Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Story by Shizukano Aizawa
Warning: AU, OOC (sepertinya sangat), typo(s), etc.
Will You be My…?
.
.
Pagi itu, matahari bersinar dengan sangat cerah, kicauan burung yang merdu tak juga membuat kedua manusia berbeda jenis kelamin itu membuka kedua bola mata mereka yang tertutup rapat. Lelah karena melakukan 'kegiatan' yang seharusnya tak mereka lakukan pada umur yang masih terbilang cukup muda tadi malam, yang mereka lakukan di kediaman sang pemuda.
Pemuda itu sedikit demi sedikit membuka kelopak matanya, merasakan tangan seseorang yang bergerak melingkari tubuhnya di bawah selimut yang menutupi tubuh polos mereka. "Hmm…" gadis itu bergumam. Pemuda dengan tato ai di keningnya menatap gadis bersurai merah muda di pelukannya. Ia tersenyum tipis, masih tak bergerak karena tak ingin membangunkan sang gadis.
Gaara, pemuda berambut merah itu kembali mengingat kejadian yang mereka lakukan tadi malam. Ia terkekeh pelan, sedetik kemudian ia kembali menatap gadis di pelukannya tanpa ekspresi yang jelas. Ia menghela nafas berat.
Ia memang mencintai gadis ini, gadis manis yang selama ini selalu menjadi sorotan di sekolah mereka, Konoha Senior High School. Ia juga sadar, bahwa gadis manis ini selalu menyukai Pangeran Es di sekolah mereka, Sasuke Uchiha. Tapi ia tidak bisa… ia merasa tidak bisa menyerahkan begitu saja gadis manis itu menjadi kekasih sang Uchiha, dan begitu ia sadar, ia telah membawa gadis itu ke kediamannya dan menjadikan gadis itu miliknya. Singkatnya, mereka mengadakan pesta karena selesainya ujian akhir sekolah, minum hingga tidak sadarkan diri, dan berakhir dengan keduanya di kediaman sang pemuda, tepatnya kamar, dan melakukan 'sesuatu' tanpa mereka sadari. Oh, dan jangan lupakan desahan –yang menurut Gaara sangat merdu, hingga membuat 'adik kecilnya' terus berdiri- dari bibir mungil gadis di pelukannya, hingga mereka melakukannya beberapa ronde tadi malam.
Kini Gaara kembali mematung, gadis manis di pelukannya perlahan membuka kedua matanya. Oh, sepertinya ia harus bersiap-siap untuk makian dan amukan dari sang gadis. Terlebih ia bukanlah sang Uchiha. Gaara tersenyum miris memikirkan hal itu. Apakah ia akan siap, jika gadis itu membencinya karena mengambil keperawanan sang gadis? Gaara benar-benar tak bisa memikirkannya.
"Ohayou… Gaara-kun…" gadis itu tersenyum manis, sepertinya ia belum menyadari posisi dan tubuh polos mereka yang masih bersentuhan.
"…"
"…"
"WHAT THE… a-a-apa yang terjadi? Ke-kenapa kau ada di sini, Gaara?!" Sakura, gadis itu kini duduk menjauh dari Gaara. Pemuda dengan tato ai di hadapannya hanya menatapnya datar. "Tu-tunggu! A-aku ada di mana?" Ia menatap sekeliling ruangan. Cat dinding berwarna putih gading yang merata di seluruh bagian, lemari yang cukup besar untuk kamar seorang pria, jika itu benar kamar Gaara. Sebuah meja belajar yang tak jauh dari lemari, pintu kaca menuju balkon, lantai yang beralaskan karpet berwarna biru tua dan emas di pinggirannya, dan sebuah tempat tidur berukuran king size yang mereka tempati sekarang. "I-ini bukan kamarku?! Di mana aku?! A-apa ini hotel?!" Gadis itu kembali menatap Gaara yang kini duduk di hadapannya tanpa mengenakan sesuatu yang menutupi tubuhnya, hanya selimut tebal yang menutupi bagian bawah pemuda itu.
