Frenemies

Disclaimer : Naruto characters belong to Kishimoto-sensei

Warning : AU, OOC, TYPOS, DLL...

Genre : Friendship, Romance, Drama, Hurt/Comfort, Humor

.

Penghuni Baru

Sakura POV

"Hai! Kau cantik sekali, apa kau anak pemilik rumah ini?"

Aku menatap sinis seorang pria berambut pirang berantakan dengan mata biru laut dan cengirannya yang lebar. Bukan masalah rayuannya yang tidak bermutu barusan atau karena dia tiba-tiba sok akrab padaku. Tapi dengan barang-barang yang ia bawa di belakang tubuhnya.

Emeraldku menghitung barang yang ia bawa. Dua koper besar, satu kardus besar dan tas ransel di punggungnya. Tetapi bukan hanya itu yang ia bawa. Bahkan ia membawa sepeda gunung berwarna jingga di belakangnya!

Hanya dengan melihat barang-barang yang ia bawa, aku sudah bisa menduga apa tujuannya datang ke rumahku.

"Kau salah satu yang akan tinggal di sini?" tanyaku dingin

Bukannya tersinggung, pria itu malah menjawabku dengan bersemangat,"Benar! Namaku Uzumaki Naruto dan akan tinggal di rumah ini hingga tiga tahun ke depan!"

Ugh, pria yang benar-benar terlalu bersemangat ini akan tinggal di rumahku selama tiga tahun ke depan? Selamat tinggal ketenangan.

"Aku Haruno Sakura," ucapku memperkenalkan diri

"Ooh, Sakura-chan! Nama yang cocok sekali denganmu!" pujinya berlebihan

Aku memutar emeraldku sambil menggeser sedikit posisi tubuh agar ia bisa masuk. Aku tidak ingin para tetangga salah paham dan menganggap seperti aku ingin mengusirnya karena banyaknya barang yang ia bawa saat ini.

"Masuklah," ujarku

Naruto menyahut bersemangat sambil membawa barang-barangnya satu persatu masuk ke dalam rumah. Aku hanya bisa menatapnya dengan kekesalan tertahan. Entah sudah berapa hari aku terus menerus sakit kepala karena rencana bodoh orang tuaku.

Bagaimana tidak kukatakan bodoh?

Beberapa hari lalu, kami makan bersama untuk merayakan aku masuk ke KHS. Sekolah favorit yang sangat sulit untuk dimasuki oleh siswa biasa. Dan tebak apa yang kudapat diakhir kejutan?

Flashback on

"Karena kau sudah besar, Sakura. Bagaimana kalau kau belajar untuk hidup mandiri?"

Aku berhenti memakan cake buatan ibu saat ayah tiba-tiba saja mengatakan hal yang tidak akan pernah kukira. Bukan apa-apa, tapi selama ini mereka bahkan tidak mengijinkanku untuk pergi hingga malam hari dan menginap di tempat teman. Sekarang mereka minta aku belajar mandiri?

"Ibu juga setuju," sahut ibu. "Kau akan belajar bagaimana hidup mandiri tanpa orang tua. Mungkin saja setelah itu kau akan belajar bagaimana menjadi dewasa."

"Maksud kalian, aku harus hidup tanpa kalian?" tanyaku memperjelas semua ini. Ayolah! Ini kesempatanku, siapa pun pasti menginginkannya!

Ayah mengangguk, tiba-tiba saja tangannya terangkat untuk menggengam tangan ibu sambil tersenyum dan memandang wajah satu sama lain. Sikap romantis yang tidak pernah berubah dari dulu itu membuatku sedikit iri.

"Sebenarnya… kami akan berkeliling dunia dengan tabungan kami dan hasil dari pensiunan ayah," ucapnya masih memandang ibu

"Dan kami memutuskan untuk pergi beberapa hari lagi sebelum kau masuk sekolah," timpal Ibu yang juga tidak melepaskan pandangannya dari ayah

Tunggu sebentar.

Tadi mereka bilang apa? Ingin berkeliling dunia dan pergi dalam beberapa hari lagi? Bagaimana denganku?! Bahkan saat itu sekolah belum dimulai!

"Kalian bercanda," cemoohku

Keduanya langsung menoleh padaku,"Kami tidak bercanda. Sakura, kami tidak pernah berpergian kemana pun sejak kau lahir. Bahkan kami sudah menabung untuk rencana ini."

Aku melengos,"Dan kalian baru mengatakannya padaku sekarang."

"Kalau kami mengatakannya padamu, kau pasti akan melakukan sesuatu untuk membatalkan rencana kami," ujar Ibu seolah menebak pikiranku

"Dan apa yang harus kulakukan dengan rumah kita?" tanyaku mendramatisir. "Kalian pasti sadar kalau rumah kita cukup besar dan aku seorang perempuan harus tinggal sendirian di sini?"

Ayah tiba-tiba tertawa,"Hahaha! Kami sudah memikirkan bagian itu, Sakura."

