mengatur letak piring, garpu, Highchair milik si kembar dan membawa satu persatu lauk yang sudah matang keatas meja makan.

"Daichi, Daisuke, makan malam nya sudah siap!" Sasuke bisa mendengar kedua bocah itu berlarian dan masuk keruang makan, Itachi menangkap Daisuke dan mendudukkannya diatas High chairnya sementara ia membantu Daichi duduk diatas kursinya,

"Ini untuk Daisuke, dan ini untuk Daichi." Hana meletakkan piring berisi omelete, bacon dan tumis brokoli dihadapan putranya,

"Daisuke, kau harus memakan semuanya termasuk sayurannya." Dasiuke menatap horor piringnya,

"jika tidak, berati tidak ada Moana selama akhir pekan." Menelan ludahnya, putra bungsu Sasuke itu mengikuti kemauan ayahnya,

"jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?" Tanya Sasuke,

"Jadi, aku berbicara dengan Sakura di Subway beberapa hari yang lalu." Itachi membuka suara,

"Dia menyarankan padaku untuk melakukan adopsi, dan ada beberapa option yang bisa kami pilih. Ada Domestic adoption, international adoption dan embrio adoption. Aku dan Hana sudah menikah selama sebelas tahun dan kami belum memiliki keturunan, aku baru tahu jika aku steril tujuh tahun yang lalu dan fikiran ini sudah menggangguku dan Hana selama waktu ini." Itachi terdiam,

"Kami akan melakukan adopsi, aku sudah membicarakan ini dengan ayah dan ibu dan mereka menyetujuinya. Aku berfikir tidak adil bagi Hana jika ia harus memendam keinginannya untuk mejadi Ibu karena kekuranganku. Hana tetap ingin mengandung anak kami sekalipun ia bukan anak biologis kami, jadi, aku rasa Embrio adoption adalah hal yang bisa kami coba." Sasuke tersenyum,

"Kau tahu aku mendukung kalian untuk setiap pilihan yang kalian inginkan. Jadi, sudah memulai prosesnya?" Itachi menganguk,

"Yeah, butuh waktu agak panjang. Kami juga harus bertemu dengan pemilik embrionya sebelum mengadopsinya." Sasuke mengangguk mengerti,

"Kabari aku perkembangannya, oke?" Itachi mengangguk,

"Daichi, Daisuke bagaimana menurut kalian jika bibi dan paman memiliki Bayi?" Daisuke menatap mereka dengan menyipitkan matanya,

"Aku tetap akan mendapatkan jatah coklat dan pie ayamku kalau aku kerumah pamankan?" Itachi tergelak,

"Dachi?" Bocah itu menaikkan sebelah alisnya,

"Selama aku boleh meminjam teropong bintang dan bibi Hana membuatkan kami ice Loly rasberry seperti biasa aku fine fine saja." Mereka tergelak,

"Sasuke, kau benar-benar memiliki monster cilik dalam rumahmu." Sasuke ikut tergelak,

"dan kalian akan menjaganya selama satu minggu." Ujar Sasuke, mereka melanjutkan makan malam mereka dengan penuh canda dan perbincangan hangat malam itu.

Sakura's Peth House, 5th Street avenue, NYC, USA

Ia memandang pantulan dirinya dicermin. Ia baru saja selesai memakai make up naturalnya, menggerai surai merah jambu sepunggungnya dan sekarang ia tidak yakin dengan apa yang ia pakai. Sakura mengamati sekali lagi pakaiannya, ia menggunakan crop top hitam, kemeja denim dan jogger kulit berwarna hitam, ia mengambil sling bag prada dan simple black pump miliknya. Sakura menghela nafasnya, wanita itu menatap pantulan bayangannya di cermin sekali lagi sebelum merapihkan surai merah jambunya yang ia biarkan tergerai dan memeriksa ponselnya. Jam delapan pagi, seharusnya pesawat yang di tumpangi Sasuke sudah mendarat di bandara JFK pagi ini. Sakura menekan kontak Sasuke dan menghubunginya.