Sakura semakin terkejut, ia menatap dirinya di dalam selimut. "Ke-kenapa aku tidak memakai apapun?! A-apa yang kau lakukan padaku?!" Sakura semakin histeris. Gaara menghela napas berat. Ia kemudian merangkak ke arah Sakura, yeng tentu saja gadis itu juga bergerak menjauh dari Gaara. "Kau bisa jatuh jika kau terus bergerak mundur, Sakura." Suara berat dan tenang pemuda itu menghentikan Sakura dari aksi menjauhnya.
"Kalau begitu, jangan mendekat lagi!" Sakura masih memegangi selimut untuk menutupi bagian atas tubuhnya, wajahnya masih tampak tidak mempercayai apa yang terjadi. Gaara berhenti, ia memandang Sakura datar. "Jawab pertanyaanku, Gaara! Apa yang terjadi?!"
"Kau tidak ingat?" Suara berat pemuda itu masih tetap datar dan tenang. Sakura menatapnya sembari mengingat apa yang terjadi.
"Ti-tidak mungkin!" Gadis itu kini mengingat apa yang terjadi pada dirinya dan Gaara. "Ku-ku pikir itu hanya mimpi!" Tubuh gadis itu mulai bergetar. Gaara tahu gadis itu akan menangis. Ia bergerak hendak mendekati Sakura tapi, "jangan mendekat!" Sakura meneriakinya. "Sekarang, jawab aku?! Di mana ini?!"
"Rumahku. Kamarku." Gaara menatap Sakura yang kini mulai menangis. Gadis itu terisak, dan itu benar-benar membuat Gaara merasa sangat bersalah, tapi pemuda itu tetap tak memperlihatkan emosi apapun.
"Apa aku… akan hamil?" Gaara yang sebelumnya mulai menunduk, kini dengan cepat menatap gadis di hadapannya. Gadis itu masih menangis, tapi ia tetap menatap lurus pada Gaara, mencari kebenaran pada mata sang pemuda.
Merasa tak akan di jawab, Sakura kembali mengalihkan pandangannya. Ia menunduk, tidak lagi membentak Gaara agar pemuda itu tidak mendekatinya. Satu hal yang membuat ia berteriak mengeluarkan suara tangisannya, adalah saat Gaara menyentuh pundaknya dan membawanya ke dalam pelukan sang pemuda. Ia manangis, dan Gaara membiarkannya.
.
.
Sakura tak tahu, pemuda di hadapannya adalah seorang yang terbilang kaya. Setelah puas memaki pemuda itu dalam tangisannya, Gaara menyuruhnya untuk membersihkan dirinya. Awalnya ia terkejut, karena tidak ada kamar mandi di ruangan itu, tapi setelah Gaara mengajaknya masuk ke dalam lemari besar milik pemuda itu, Sakura baru menyadarinya. Lemari itu bukan hanya lemari. Itu adalah pintu menuju sebuah ruangan yang berisi pakaian pemuda itu dan berakhir dengan kamar mandi di ujung ruangan. Sakura sempat terkagum, tapi ia masih tidak ingin mengakuinya, karena gadis itu masih tidak ingin memaafkan perbuatan Gaara yang terbilang sangat kejam baginya.
Mengambil keperawanan seorang gadis yang baru saja menyelesaikan ujian akhir sekolahnya, adalah hal yang sangat kejam, bukan?
Dan setelah gadis itu membersihkan tubuhnya, ia berjalan pelan menuju dapur pemuda itu di lantai dasar, karena memang ia masih merasakan sakit pada bagian selangkangannya.
"Aku tidak sempat membuat makanan lebih." Pemuda itu menata makanan di atas meja yang terbilang tak lazim untuk pemuda berumur 18 tahun yang tinggal sendiri, karena besarnya yang seperti meja makan khas kerajaan yang sering sekali gadis itu lihat di komik-komik bertema kerajaan sebelumnya. Sakura mengangguk singkat menatap makanan di atas meja. Dua piring nasi goreng dengan tambahan seafood, secangkir susu strawberry, dan secangkir latte.
"Sebenarnya kau ini ketururnan Raja, ya?" Gaara menatap singkat pada Sakura, bingung akan maksud sang gadis. Sakura kembali mengamati sekelilingnya, di samping meja makan yang mereka tempati, terlihat sebuah meja yang terlihat seperti meja bar dan beberap gelas yang bergantungan di atasnya. Beberapa kursi juga terlihat di sisi meja tersebut, dan Sakura yakin, sisi lain dari meja itu adalah mini kitchen set, karena Gaara mengeluarkan sarapan mereka dari sana.