"Kau tidak akan sendirian tinggal di rumah ini," timpal Ibu

Aku menyipitkan mata curiga,"Apa maksud kalian? Jangan katakan kalian menyewa orang untuk menjagaku selama kalian tidak ada."

Jika memang benar begitu, matilah aku! Pasti orangtuaku sudah mengatakan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Itu semua bahkan lebih buruk daripada saat orangtuaku berada di rumah!

Ibu tersenyum lembut padaku,"Sebenarnya… kami sudah menerima tiga orang pria untuk menemanimu di rumah ini! Dan tenang saja, mereka semua sudah membayar uang sewa untuk tinggal di sini selama tiga tahun ke depan kok."

Rahangku langsung jatuh saat mendengar ibu mengatakannya seolah tanpa beban sama sekali. Jika tadi aku mengkhawatirkan diriku yang seorang perempuan tinggal di rumah sendirian, tapi kali ini aku mengkhawatirkan diriku akan tinggal bersama dengan tiga orang pria?!

Apa yang mereka pikirkan sebenarnya?!

Grek

Aku berdiri dari tempatku dan bermaksud untuk kembali ke kamar. Tetapi panggilan ayah membuatku menghentikan langkah dan kembali menoleh.

"Sakura, dengarkan kami dulu-"

"Cukup," potongku menahan emosi. "Kalian gila, membiarkan putri kalian tinggal bersama tiga orang pria?"

Ibu menghela nafas,"Kau belum mendengarkan seluruhnya."

Ayah mengangguk setuju,"Mereka sudah menandatangani perjanjian untuk tinggal di rumah ini. Mereka tidak akan menyentuhmu, kami bisa pastikan itu."

Aku menaikkan alisku,"Benarkah? Apa kalian mengenal mereka sampai segitunya? Mereka bisa saja kabur setelah memperkosaku."

"Mereka tidak akan seperti itu," ucap Ayah bersikeras

Ini semakin gila. "Kenapa kalian tidak menerima perempuan saja sih? kenapa harus pria?!"

Ibu berdehem,"Karena ibu juga perempuan, ibu tahu bagaimana rasanya jika beberapa perempuan dalam satu rumah. Lagipula, resiko dari luar yang akan mengancam kalian akan menjadi dua kali lipat."

Ugh, aku benci saat ibu bisa membalikkan kata-kataku dengan mudah. "Tapi apa bedanya dengan pria? Bisa saja mereka melakukan sesuatu saat aku tidak ada di rumah karena bersekolah!"

"Tenang saja, Sakura. Mereka itu sama sepertimu," Ibu menjelaskan dengan senyum

"Apa maksud ibu?" tanyaku semakin merasa ada yang tidak beres

Ayah tersenyum lebar,"Karena mereka bertiga… bersekolah di KHS juga sebagai anak baru."

Flashback off

Dan hanya seperti itu, mereka berdua pergi begitu saja meninggalkanku untuk berkeliling dunia menggunakan kapal pesiar. Mereka mengatakan kemungkinan untuk pulang adalah tiga tahun lagi, setelah aku lulus dari KHS.

Aku tidak mempercayai semua ini. Bagaimana mungkin aku akan tinggal bersama tiga orang pria yang ternyata juga murid KHS dan dipastikan seangkatan denganku?!

"Sakura-chaaannn!"

Aku menoleh dengan malas pada Naruto yang memanggilku sok akrab sedari tadi. Sepertinya ia sudah selesai membawa masuk semua barang-barang miliknya ke dalam rumah.

"Apa?" tanyaku

"Kamarku dimana? Kalau boleh request sih, aku minta di sebelah kamarmu ya?" Naruto menyengir lebar padaku

Memang rumahku lumayan besar dengan beberapa kamar kosong untuk tamu-tamu ayah dan ibuku yang datang menginap atau keluarga kami dari luar kota. Bahkan bukan hanya itu, ibu yang hobi memasak pun diberikan dapur luas oleh ayah.

Intinya, rumahku memang terlalu besar untuk ditempati oleh tiga orang. Pantas saja orangtuaku menyewakan kamar untuk tiga orang yang.

Aku menghela nafas,"Kamar akan ditentukan nanti saja setelah dua orang lagi datang."

Sepertinya akan merepotkan jika aku yang menentukan kamar mereka. Lebih baik mereka sendiri yang menentukan kamar mana yang mereka mau karena semua kamar bagiku sama saja.

Ting toonngg ting toonngg

Mendengar bel pintu rumahku membuatku menghela nafas, akhirnya penghuni baru kedua tiba. Aku segera bergerak menuju pintu rumah dengan Naruto yang mengikutiku dari belakang.

"Yaa?"

Aku membuka pintu dan melihat dua orang pria di depanku. Yang lebih tinggi, terlihat dewasa dan cukup tampan dengan rambut panjang dikuncir rendah dan sepasang onyx nya yang langsung menatapku.