"Sakura, aku yakin jika aku berjanji akan menjemputmu jam sepuluh sebelum kita makan Brunch bersama?" Sakura memutar bola matanya,

"Aku fikir aku punya ide yang lebih baik daripada makan Brunch di IHOP atau Subway." Ujar Sakura,

"dan ide yang lebih baik itu adalah?" tanya Sasuke,

"Aku akan pergi ke mansion mu untuk memeriksa sentuhan terakhir pada kamarmu dan sentuhan terakhir secara keseluruhan. Kate dan Dylan menghubungiku pagi ini jika mereka menyelesaikannya lebih cepat dua hari dari jadwal seharusnya." Ujar Sakura,

"Sakura, aku fikir kita sepakat untuk mengesampingkan profesionalitas kita sebagai client dan designer interior hari ini dan mencoba untuk membuat entah apapun ini yang terjadi diantara kita untuk bekerja kembali." Sakura menghela nafasnya,

"Aku tahu, aku tidak bermaksud membawa-bawa pekerjaan kedalam apapun itu yang mau kita lakukan hari ini..."

"Aku lebih senang kalau kau menyebut kegiatan kita hari ini sebagai kencan." Sakura memutar bola matanya,

"Setelah lima tahun bercerai? Hell, itu terdengar aneh ditelingaku." Ia bisa mendengar Sasuke tertawa rendah,

"Aku serius Sakura,aku hanya ingin bersantai denganmu hari ini, makan di restaurant cepat saji dan nonton pertunujukkan broadway. Kau tahu, mengulang cara kita berkencan dulu." Sakura menghela nafasnya,

"Justru itu, aku takut apapun yang sedang kita kerjakan diatara kita sekarang akan berakhir sama seperti lima tahun yang lalu jika kita memulai nya dengan cara yang sama." Sasuke menggerang frustasi, Sakura tersenyum kecil, menuruni tangga apartementnya dan berjalan kearah dapur.

"Sakura, kau membuatku bingung dan frustasi dalam waktu bersamaan. Lima tahun berpisah dariku ternyata membuatmu lebih membingungkan daripada yang aku kenal dulu." Sakura menghela nafasnya,

"Waktu berputar Sasuke, kehidupanku terus bejalan dan musim berganti. Aku juga bisa merubah kepribadianku untuk bertahan hidup setelah bercerai darimu." Ujarnya,

"Aku tidak tahu kau semenderita itu setelah bercerai dariku. Baiklah, kau yang atur kencan kita hari ini. Perlu ku jemput?" Sakura menatap jam dindingnya,

"Kau baru bangun bukan?" Sasuke bergumam mengiyakan,

"Kita bertemu disana saja, kau ingin aku memasak sesuatu? Mencoba dapur barumu sepertinya bukan ide buruk." Ujar Sakura,

"Sakura, kau bisa masak apapun yang kau mau. Aku serahkan kencan ini seluruhnya kedalam tanganmu." Sakura tekekeh geli, memasang headset Bluetooth nya, wanita itu masuk kedalam mobilnya dan menyalakan mesinnya

"Aku akan ke Target dulu membeli bahan makanannya, katakan padaku, kau ingin aku memasak apa?" Tanyanya lagi,

"Sebetulnya Sakura, aku benar-benar ingin makan Sushi dan Sashimi buatan mu." Sakura memutar bola mantanya,

"Itu saja?" Sasuke bergumam mengiyakan,

"Kalau begitu kita bertemu dua jam lagi di mansion mu." Ujar Sakura sebelum memutus sambungan telfon dan mengemudikan mobilnya masuk kearea parkir pasar swalayan itu.

Chicago, USA

Naruto menghela nafasnya, menatap mansion mewah bergaya industrial modern itu selama beberapa saat dan menghela nafasnya. Kedua tangannya masih terkepal erat memegang roda kemudi, iris sebiru safirnya masih menatap ragu kearah rumah mewah itu, ia menghela nafasnya, mengacak surai pirangnya dan mengerang frustasi. Apa yang ia lakukan sebenarnya? Bukankah ia sudah berjanji pada Sakura jika ia akan mencoba bicara baik-baik dengan Menma dan untuk pertama kalinya berusaha menemui ibunya demi Boruto?