Mengerti akan tatapan Gaara, gadis itu kembali berkata, "kau tinggal di Mansion besar ini seorang diri? Ini Mansion keluargamu, atau… majikanmu?" Gaara terkekeh pelan, dan reaksi itu sukses membuat sudut siku-siku di wajah manis Sakura.
"Saat makan tidak boleh berbicara." Gaara tersenyum tipis. Sakura semakin menyipitkan matanya tajam. Gadis itu menghela napas berat dan mengikuti kegiatan Gaara yang tengah menyantap nasi gorengnya dalam diam, setelah sebelumnya mengucap 'ittadakimasu'.
.
.
"Apa kau… membenciku?" Gaara membuka suara. Mereka sedang berada di halaman belakang kediaman pemuda itu, menikmati suasana cerah di pagi hari di bawah pohon momiji di halamannya. Sakura diam, menatap pemuda itu sejenak, kemudian menghela napas.
"Jika kau seorang gadis, kemudian keperawananmu direbut begitu saja padahal pengumuman kelulusanpun kita belum tahu hasilnya, kemudian pemuda itu adalah sahabat baikmu, dan dia tahu orang yang kau cintai adalah temannya sendiri. Apakah kau akan membencinya?" Gaara menatap lurus pada manik emerald gadis di hadapannya. Ia tahu gadis itu akan kembali menangis, terlihat dari kedua bahu mungilnya yang kembali bergetar. Matanya mulai kembali berkaca-kaca.
Gaara berdiri dari duduknya, mendekati Sakura. Sakura menundukkan kepalanya, menatap teh hijau yang sebelumnya di buatkan Gaara untuknya. Ia merasa tak ingin menatap pemuda itu sekarang. Sahabat baik memanglah sahabat baik, tapi bagaimana jika ia menghancurkan kehidupanmu sendiri?! Terlintas di pikiran Sakura untuk membenci pemuda itu. Tapi hati kecilnya tidak bisa. Gaara adalah sahabat baiknya sejak mereka menginjakkan kaki di kelas 3 sekolah dasar. Dan tanpa Sakura sadari, pemuda itu selalu memperhatikannya sejak mereka duduk di kelas 5 sekolah dasar, memiliki suatu perasaan yang seharusnya anak sekecil itu belum merasakannya.
Gaara menekuk lututnya di hadapan Sakura. Gadis itu terkejut saat Gaara menggenggam erat tangannya. Ia memperhatikan Gaara tanpa suara, tapi dengan keras ia berusaha agar air matanya tidak tumpah di depan pemuda itu.
"Membenciku saat ini adalah hal yang wajar." Gaara diam sejenak, wajahnya tetap datar. "Aku sudah menghancurkan persahabatan kita, sejak… sejak aku sadar bahwa aku mencintaimu." Sakura tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia tidak tuli, ia mendengar dengan jelas ucapan Gaara. Pemuda itu tetap menatapnya tanpa emosi, tapi Sakura tahu bahwa ia, Gaara tidak pernah berbohong pada Sakura, terlihat jelas dari mata pemuda itu.
"Tapi…" Sakura kembali menatap pemuda di hadapannya, yang sebelumnya mengalihkan pandangannya dari pemuda itu karena mendengar Gaara kembali membuka suara. "Jika kau benar-benar…" Gaara tak melanjutkan ucapannya. Pemuda itu sedikit bingung menjelaskan pada gadis di hadapannya.
"Jika aku benar-benar apa?" Tapi Sakura benar-benar tampak bingung dan butuh penjelasan maksud dari ucapan pemuda di hadapannya. Gaara sedikit mengambil napas, memantapkan dirinya untuk kembali berbicara walau mungkin kebencian Sakura akan bertambah untuknya.
Biarlah.
"Untuk memastikan kau benar-benar…" Gaara melepaskan genggamannya pada tangan Sakura, ia membuat sebuah bentuk ilusi bundar di depan perutnya, layaknya seseorang yang sedang mengandung. Saat Sakura membulatkan matanya tanda terkejut, Gaara kembali melanjutkan. "Maukah kau tinggal bersamaku?"