"Ini rumah keluarga Haruno, bukan?" tanyanya dengan suara ramah

Ada ya pria sesempurna ini?

Aku mengangguk pelan, masih terpana dengan pria di depan mataku ini. Walau aku tidak mengenalnya dan baru kali ini bertemu, aku yakin dia pria idaman para wanita di dunia ini.

"Jangan-jangan kau Haruno Sakura?" tanyanya lagi

"I-iya, saya Haruno Sakura. A-anda?" kegugupan membuatku gagap

Ia tersenyum,"Aku Uchiha Itachi. Adikku akan tinggal di rumah ini selama tiga tahun."

Aku mengeryit,"Adik?"

Onyx Itachi melirik seorang pria lagi yang berada di belakangnya sejak tadi. Ia tidak setinggi Itachi, karena itu aku tidak memperhatikannya yang berdiri dibalik punggung sejak tadi. Tapi jujur saja, adiknya pun sangat tampan!

"Ini Sasuke, adikku yang mulai hari ini akan tinggal di sini."

Itachi menyikut Sasuke yang wajahnya menunjukan jelas apa yang ada di hatinya. Pria itu tidak ingin berada di tempat ini, apalagi tinggal di rumah ini. Lihat saja dia, bukannya menatapku atau menyapaku sebagai tuan rumah yang menyediakan tempat tinggal untuknya, dia malah menaikkan alisnya dengan tatapan merendahkan.

"Ck, jadi aku harus tinggal bersamanya selama tiga tahun?" Sasuke menatap tidak percaya

Aku mencoba tersenyum,"Benar, Namaku Haruno Sa-"

"Aku sudah tahu," potongnya bosan

Baiklah, kalau saja kakaknya tidak berada di sini, aku pasti sudah memukulnya. Tidak sopan sekali memotongku saat mengenalkan diri. Dia benar-benar berbeda dengan kakaknya yang sempurna luar dan dalam. Adiknya malah tidak punya sopan santun.

"Sakura-chaaann!"

Suara cempreng yang sok akrab itu lagi-lagi terdengar, aku langsung menoleh saat menyadari Naruto sudah berada di sampingku. Sepasang safir miliknya menatap Itachi dan Sasuke bergantian.

"Mereka yang akan tinggal di sini juga?" tanya Naruto

Itachi menggeleng,"Adikku yang akan tinggal di sini. Kau siapa?"

Naruto menyengir lebar,"Uzumaki Naruto! Aku penghuni baru di rumah ini!"

"Dan dengan pria berisik ini?" keluh Sasuke lagi

"APA KATAMU?!" Naruto tersinggung

"Naruto," tegurku

Astaga, mereka belum tinggal di rumah ini dan masih berkenalan saja sudah seperti ini. Bagaimana dengan kehidupanku tiga tahun lagi? Tunggu, belum lagi satu orang yang masih belum datang.

Kuharap sifatnya tidak bermasalah seperti mereka berdua.

"Sasuke,"Itachi menyentil dahi adiknya. "Mereka akan menjadi teman barumu mulai sekarang. Bersikap sopanlah."

Dan pria berambut mencuat itu bukannya meminta maaf atau malu, dia malah membuang muka sambil mendengus. Kenapa ayah dan ibu menerima pria dengan sifat jelek seperti ini sih untuk tinggal di rumah kami?

"Itachi-san, bagaimana kalau masuk ke dalam dulu?" tawarku menggeser posisi tubuh

"Oh, tidak perlu. Setelah ini aku harus pergi menangani kasus," tolaknya halus

Aku mengeryit,"Kasus?"

Itachi mengangguk,"Aku polisi Konoha. Kalau ada apa-apa, kalian bisa memanggilku."

"Wow! Pekerjaan yang cocok sekali untukmu! Errr-" Naruto bingung menyebutkan nama Itachi

"Aku Itachi dan adikku Sasuke, Naruto-kun."

Naruto menepukkan tangannya,"Ah, Itachi!"

Sasuke berdecak,"Kalau kau masih ada pekerjaan, pergilah aniki."

"Ya, tentu saja. Aku akan membawakanmu makanan setelah selesai bekerja-"

"Tidak perlu," potong Sasuke cepat. "Aku sudah tinggal disini, bukan di rumah itu lagi."

Itachi mengangguk mengerti,"Tapi-"

Sasuke berbalik dengan cepat tanpa mendengarkan apa yang kakaknya akan katakan lagi. Emeraldku mengikuti punggungnya yang berjalan menuju sebuah mobil mungil yang terparkir dengan rapi di halaman rumah.

Perlahan, Sasuke membuka pintu mobil dan mengeluarkan satu persatu barang-barang miliknya. Seperti yang kulakukan pada Naruto tadi, aku segera menghitung barang-barangnya yang ternyata tidak kalah banyak dengan Naruto punya.

Tiga koper besar, satu kardus besar dan satu ransel punggung.