Naruto menghela nafasnya sekali lagi sebelum akhirnya membuka pintu mobilnya dan melangkah keluar dari dalam mobilnya. Pria itu terdiam sesaat, befikir sekali lagi apakah ia sudah memilih langkah yang benar dengan datang jauh-jauh dari New York ke Chicago untuk bertemu kedua adik dan ibunya, akankah ia bisa menahan amarahnya dan berbicara baik-baik dengan Menma, bisakah ia membujuk Menma dengan tanpa saling menyerang pada akhirnya nanti? Naruto menghela nafasnya, berjalan mondar-mandir disebelah mobilnya hingga sebuah bola karet berwana hijau menghentikannya.

Ia berjongkok dan meraih bola itu. Tersenyum miris mengingat memori indah yang telah ia kunci rapat selama dua puluh tahun dalam hidupnya membuat luka yang nyaris sembuh itu seperti tersayat terbuka lagi. Naruto menghela nafasnya, memainkan bola itu di kedua tangannya, seandainya ayahnya tak menjadi kan keluarga sebagai sebuah asesories dan memberikan cinta yang cukup untuk ibunya, kedua adiknya dan dirinya hubungan persaudarannya dengan Menma dan hubungannya dengan ibunya pasti tak akan serumit sekarang.

"Sir, jika kau tidak keberatan bisakah aku mendapatkan bolaku kembali?" Suara melengking bocah perempuan membuat kepalanya mendongak, sepasang iris safir identik dan surai gelap menarik perhatiannya, bocah perempuan ini seperti Menma fersi perempuan,

"Yeah, ini bola mu." Ujarnya, gadis itu meraih bolanya, namun tidak pergi, ia justru memandangi Naruto dengan memiringkan kepalanya, Naruto menaikkan sebelah alisnya menatap bingung bocah perempuan itu,

"Hei, ada apa?" Tanyanya, bocah itu menggigit bibir bawahnya,

"Kau mirip sekali dengan Dada." Ujarnya, Naruto menaikkan sebelah alisnya dan tertawa rendah,

"Mungkin hanya perasaan mu saja," ujarnya, Gadis kecil itu menggeleng,

"Aku pernah melihat mu, aku rasa. Ada satu figura di meja kerja Dad di ruang kerjanya. Ada Nena Kushina, Aunty Naruko, Dad, dan dua pria pirang yang Dad selalu tak ingin menjawab siapa mereka ketika aku bertanya." Naruto menatap sendu,

"Ayahmu adalah..." kata-kata Naruto terputus ketika seorang pria yang familiar namun sudah lama tak ia temui berjalan mendekat dan memanggil nama bocah itu,

"Faith Namikaze, ada apa? Kenapa lama sekali mengambil..." Pria bersurai gelap itu menghentikan langkahnya di belakang gadis kecil yang kini telah berputar sepenuhnya dan berjalan kearahnya, Menma memberi isyarat pada putrinya untuk mendekat

Faith berjalan mendekati ayahnya, Menma berlutut mensejajarkan tingginya dengan putri bungsunya dan meminta nya masuk kedalam, tanpa bertanya kepada ayahnya lagi dan di perintah dua kali, gadis kecil itu mengikuti perintah ayahnya. Menma Namikaze menghampiri pria yang dua tahun lebih tua darinya, menatap datar kepada kakak yang telah lama tak ia temui.

"Kenapa kau kesini?" Ujarnya dingin, Naruto mengangkat tangannya, memintanya tenang dan menjawab,

"Aku kesini bukan untuk mencari masalah denganmu." Adiknya tak menjawab, ia masih menatap Naruto dengan pandangan datar,

"Kita keluarga oke?" Menma berdecih pelan,

"Dude, kapan terakhir kali kau datang ke Chicago dan menghabiskan waktu untuk mengunjungiku, Naruko dan Mom, eh?" Naruto menghela nafansya,

"Aku tahu, Dad dia selalu berusaha membuatku sibuk di waktu liburan." Menma menatap tak percaya padanya,

