Disclaimer: Naruto is not mine.
PROLOG
Kehidupan menjengkelkannya bermula ketika sang ayah menyewa seorang bodyguard untuk menggantikan bodyguard-bodyguard sebelumnya yang lagi-lagi mengundurkan diri karena ulahnya. Sakura telah melakukan hampir segala cara untuk menyingkirkan bodyguard barunya itu. Namun ternyata lelaki itu jauh lebih tangguh dari orang-orang yang yang dipekerjakan sang Ayah sebelumnya.
Uchiha Sasuke. Sangat tinggi, sangat tegap, luar biasa tampan, pucat dan kaku seperti vampire. Lelaki itu menjadi satu-satunya orang yang tak terpengaruh dengan kata-kata Sakura yang seringkali tajam dan sengaja ingin menyakiti. Lelaki itu cerdas, pintar memutarbalikan fakta, ahli sekali mencari muka di hadapan ayahnya, dan tak segan melakukan apapun untuk membuatnya patuh.
Uchiha Sasuke adalah tembok baja yang menghalangi kebebasan hidupnya.
Lelaki itu tak pernah mau mendengarkan perintahnya, dan sama sekali tak bisa diajak bekerjasama. Benar-benar menjengkelkan. Jadi Sakura memutar otak dan mendapat satu ide lain agar Sasuke diberhentikan dari jabatannya hari itu juga.
Rencana Sakura berkaitan dengan sebuah godaan dan sedikit skinship, tapi tak akan lebih dari itu. Seseorang akan melihatnya lalu mengadukan pada ayahnya. Kalau begitu, sudah pasti Sasuke akan dipecat.
Yah, Sakura sangat percaya diri dengan rencananya kali ini.
Namun ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Rencana yang terasa sempurna pada awalnya, gagal disaat-saat yang paling genting. Ia hampir saja berhasil jika saja orang yang ia perkirakan–dalam hal ini pelayan keluarganya–datang dan berteriak lalu mengadu pada sang ayah.
Masalahnya tak ada seorang pun pelayan yang datang dan ia sudah terlanjur merangkulkan lengannya di leher Sasuke. Awalnya ia kira Sasuke akan menepis rangkulannya dan mengetuk dahinya dengan keras seperti biasa. Ia tak pernah menyangka Sasuke akan langsung memeluk pinggangnya dan menarik tubuhnya hingga menempel pada tubuh pria itu.
Sasuke menciumnya seketika itu juga; mencium tepat di bibirnya.
Ciuman itu berhasil membuat tubuhnya bergetar dan tak berkutik. Darah seolah terpompa ke wajahnya. Sasuke menciumnya dengan dalam, kuat dan tak bisa dihentikan seperti biasa. Lalu seolah keajaiban terjadi, dia tersenyum setelahnya.
"Kau berhasil," kata Sasuke. "Aku mengundurkan diri, Nona."
.
.
"Akhhh!"
Sakura terbangun dari tidurnya setelah berteriak keras. Ya Tuhan, ia mengingatnya bahkan ketika ia sedang terlelap. Lelaki itu tak melepaskannya bahkan di dalam mimpi sekalipun. Kejadian itu sudah hampir sebulan berlalu tapi ia masih mengingatnya dengan jelas, setiap detiknya.
"Uchiha Sasuke, aku akan membunuhmu! Membunuhmu dengan tanganku sendiri!" Umpatan keluar dari mulut Sakura. Wajahnya terasa panas hanya karena mengingatnya.
"Kurang ajar. Berengsek. Jangan sampai aku menemukanmu." Ia mengumpat lagi, memukuli guling seolah-olah benda itu wajah dari seseorang yang membuatnya uring-uringan satu bulan ini. Ia melakukan itu secara terus-menerus, rutin seperti menguap di pagi hari.
Sampai pintu kamarnya terbuka dan ibunya masuk seraya berkacak pinggang dan menggelengkan kepala. Lalu mulai mengomel.
"Kau baru bangun? Ya ampun, aku tak percaya kau itu anakku. Mandi dan kenakan pakaian yang pantas. Kita akan kedatangan tamu." Tamu di pagi buta. Oh, benar-benar hidup yang sempurna.
"Tamu siapa? Ayah?" Sakura turun dari tempat tidur. "Ibu, tolong katakan pada ayah untuk berhenti memamerkanku di hadapan teman-temannya," rengeknya manja.
"Bukan Sakura. Mereka datang untuk menemuimu." Sakura menaikan sebelah alisnya. Seorang tamu yang ingin menemuinya di pagi buta, yang benar saja. Kenapa tak sekalian saja mengetuk langsung pintu kamarnya hingga mereka mungkin bisa menikmati teh pagi, atau susu, atau kopi atau apapun yang mereka mau sambil membicarakan suasana hatinya yang secerah mentari di musim dingin.
Demi Tuhan, Sakura jengkel sekali pagi ini.
Sakura mengamati raut wajah ibunya, mendapati sekilas rasa bersalah di sana. Dan pikiran-pikiran liarnya mulai menciptakan imajinasi aneh seperti biasa. Di antaranya berhubungan dengan–
–perjodohan.
Tidak mungkin!
Sakura menertawakan dirinya sendiri. Memangnya ia hidup di abad keberapa?
Eey, benar-benar tak mungkin. Ia masih tertawa saat melangkah memasuki kamar mandi, meninggalkan ibunya yang masih terdiam di tempat yang sama sebelum keluar dari ruangan itu setelah menghela napas dan memandang pintu kamar mandi dengan raut prihatin.