"Maafkan sikap kasar adikku ya," ucap Itachi menyesal

Aku tersenyum lebar,"Tidak apa-apa. Mungkin saja Sasuke gugup karena akan tinggal seatap bersama orang-orang yang baru dikenalnya."

"Yaaa, kalau dia akan berubah menjadi teman serumah yang menyenangkan sih aku tidak masalah!" timpal Naruto tersenyum lebar

Itachi membalas dengan senyuman tipis,"Kalian pasti akan menjadi teman baik untuknya."

Aku tidak berani menjawab harapan Itachi untuk adiknya mengingat sifat tidak sopan yang benar-benar tidak tertolong itu. Semoga saja apa yang diharapkan oleh Itachi bisa terwujud dan sifatnya bisa berubah.

"Sepertinya Sasuke sudah menurunkan semua barang-barangnya. Baiklah, aku harus pergi dulu. Maaf tidak bisa berlama-lama berbincang dengan kalian," ucap Itachi menjauh

Aku tersenyum sambil melambaikan tangan pada pria yang benar-benar sempurna itu. Andai saja Itachi yang akan tinggal di rumah ini dan bukan adiknya, aku pasti akan senang sekali.

"Minggir! Kau menghalangi pintu masuk," Sasuke tiba-tiba mendorongku sambil membawa barang-barangnya masuk

"Hey! Bukan seperti itu memperlakukan wanita!" protes Naruto

Sasuke mengangkat alisnya,"Wanita? Heh, jangan buat aku tertawa. Bahkan dia sama sekali tidak memiliki aset yang sama dengan wanita."

Ia mengatakannya sambil menunjuk tubuhku yang memang dapat dikatakan tidak berisi atau tidak seksi sama sekali. Aku sadari itu, tapi tidak perlu dikatakan dan melecehkanku seperti itu bukan?!

"Dengar ya, Uchiha Sasuke!" tunjukku kesal. "Seharusnya kau menghormatiku sebagai tuan rumah di sini dan bukannya melecehkanku!"

"Minggir!"

Lagi-lagi Sasuke mendorongku sambil membawa sisa barangnya masuk ke dalam rumah. Sial, apa-apaan pria ini?!

"Sudahlah, Sakura-chan! Tidak perlu pedulikan orang sepertinya, masih ada aku di sini kok!" ujar Naruto berusaha menghibur

"Pinky, dimana kamarku?" tanya Sasuke lagi

Aku mendengus,"Akan ditentukan setelah satu orang lagi datang!"

Sasuke membulatkan onyxnya,"Apa? Pantas saja aku melihat ada barang-barang yang belum ditata di sini!"

"Bersabarlah. Kau boleh duduk dan melihat tv," ujarku cuek membaca majalah

"Sakura-chan! Sakura-chan! Apa ada makanan disini? Aku sudah lapar dan sudah waktunya makan siang," gerutu Naruto memegangi perutnya

Aku memutar emeraldku dan menunjuk meja makan,"Ambil saja sendiri."

"YEEYYY!" Naruto bersorak sambil berlari ke meja makan

"Sial, jam berapa orang yang lainnya datang?!" keluh Sasuke menjatuhkan dirinya di sofa

Melihat tingkah laku kedua teman serumahku ini benar-benar membuatku frustasi. Yang satu kekanakan dan berisik, yang satunya lagi menyebalkan dan tidak tahu sopan santun. Semoga saja pria terakhir yang datang memiliki sifat lebih normal dari mereka berdua.

Hiburanku satu-satunya adalah majalah yang kubaca saat ini. Sebagai wanita, aku suka dengan pria-pria tampan yang sedang terkenal atau naik daun. Seperti pria pelukis yang memenangkan penghargaan se-Konoha.

Tidak ada data apapun tentang dirinya, hanya nama dan fotonya. Benar-benar pria misterius, bagaimana dia bisa membuat majalah ini tidak dapat menggali informasi tentang dirinya sedangkan pria ini memenangkan penghargaan se-Konoha?

Ting tong

Akhirnya.

"Sakura-chaaan, ada yang dataaaangg!" teriak Naruto sambil mengunyah donat

Aku meletakkan majalah yang sedang kubaca dan segera berjalan menuju pintu. Sekilas, aku melihat Sasuke yang masih menonton tv dalam diam sambil tiduran di sofa. Ugh, benar-benar pria menyebalkan.

Ting tong ting tong

Ugh, benar-benar tidak sabaran!

"Yaaa!"

Dengan cepat kubuka pintu besar rumahku. Saat kulihat pria yang berdiri di depanku dengan senyuman di wajahnya, mataku membulat.

"Hai, kau pemilik rumah ini?" tanyanya masih dengan senyuman

"Shimura Sai?!"

Tidak salah lagi, dia pria di majalah itu! Pria yang memenangkan penghargaan se-Konoha! Sedang apa dia di depan pintu rumahku?!

"Ya, itu aku. Kau?"

Aku mengangguk kaku,"S-Sakura… kau akan tinggal di sini?"