"Naruto, Kau seorang pria berusia dua puluh delapan tahun dan kau masih membiarkan monster itu memerintahmu?" Naruto tersenyum kecut,

"aku bukan satu-satunya yang tidak mengunjungi saudaranya disini, Sejak kau keluar dari rumah Dad dua puluh tahun yang lalu kau tidak pernah kembali. Kau membiarkan Mom memutus komunikasi kita dan tak melakukan apapun, Menma." Ujar Naruto,

"right, aku tidak akan kembali dan mengunjungi seseorang yang menyakiti ibuku. Membuat kehidupanku dan adikku menderita setelah kami keluar dari sana. Mom memutus hubungan kita? Naruto, dia berusaha untuk menghubungimu tapi ayah tercinta mu memutus semuanya." Naruto terdiam, ayahnya?

"Dad yang melakukannya?" Menma tersenyum mengejek,

"You're his golden son, big brother. Dia tak akan membiarkan Mom mengambilmu dan membuat mu meninggalkannya tanpa seorang pewaris. Kita semua tahu itu." Ujarnya, Naruto menghela nafansya,

"Aku ingin menyimpan ini untuk nanti, aku perlu bertemu dengan mu dan Mom, I need to talk." Menma menaikkan sebelah alisnya,

"Jika kau berusaha membuat Mom bertemu dengan Dad sekali lagi..."

"Menma, aku hanya ingin memperbaiki sesuatu yang salah disini, oke? Mom dan Dad mungkin sudah berakhir, dua puluh tahun yang lalu dan aku tak akan meminta mereka untuk kembali. Aku tahu Mom terluka tapi itu dua puluh tahun yang lalu.

Aku lelah memiliki hubungan seperti ini dengan saudaraku sendiri, aku lelah harus membenci ibuku untuk alasan yang tak akan pernah bisa ku mengerti. Aku tidak ingin, jurang ini semakin besar bahkan bagi kedua anak-anak mu, dan putraku." Menma terdiam, melipat kedua tangannya di depan dadanya,

"I need to talk to you, mom and Naruko. I beg you." Menma menghela nafansya, memutar bola matanya sebelum akhirnya menyerah, pria yang lebih muda dua tahun dari Naruto menyerah, menunjukkan jalan kepada kakaknya dan mempersilahkannya masuk kedalam istananya.

Sasuke's Mansion, Manhatthan, NYC, USA

Sasuke tersenyum geli begitu ia masuk kearea dapur dan ruang makan mansionnya. Sakura benar-benar tidak main-main ketika ia bilang ia akan menjajal dapur baru mansionnya. Sasuke berjalan mendekat, wanita itu membelakanginya dan masih sibuk dengan Sushi yang ia buat, Sasuke tersenyum samar ketika melihat dua piring Sashimi sudah terhidang diatas bar sarapan. Pria itu tak berbicara hingga akhirnya ia duduk diatas barstools, dan mengamati punggung wanita itu yang masih sibuk mengolah bahan makanan tanpa bersuara.

Sakura beputar dan nyaris menjatuhkan deretan Sushi yang telah ia tata diatas piring dengan rapih ketika mendapati Sasuke duduk dihadapannya.

"Kau, kau benar-benar hobi membuatku jantungan." Sasuke terkekeh geli,

"Benarkah?" Sakura tersenyum samar, Membawa piring Sushi dengan satu tangan dan bekacak pinggang dengan tangan yang lain, berjalan menghampiri Sasuke dan meletakkan satu piring Sushi nya dihadapan Sasuke.