Sakura benar-benar tak percaya akan ucapan Gaara. Jadi benar? Ia akan ha- Ah, untuk melanjutkannya saja Sakura tidak mampu. Merasa melupakan sesuatu, Gaara kembali berbicara, "aku akan mengabari orang tuamu bahwa kau di ajak Temari-nee ke Amerika untuk liburan. Kau tidak perlu khawatir jika orang tuamu bertanya." Sakura benar-benar di buat terkejut saat ini oleh perkataan pemuda di hadapannya. Pertama, ia hanya bertemu dengan Temari-nee –kakak tertua dari Gaara- sekali, dan itu saat mereka masih sangat kecil, saat mereka duduk di kelas 3 sekolah dasar. Kedua, ia tidak pernah tau bagaimana kehidupan Gaara padahal mereka sudah sedari kecil bersahabat, karena pemuda itu selalu menutupinya. Ketiga, sebenarnya sekaya apa keluarga Gaara?!
"Kau berhutang banyak penjelasan padaku, Gaara! Dan… jika aku benar-benar ha-ha… kau mengerti maksudku, apa yang akan kau lakukan?!" Sakura benar-benar menatap tajam pemuda di hadapannya, sekarang. Gaara sedikit terkejut karena tidak pernah melihat Sakura berekspresi seperti itu. Tapi dengan cepat ia mengubah raut wajahnya.
"Aku akan membesarkan anak itu…" Sakura sedikit terkejut, ia tak menyangka Gaara akan mengatakan hal itu. Sebelumnya ia hanya berpikir bahwa jika benar hal itu terjadi, Gaara akan menyuruhnya untuk menggugurkan anak tersebut. "Walau kau tidak ingin." Sakura menatap intens Gaara.
Ia kini berpikir, memang mereka tidak menginginkan hal ini terjadi, tapi… semua sudah terlambat, dan hal itu sudah terjadi. Jika saja waktu bisa di putar, mungkin Sakura akan menuruti permintaan ibunya untuk tidak ikut pesta tersebut.
Sakura menghela napas, "kenapa tidak minum pil pencegah kau-tahu-maksudku-'kan saja?" Mendengar penuturan Sakura, Gaara menggeleng singkat. Jika Sakura benar-benar akan –sebenarnya author yang tidak sanggup mengatakannya, jadi kalian pasti mengerti, 'kan?-, ia tidak ingin mencegahnya karena anak itu adalah hasil dari hubungannya dan Sakura, orang yang ia cintai.
"Apa alasanmu?"
"Karena anak itu adalah anakku dan kau." Sakura sedikit merona mendengar penuturan Gaara. Ia mengalihkan perhatiannya. Gaara dapat melihat rona merah tersebut, tapi ia hanya tersenyum sangat tipis, hingga Sakura pun tak dapat melihatnya.
Sakura kembali menghela napas, ia menatap Gaara lagi setelah merasa rona merah di wajahnya menghilang. Ia mengangguk singkat, membuat Gaara sedikit membelalakkan matanya terkejut, kemudian tersenyum tipis pada Sakura, yang hanya di balas oleh tatapan datar gadis itu.
.
.
Seminggu berlalu sejak kejadian itu, dan benar saja perkiraan Gaara dan Sakura sebelumnya bahwa ia akan… -author benar-benar tidak berani mengatakannya-. Dan hal itu sukses membuat Gaara selalu tersenyum jika tidak ada yang melihatnya, termasuk Sakura. Jika Sakura tiba-tiba menatapnya aneh, pemuda bertato ai itu akan segera berdeham untuk kembali membuat dirinya menampilkan ekspresi datar seperti biasa. Dan begitu juga Sakura, ia memang tidak selalu tersenyum seperti Gaara, tapi kini ia sudah bisa mulai mengurangi rasa tidak sukanya pada Gaara yang merebut keperawanannya, walau terkadang ia masih saja kesal jika mengingatnya.
"Mansion-mu selalu sepi. Apa kau tinggal sendiri?" Di sinilah mereka sekarang, di halaman belakang kediaman Gaara, di bawah pohon momiji, duduk sembari menikmati semilir angin di pagi hari sembari menikmati teh hijau yang sebelumnya di buat oleh Gaara. "Ah, ya…" seperti mengingat sesuatu, gadis musim semi itu menatap Gaara tajam. "Kau berhutang banyak penjelasan padaku! Seminggu ini memang aku tidak ingat, tapi sekarang… katakan semuanya! Mansion ini milik siapa? Dan di mana penghuni lainnya?!"