"Benar," jawabnya tenang. "Kalau kau sudah tahu tujuanku, boleh aku masuk?"

"E-eh, iya. Dimana barang-barangmu?"

Sai menunjuk ke belakang tubuhnya. Emeraldku menghitung satu persat barang-barang yang sepertinya lebih banyak daripada dua penghuni lainnya. Tiga koper besar, tiga kardus besar, satu ransel punggung dan beberapa kanvas berukuran sedang.

"Bawa semuanya masuk, jelek."

Eh?

"Dan hati-hati saat kau meletakannya di kamarku nanti, jelek."

Eh?

"Dimana pemilik rumah ini?"

Aku melipat kedua tanganku,"Aku pemilik rumah ini. Aku Haruno Sakura dan aku bukan pembantumu!"

Sial. Pria ini bahkan lebih parah dari dua pria lainnya! Bagaimana mungkin dia bisa mengira kalau aku ini seorang pembantu?! Bahkan Itachi tidak menganggapku seperti itu tadi!

"Kau?" tanyanya tidak percaya. "Oh, kalau begitu tidak masalah jika kau membawakan barangku ke dalam, bukan?"

Apa katanya?

"Barang-barangmu sebanyak itu dan aku harus membawanya masuk semua? Jangan bercanda!" tolakku kasar

"Kau tidak cukup kuat?" tanyanya menantang

"Tentu saja aku kuat! Tapi itu adalah barang-barangmu dan tugasmu membawanya masuk seperti dua penghuni lainnya!"

Sai menghela nafas dan berbalik sambil menggumam,"Si jelek yang lemah."

Oh, ayah dan ibu. Kenapa kalian bersedia menerima para penghuni yang bermasalah seperti ini semua? Apa kalian sengaja membuatku menderita atau bagaimana?!

"Minggir, jelek."

Sai membawa ketiga koper besarnya masuk ke dalam rumah sambil tersenyum menghinaku. Awas aja dia nanti, berani sekali menghinaku di tempat kekuasaanku!

.

"Jadi, dimana kamar kami?"

Sasuke yang sepertinya sudah tidak sabar untuk membawa barang-barangnya ke kamar meminta kunci padaku lagi. Pria ini bahkan tidak berbasa-basi untuk sekedar berkenalan lebih jauh dengan pemilik rumah atau dua penghuni lainnya.

"Baiklah," ucapku putus asa. "Kalian boleh memilih kamar mana yang kalian inginkan. Di kamar itu sudah ada tempat tidur, lemari dan meja belajar untuk kalian."

Aku mengeluarkan tiga kunci dengan warna berbeda yang cocok dengan warna masing-masing dari pintu yang akan mereka tempati. Ada warna biru, hitam dan kuning. Ayah yang melakukannya untuk membuat mereka tidak bingung katanya sebelum berangkat.

"Jadi, kamar mana yang paling dekat denganmu, Sakura-chan?" tanya Naruto

"Kamarku bersebrangan dengan tiga kamar yang akan kalian tempati," jawabku

Sasuke mendengus,"Aku ambil yang biru."

"Aaah, kau curang! Baiklah, aku ambil yang warna hitam- KAU! ITU MILIKKU!"

Saat Naruto akan mengambil kunci yang berwarna hitam, Sai dengan cepat mengambil kunci itu terlebih dahulu. Yang tersisa adalah warna kuning, warna yang bukan untuk seorang pria. Kenapa ayah mengecat warna itu sih?

"Tanganmu terlalu lambat, apa kau juga akan seperti itu besok saat bersama istrimu?"

"HAH?"

"Bukan tanganmu saja ternyata yang lambat. Bahkan otakmu juga," sambung Sai lagi

"DASAR BRE-"

"HENTIKAN KALIAN BERDUA!" Teriakku cepat

Aku mengambil nafas dalam-dalam dan menatap tajam Naruto dan Sai,"Kalau kalian masih bertengkar lagi, kalian tidak akan dapat makan malam!"

"Tunggu, kau yang akan menyiapkan makan malam?" tanya Sasuke tidak yakin

"Ada masalah dengan itu?!" sahutku kesal

"Kau bisa memasak?" tanyanya lagi dengan nada yang lebih menyebalkan

Aku mendengus,"Tentu saja. Lagipula kita semua akan bergantian memasak."

"APA?!" teriak mereka bertiga bersamaan

Kenapa mereka terkejut seperti itu sih? Bukankah wajar kalau tinggal satu atap berarti harus saling membantu dan bergantian menjalani tugas sehari-hari?

"Sakura-chan, kau pasti bercanda!" Naruto memucat. "Aku tidak bisa memasak, bahkan tidak pernah membuat sesuatu! Tapi kalau kau tidak keberatan kita hanya makan ramen cup, aku bisa membuatnya!"

"Ramen cup? Makanan sampah itu?" Sai menggeleng-gelengkan kepalanya

Naruto melotot,"Ramen cup bukan makanan sampah! Itu makanan paling normal dalam keadaan darurat, bocah pucat!"