"So, Nona Haruno, kau menolak ajakan ku untuk makan diluar dan memilih makan di mansionku yang baru selesai kau dekorasi. Kau mengusir anak buahmu?" Tanya Sasuke,

"We need some privacy, aren't we?" Sasuke terkekeh pelan, mengeluarkan isi paperbag yang di bawanya, Pinot Noir keluaran brand ternama yang berusia tujuh tahun,

"Kau masih suka White Wine kan?" Tanya Sasuke, Sakura meraih gelas alkohol berharga fantastis itu dan mengangguk,

"Kau masih ingat." Sasuke mengangguk,

"So, Katakan padaku dimana kau merencakan kencan kita?" Sakura menatap iris sekelam malam itu dan menjawab,

"Aku butuh bantuan mu untuk membawa ini semua ke halaman belakang." Sasuke menaikkan alisnya bingung,

"Mereka sudah selesai mendesign halaman belakang dan kolam renang persis seperti kemauan mu." Sasuke tersenyum dan meraih piring berisi Sashimi dan Sushi dengan kedua tangannya,

"Lead the way, miss Haruno." Ujarnya, Sakura mebawa botol anggur dan dua gelas berkaki panjang dengan satu tangan dan satu piring Nachos dengan tangan yang lain, lalu berjalan keluar dari pintu belakang.

Sasuke terpana untuk sesaat menatap halaman belakangnya. Sakura mendesignya dengan luar biasa. Wanita itu membawanya menyebrangi jembatan kecil yang membawanya ke patio di tengah-tenagh kolam renang. Sasuke duduk diatas ottoman bersama Sakura. Wanita itu meletakkan botol wine kedalam baki es batu, sebelum meletakkan kudapan yang ia bawa, diatas meja kecil yang ada di tenah tengah mereka.

"Wow Sakura, kau benar-benar tak pernah berhenti untuk membuatku terkejut." Sakura tersenyum, mengambil garpunya dan menyantap Sushi buatannya, Sasuke mengikutinya dengan menyantap Sashiminya,

"Jadi, bagaimana anak-anak?" Tanya Sakura,

"Mereka baik dan masih merindukanmu. Itachi dan Hana sedang dalam proses Embrio Adoption karena saranmu." Ujar Sasuke,

"benarkah? Aku yakin Itachi pasti sudah menyimpan keinginan itu sejak lama." Sasuke mengangguk,

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Sasuke,

"Kau sudah lihat kalau aku baik-baik saja." Ujar Sakura sebelum menyesap anggurnya,

"Maksudku, selama lima tahun terakhir ini." Sakura terdiam dan menatap pria itu,

"Aku hancur untuk dua tahun pertama dan berusaha bangkit selama tiga tahun belakangan." Ujarnya santai,

"Ingatkan padaku siapa yang melayangkan gugatan cerai dan meninggalkanku." Ucap Sasuke santai, Sakura tersenyum kecut dan menyesap anggurnya,

"Siapa yang menyangka kalau kau akan menikah dengan Hinata satu tahun berikutnya?" Sasuke menghela nafansya,

"Sakura, aku menikahinya bukan karena aku mencintainya." Ujar Sasuke,

"Kau memiliki dua orang putra dengannya." Ujar Sakura,

"Sakura aku tidak pernah menyentuhnya." Ujar Sasuke,

"Katakan padaku Sasuke Uchiha, apa fungsi dua orang melakukan seks." Ujar Sakura,

"Aku bersumpah aku tidak menyentuhnya, oke?" Sakura memutar bola matanya,

"Lalu bagaimana anak-anakmu itu bisa lahir? Mereka datang begitu saja? Hell, mereka berdua benar-benar mirip denganmu." Ujar Sakura,

"Itulah fungsinya bayi tabung Sakura!" Sakura menaikkan sebelah alisnya,

"Sasuke, jika kau benar-benar ingin memulai ini dari awal berbohong padaku bukanlah awal yang bagus." Sasuke menghela nafansya, meletakkan garpunya dan menatap lurus emerald mantan istri pertamanya itu,

"Dengar, bagaimana aku bisa melupakanmu saat selama sebelas tahun dalam hidupku aku habiskan dengan mencintaimu? Bahkan setelah bercerai dari Hinata aku mengejarmu kembali dan melakukan semua ini agar kita bisa kembali.

Aku menikahi Hinata, ya aku melakukannya. Kami memiliki dua orang putra, aku mengakuinya. Tapi alasanku menikahi Hinata tidak sama dengan alasanku menikahimu tujuh tahun yang lalu.