Gaara menyesap teh hijau miliknya, ia menatap Sakura datar, menaruh kembali teh hijaunya di atas meja, dan mulai bercerita.
"Kaa-san meninggal saat melahirkanku." Sakura sedikit tersentak. Ia menatap Gaara dengan tatapan penyesalan, tapi Gaara menggeleng, "tak apa. Ini salahku, karena tidak pernah memberitahumu. Padahal kita sahabat." Gaara tersenyum singkat, menikmati semilir angina yang menerpa wajahnya. Walau begitu, Sakura tetap memandang Gaara dengan tatapan penyesalan.
"Tou-san meninggal saat aku memasuki sekolah dasar. Kecelakaan tragis menimpanya. Mobil yang ia kendarai memasuki jurang karena tidak bisa melihat dengan jelas karena cuaca buruk saat badai salju turun." Sakura kembali meminta maaf. Ia tidak tahu bahwa kedua orang tua Gaara telah tiada. "Tak apa, Sakura. Selama ini aku tidak pernah membicarakannya karena aku memang belum siap."
"Aku punya dua kakak, Temari-nee anak pertama, Kankurou-nii, dan aku. Tapi sekarang Temari-nee tinggal di Kanada karena Shika-nii harus mengurus perusahaan keluarga kami yang ada di sana. Kankurou-nii sedang berada di Paris, melanjutkan pendidikannya di sana sekaligus mengurus perusahaan yang juga didirikan tou-san di sana. Dan mansion ini… peninggalan tou-san. Aku tidak bisa meninggalkannya. Jadi akulah yang tinggal di sini mengurusnya." Gaara tersenyum singkat mendapati wajah Sakura yang tampak kagum.
"Tanpa pelayan seorang pun?" Gadis di hadapannya masih tampak kagum, terlihat jelas dari suaranya yang sangat penasaran. Gaara tersenyum dan mengangguk. "Wow… kau benar-benar mandiri sekali, Gaara." Sakura tersenyum. Tampaknya hari ini ia benar-benar melupakan kekesalannya pada pemuda itu, melupakan apa yang terjadi pada dirinya dan Gaara. Gaara tersenyum, berharap dapat melihat senyuman Sakura seperti ini setiap harinya.
.
.
Tsudzuku~
A/N : Hai semuaaaa~~~ /tebar senyum/ plaaakkkk
Hari ini dengan nistahnya saya malah update cerita baru, padahal yang lain belum pada selesai~~ /nangis di pojokan/ di lempar
Sebenarnya ini cerita yang tadi malam jadi mimpi saya lohh~~ /nari nari gaje
Ntah kenapa juga yang muncul itu GaaSaku, Saya juga heraan~ hahahaha
Tapi nggak masalah, Saya juga pecinta pair ini kok~ Nyahahaha /ketawa nistah/ walau saya sebenarnya ngeship banget ama SasuSaku~~
Saya kan Sakura sentrik –gak tau tulisannya gimana- jadi siapapun yang di pair ama Sakura mah saya suka aja~ XD
Karena mimpi tadi malam sweet banget bagi saya, apalagi GaaSaku, dan Sasuke jadi penghalangnya, walau nggak sulit banget ngelewatinnya /di bakar Sasuke/ jadi saya pengen tuangkan ini mimpi ke dalam bentuk fanfic~ Yeaaaah~~~ /semangat 45/
Btw, ini fic pertama saya dengan pair GaaSaku, jadi rada2 takut gk ada feel~~ T.T
But, semoga reader suka yak~~ XD
Ah, sebagai penyemangat, minta jejaknya dong di kotak review, minna~~~ XD
Kritik, Saran, apapun yang membangun, saya terima dengan senang hati kok, biar saya lebih maju lagi~~ nyahahaha~
Yo~~ Kalau bisa ini saya selesaiin di chapter berikutnya atau ke tiga deh~~ hihihihihi~~ /Author banyak ketawa, eh?/ tenggelemin~
Yosh~~~ Jejak kalian di review, di tunggu~~~~~ XD / Sampai jumpa di Chapter berikutnya~~~~ XD /