Sasuke memijat pelipisnya,"Tunggu sebentar. Kami sudah membayar untuk tinggal di rumah ini, kenapa kami juga harus memasak?"

"Bukan hanya memasak," sahutku sebal. "Kita akan bergantian menjalankan tugas membersihkan rumah."

Onyx Sasuke melebar,"Kau gila. Katakan saja kau mau membuat kami menjadi pembantumu!"

"Ckckck, Tuan Sasuke. Apa kau tahu yang namanya tinggal bersama? Kita harus saling membantu disini," jelasku penuh kepuasan saat melihat ekspresinya

"Sakura-chaaaan, apa tidak bisa menyewa orang saja?"

"Jelek, kau pasti terlalu malas untuk membersihkan rumah dan memasak sendirian kan?"

Aku memutar emeraldku,"Tidak ada bantahan dan tawar menawar! Rumahku, peraturanku! Kalian tinggal disini, jadi kalian harus mengikutinya!"

Rasakan itu!

"Sial, seharusnya aku tidak menerima tawaran itu!" keluh Sasuke penuh penyesalan

Aku tersenyum lebar,"Bagaimana kalau sekarang kalian naik dan melihat kamar baru kalian kemudian mandi sedangkan aku akan menyiapkan makan malam penyambutan untuk kita?"

Setidaknya hal ini bisa membuat mereka sedikit merasa bersemangat. Aku akan membuat mereka tidak bisa berbicara saat merasakan masakanku nanti!

"Awas saja kau, pinky!" gumam Sasuke mengangkat koper miliknya ke lantai dua

Naruto mengerucutkan bibirnya sambil mengangkut barangnya ke lantai atas. Sepertinya ia masih bingung memikirkan tugas giliran memasak di rumah barunya. Mungkin aku akan membuatkan resep untuknya agar dia bisa belajar nanti.

Sedangkan Sai, pria itu tidak berkomentar apapun sambil membawa barang-barangnya ke lantai atas. Sebenarnya ia bukan pria bermasalah andai saja mulutnya tidak mengeluarkan kata-kata yang bisa menyinggung perasaan orang lain. Entah bagaimana ia menjalani hidupnya selama ini.

"Apa yang kau lihat, jelek?"

Sial.

"Tidak ada makan malam untukmu kalau kau menyebutku seperti itu lagi, Sai!" berangku

Sai tidak menyahut, pria berkulit pucat itu malah mengangkat sisa barang miliknya ke lantai atas dan meninggalkanku sendirian dengan ruangan yang sepi.

Karena merasa tidak ada lagi yang perlu dikatakan, aku segera berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk kami berempat. Sepertinya aku akan menyiapkan porsi besar mengingat pria biasanya makan banyak.

"Sakura."

Aku menoleh saat mendengar suara baritone yang memasuki dapur. Onyxnya berputar melihat besarnya dapur yang ia masuki. Sepertinya ia heran, untuk apa dapur besar dengan peralatan lengkap menggantung di dinding dibuat untuk keluarga kecil.

"Apa?" tanyaku

"Dimana kamar mandinya? Aku tidak bisa menemukannya di kamarku."

"Ada di ujung lorong, kita akan memakainya bergantian."

"APA?"

Aku mengeryit,"Kenapa?"

Onyx Sasuke melirikku,"Tapi kau… perempuan. Dan kami bertiga pria!"

"Terus?" tanyaku tidak mengerti

"Setidaknya beri kami kamar mandi yang tidak menjadi satu denganmu!"

Oh, itu masalahnya.

Aku melambaikan tangan tidak peduli,"Tidak masalah bagiku. Hanya kamar mandi, tidak seperti kalian akan mandi bersamaku."

Sepertinya Sasuke masih keberatan dengan masalah kamar mandi bersama, terbukti ia ingin mengatakan sesuatu lagi. Namun karena merasa percuma berdebat denganku, Sasuke pergi meninggalkan dapur sambil menggerutu.

Heh, dia pasti sadar jika wanita mandinya lama.

"Baiklah, saatnya memasak~"

# # # # #

Setelah selesai menyiapkan peralatan makan di meja beserta makanan yang sudah siap dinikmati, tugasku tinggal memanggil tiga penghuni baru yang masih sibuk di kamarnya masing-masing untuk turun ke meja makan.

Kulepas apron berwarna merah muda milikku yang sudah sedikit kotor dan kugantung di tempatnya. Kulangkahkan kakiku menuju lantai dua dimana kamar kami berada dan tiba-tiba saja rasa penasaranku dengan kamar yang akan mereka tempati muncul.

Seperti apa kamar polos yang tadinya hanya ada kasur, lemari dan meja belajar dirombak oleh pria? Kuharap mereka tidak menyimpan sesuatu yang aneh-aneh.