Sakura di dalam kamar mandi masih tertawa dan berpikir. Hidupnya tak mungkin lebih dramatis lagi dari sekarang.
.
.
Dan yeah, hidupnya memang sangat dramatis!
Sakura menahan umpatannya sepanjang pertemuan. Semua dugaannya benar. Dalam situasi berbeda ia pasti telah tersenyum senang karena perkiraannya hampir menyamai seorang cenayang. Tapi ini, sekarang ini. Sebuah–terkutuklah–perjodohan. Hal yang paling buruk dari semuanya adalah pria yang sedang dijodohkan dengannya, yang sekarang menyeringai tepat ke arahnya.
Uchiha Sasuke.
Sakura memberi pelototan tergarangnya pada lelaki itu, lalu memberi kode untuk mengikutinya keluar dari ruangan itu menuju halaman luas di sebelah rumah.
"Bagaimana mungkin seorang bodyguard tiba-tiba menjadi anak salah satu rekan bisnis Ayahku?" cecar Sakura sesaat setelah mereka menjejakkan kaki di tempat tujuan. Sasuke mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. Ada kilatan geli yang terpantul di matanya.
Sakura mengumpat kesal saat melihat hal itu. "Aku menolak perjodohan ini. Aku akan mengatakannya pada mereka." Sakura sudah sekali melangkah saat Sasuke mulai berbicara.
"Perusahaan keluargamu hampir bangkrut," ungkap Sasuke. Sakura menyipitkan matanya, memberikan peringatan bahwa ia tak percaya pada setiap kata yang diucapkan pria itu. Tapi Sasuke terus berbicara. "Perusahaan keluarga kami yang meminjamkan dana. Kurasa kau tak ingin membuat ayahku tersinggung. Dia orang yang amat sangat pendendam."
Sakura menatap pria itu sinis. Sejak kapan Sasuke memiliki seringaimenyebalkan seperti yang pria itu tunjukan sekarang?
"Kau bohong!" ketusnya lagi, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Tapi ia tahu semua yang Sasuke katakan benar. Perusahaan ayahnya memang sedikit terguncang akhir-akhir ini.
"Terserah kalau kau tak mau mempercayainya," sahut Sasuke. "Tapi jika aku jadi kau, aku akan menerima perjodohan ini. Tak ada ruginya." Sakura melotot. Apanya yang tak ada ruginya? Semuanya tentang pria itu adalah kerugian baginya. Lagipula pernikahan itu bukanlah permainan.
"Well, perjodohan ini–aku pengecualian–sangat menguntungkan keluargaku," kata Sakura serius. "Tapi bagaimana denganmu, dengan keluargamu, apa yang kalian dapatkan?"
"Persahabatan?" Sasuke mengangkat bahu.
Sakura memberikan tawa mengejek. "Persahabatan." Ia mendengus. "Konyol sekali."
Sasuke menyipitkan matanya. "Aku akan membatalkan perjodohan ini." Perkataannya membuat Sakura tersenyum tanpa sadar. "Dengan satu syarat. Cium Aku." Senyum Sakura kembali memudar.
"Kau sinting!"
Sasuke menyeringai.
Sakura menghela napas. "Baiklah, satu ciuman. Hanya ciuman tak akan membunuhku." Gerutunya, lalu mendekat pada Sasuke.
"Di bibir."
"Baiklah, di bibir. Terserah kau saja." Sakura mendekatkan wajahnya pada pria itu. "Tutup matamu!" perintahnya saat Sasuke hanya berdiri tegap dengan mata yang terbuka lebar.
Pria itu menggeleng tegas "Aku akan tetap membuka mata seperti ini."
"Berengsek." Lalu bibir mereka menempel, hanya sebentar dan sebatas sentuhan ringan. Tapi itu saja sudah membuat wajah Sakura merona. Ia merasa dipermalukan.
Sasuke tampak tidak senang. "Kau sebut itu ciuman?"
Sakura tersenyum angkuh. "Memangnya apa yang kau harapkan?"
Tapi anehnya Sasuke malah menyeringai. Sakura merasakan tusukan tak kasat mata di punggungnya. Jadi ia berbalik dan mendapati para orang tua sedang menatap mereka dengan senyum bahagia di wajah mereka.
Hanya itu, dan Sakura bisa memastikan bahwa pernikahannya sudah ada di depan mata.
Sakura memandang sengit Sasuke. "Kau sengaja!"
"Tentu," sahut pria itu.
"Aku akan tetap membatalkannya," ujar Sakura jengkel. Sasuke menahan sikunya ketika ia ingin beranjak. Tak ada lagi seringai di raut wajah pria itu.
"Percuma saja. Mereka sudah menganggap kita saling menyukai. Memangnya bagaimana kau akan menjelaskan ciuman kita tadi?"
Sakura menepis tangan pria itu. "Kau akan menyesal melakukan ini padaku Uchiha!"
.
.
Tiga minggu kemudian, resepsi pernikahan dilangsungkan.
.
.
.
To be Continued.
Ya ya saya tahu, bukannya lanjutin Save her malah bikin Fic baru lagi. Tapi tangan saya gatal, beneran deh. Fic ini adalah fic lama saya yang dirombak cukup banyak di beberapa bagian. Cerita aslinya sudah saya ketik sampe chapter 9, tapi akan dirombak dulu sebelum di publish.