Aku menikahimu karena aku mencintaimu. Aku menikahi Hinata karena aku harus, aku harus membantunya sebagai sahabat masa kecil. Seumur hidupnya Hinata hanya mencintai Kiba dan bukan aku. Ayahnya tak akan menyetujui hubungannya dengan Kiba karena pria itu hanya seorang pengacara dari keluarga biasa dan bukan keturunan konglomerat.

Hinata hidup dengan jutaan rasa bersalah setelah kematian Neji dan keluarganya. Ayahnya menginginkan keturunan yang bisa melanjutkan dua perusahaan kami. Itachi steril, sampai kapanpun ia dan Hana tak akan bisa memberikan keturunan Uchiha, aku adalah harapan ayahku saat itu, Hinata juga tak punya pilihan lain.

Aku tak pernah menyentuhnya. Daichi dan Daisuke lahir dengan proses bayi tabung, aku memberikan sperma ku untuk Hinata saat itu dan menikahinya agar Daichi dan Daisuke jauh dari pemberitaan apapun yang akan menyakiti mereka." Sakura menatap tak percaya pria dihadapannya,

"Tapi menikahi ibunya dan berpura-pura saling mencintai pada akhirnya akan jauh lebih menyakitkan bagi mereka." Sasuke mengangguk,

"Itu sebabnya aku berusaha menebusnya. Aku berusaha untuk ada disana untuk mereka, berusaha untuk melakukan apa yang tidak sempat aku lakukan untuk janin yang ada di kandunagnmu saat itu." Sakura mengalihkan wajahnya dari padangan Sasuke,

"Sakura, hei lihat aku." Sasuke menangkup wajah wanita itu dengan kedua tangannya,

"Aku tahu aku merenggut semua yang berharga bagimu, aku tahu aku bukan pria yang pantas kau maafkan tapi sungguh, dihari ketika dokter menjatuhkan vonis itu padamu dunia ku hancur. Rasa bersalah mengguyurku dan saat itu juga aku tahu, jika seharusnya aku memberikan yang terbaik bagimu.

Aku hanya ingin kesempatan kedua dan aku akan perbaiki semuanya. Kau kehilangan rahimmu itu semua karena keputusan yang ku ambi. Aku tahu, maafkan aku karena menjadikanmu tak sempurna. Tapi aku bersyukur karena aku melakukannya hari ini aku bisa berada disini bersamamu.

Aku sempat kehilanganmu dan melepaskanmu tapi aku bersyukur karena aku bisa bersamamu disini dan mendapatkan kesempatan kedua ku sekali lagi. Aku tak akan melepaskan tanganmu lagi dan aku akan perbaiki semuanya. Aku hanya butuh kau memberikan kesempatan itu lagi bagiku dan kita memulainya dari awal." Sakura membiarkan Sasuke mengusap air matanya yang entah sejak kapan sudah mengalir di wajahnya,

"keadaannya sudah berbeda Sasuke, bagaimana dengan Daichi dan Daisuke? Dengan Hinata?" Tanyanya,

"Dengar, Aku melepaskan Hinata atau lebih tepatnya Hinata yang melepaskanku karena aku ingin dia menghabiskan sisa waktunya bersama Kiba. Pria yang selalu ia harapkan untuk membangun dongeng masa kecilnya dan aku mengingkan mu kembali. Aku tahu kesalahanku pada masalalu bukan sesuatu yang bisa kau maafkan, tapi jika kau mau memberiku kesempatan, aku akan memperbaiki segalanya." Sakura mengghela nafansya, memejamkan matanya sebelum akhirnya mengangguk, membiarkan Sasuke menariknya kedalam pelukannya, pelukan pria yang selama lima tahun ini ia rindukan.

TBC. Ini apa? ASTAGA ! maafkan karena sudah menunggu lama dan chapter ini panjang dan ujung-ujungnya gak jelas u,u maafkan juga kalo banyak typo dan miss typo bertebaran. Dan seperti biasa, saya berharap dapet review dan commet, kritik dan saran dari teman-teman semua, selamat membaca dan maafkan untuk ketelambatan saya u,u

Love, Aphrodite girl 13