Kamar pertama, pintu berwarna biru yang menjadi milik Sasuke. Pria yang bermasalah dengan sikapnya itu, aku ingin lihat bagaimana isi kamarnya.

Brak!

"Sasuke! Saatnya makan malam!" seruku sambil membuka pintu tanpa izin

"K-kau, apa tidak bisa mengetuk pintu dulu?!" protesnya

Sasuke masih berusaha menata isi lemarinya yang sebagian besar sudah berisi pakaian miliknya. Bahkan koper miliknya sudah ditata dengan rapi di bawah tempat tidur. Meja belajar yang ada di ujung ruanganpun sudah berisi buku-buku tebal yang tidak kuketahui serta sebuah foto berpigura.

Aku memang sudah mengira untuk pria seperti Sasuke pasti akan rapi. Lihat saja tempat tidurnya, sudah lengkap semua dan terlihat mengundang sekali untuk tiduran di atasnya. Bahkan hanya tersisa satu kardus besar yang sudah terbuka dari semua barang bawaannya tadi.

"Wow, kau hampir menyelesaikan semuanya!" pujiku kagum

Sasuke menutup pintu lemari sambil menatap kesal,"Tentu saja! Sekarang, bisa kau keluar? Aku mau ganti baju sebelum makan malam!"

"Tentu, turunlah setelah kau memakai piyamamu!" godaku sambil menutup pintu perlahan

"AKU TIDAK MEMAKAI PIYAMA!"

Mendengar bantahannya membuatku tertawa sendiri. Rasanya menyenangkan sekali menggoda seseorang yang belum kita ketahui sifatnya atau tentang dirinya dan bisa saling berkomunikasi seperti ini walaupun Sasuke pasti tidak akan setuju.

"Baiklah, sekarang pintu kuning… Naruto!"

Seperti yang kulakukan pada Sasuke, tanpa ijin kubuka pintu Naruto dengan semangat.

"Naruto! Saatnya makan ma-, ASTAGA! APA YANG KAU LAKUKAN?!"

"S-Sakura-chan?!"

Ini mimpi buruk. Apa yang dilakukan si pirang ini dalam dua jam tadi? Berbeda dengan Sasuke yang hampir menyelesaikan penataan kamar dan barang-barangnya dengan rapi. Naruto bahkan sama sekali tidak menata kamarnya, namun barang-barang di dalam koper dan kardusnya keluar semua sehingga menutupi lantai!

Benar-benar berantakan. Aku tidak bisa melihat dimana aku harus memijakkan kakiku untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Naruto, kenapa kau tidak menata pakaian dan barang-barangmu?! Kenapa semuanya ada di lantai dan sama sekali tidak kau bereskan?!" ucapku frustasi

"K-kupikir aku bisa menatanya setelah semua kukeluarkan, Sakura-chan!" kilahnya

Aku memijit pelipisku,"Terserah. Turunlah, makan malam sudah selesai."

"SIAP!" sahutnya semangat

"Setelah makan malam, bereskan semua ini" tunjukku pada barang-barangnya yang berantakan di lantai. "Aku tidak mau melihatnya seperti ini besok!"

Naruto menyengir,"O-oke… "

Aku menutup pintu dan menghela nafas. Melihat kamar itu membuat mataku sedikit tidak fokus dengan pakaian bertebaran dimana-mana dan bermacam-macam barang yang saling bercampur. Mungkin Naruto harus semalaman menata semua itu.

Lupakan pria berambut pirang itu, aku harus segera memanggil Sai untuk turun dan makan malam. Kali ini aku tidak memakai cara yang sama dengan dua orang tadi mengingat sifat Sai yang membuatku ingin segera melayangkan tinju ke wajahnya.

Awas saja dia berani menghinaku lagi.

Grek

"Sai, makan malam-, WOW!"

Emeraldku menatap seluruh dinding yang dihias dengan lukisan-lukisan indah yang tidak pernah kulihat secara nyata. Bahkan di ujung ruangan dekat jendela, Sai meletakkan kanvas kosong yang siap ia lukis.

"Apa yang kau lihat?"

Sai menyadarkanku yang terkagum-kagum melihat puluhan lukisan yang tergantung dengan tiba-tiba bertanya. Aku tidak sadar pria itu sedang menata pakaiannya seperti yang Sasuke lakukan tadi di lemarinya.

Bukan hanya itu, Sai sepertinya sudah selesai menata semua barang-barangnya dan menjadikan kamar miliknya siap untuk ditempati. Bukankah barang miliknya lebih banyak dari Sasuke dan Naruto? Bagaimana mungkin dia cepat sekali menata semuanya?

"Kau benar-benar pelukis! Apa semua ini lukisanmu?" tanyaku antusias

Sai melanjutkan menata pakaiannya,"Bukan urusanmu."

Apa?

"Kenapa kau tidak menjualnya saja? Atau kau memang mau mengkoleksi dan membuat galeri?" tanyaku keukeuh

"Aku tidak tahu," gumamnya

"Hah?"

Sai menutup lemarinya setelah tumpukan baju yang tadinya di tangannya sudah habis. Ia berbalik padaku sambil berjalan tanpa ekspresi.

"K-kau mau apa?"

"Bukankah kau memanggilku untuk makan malam?"

Benar juga.

"Y-ya. Ayo turun," sahutku terbata

Kami turun bersama menuju ruang makan yang sudah penuh dengan aroma masakanku. Kuharap mereka tidak mengeluh dengan masakanku karena ayah dan ibu selalu mengatakan jika masakanku sangat enak. Tapi, siapa yang tahu bagaimana selera mereka?

"WOW! Sakura-chan, masakanmu harum sekali!" puji Naruto dengan mata berbinar

"Hmph, siapapun bisa memasak seperti ini," dengus Sasuke

Sai menunjuk nasi kari buatanku,"Ini bisa dimakan?"

"TENTU SAJA BISA!" sergahku cepat. "Bagaimana kalau kalian duduk dan mencicipnya?"

Pria ini benar-benar tidak bisa menjaga mulutnya atau memang dia bermasalah dengan tata bahasanya? Tidak, bagiku dia memang bermasalah.

Naruto, Sai dan Sasuke menyendok nasi kari yang ada dipiring mereka dan memasukkannya ke mulut. Jujur saja, bagaimanapun rasa percaya diriku tadi saat mengatakan pada mereka jika makanan itu bisa dimakan, tetap saja aku merasa gugup. Ini pertama kalinya ada oranglain selain orang tuaku yang makan masakanku.

"ENAAKKK!" Naruto berteriak sambil mengangkat sendok. "Ibuku saja ga seenak ini buat nasi kari, Sakura-chan!"

Kurasakan wajahku memanas,"S-serius?"

Naruto menyikut Sasuke yang di sebelah kanannya,"Ga bohong deh! Ya kan, Sasuke?!"

"Biasa aja," ucapnya datar

"Dibuatin tuh bersyukur!" balasku kesal

"Aku sudah bersyukur karena makanannya tidak membuatku sakit perut," jawabnya santai

Apa dia bilang?

"Kau mengira aku memasukkan racun, hah?!"

"E-eh, jangan didengar pendapat orang munafik!" sahut Naruto panik dan melirik Sai yang di sebelah kirinya. "Masakan Sakura-chan memang enak, kok. Benarkan, Sai?"

Sai mengangkat kepalanya dan menatapku datar,"Lumayan untuk orang jelek-"

"Aaaah!" Naruto memotong panik saat melihatku bersiap untuk melemparkan sepiring kari. "P-pokoknya masakan Sakura-chan itu enak!"

Aku menghela nafas dan menyendok makananku,"Sudahlah. Kalian bisa menghinaku seperti ini, tapi lihat saja nanti."

"Apa maksudmu, pinky?" tanya Sasuke curiga

Aku menyeringai,"Aku tidak sabar… bagaimana rasa masakan kalian."

Seharusnya aku melihat Sasuke dan Sai yang panik karena dipastikan aku akan membalas apa yang mereka katakan padaku hari ini, tapi ternyata malah Naruto yang mendadak terlihat pucat. Aku melupakan Naruto yang tidak bisa memasak.

"Sakura-chan… kau jahat," gumamnya

"Tenang saja," Sasuke menyahut. "Masakanmu pasti akan lebih enak daripada makanan standar ini."

"Dan masakanku pasti akan lebih lagi," sambung Sai

Oh Tuhan.

Apa salahku pada mereka?! Aku harus merubah topik ini sebelum dua pria yang memang bermasalah dengan otak dan lidahnya itu terus menerus menghinaku.

"Terserahlah," ujarku menyerah. "Omong-omong… kalian akan menjadi murid baru di KHS juga, bukan?"

"Sakura-chan di KHS juga?!" Naruto mendadak bersemangat

Aku mengangguk,"Berarti kita semua anak baru."

Sai mengeryit dalam,"Kau belajar mati-matian atau menyogok?"

Emeraldku melirik sinis,"Apa artinya itu?"

"Heh, kau!" Naruto menuding Sai. "Jangan menghina Sakura-chan!"

Sai menoleh sambil tersenyum,"Kenapa? Karena aku menghina sesamamu? Aku yakin kau menyogok, tidak belajar mati-matian."

"APA?!"

Sasuke berdecak di samping Naruto,"Ck. Kalian bisa tidak tenang sedikit?"

Oh, menyiram minyak ke api yang sudah hampir melahap apapun yang siap dijadikan abu. Kerja bagus, Sasuke idiot. Sepertinya suasana ini belum cukup kacau untukmu?

"Kau!" Kali ini Naruto menuding Sasuke dan mengerang. "Kuharap kalian tidak sekelas denganku!"

"Sama," sahut Sasuke tenang

"Aku juga," sambung Sai masih tersenyum

Aku memijat pelipisku yang tidak tahan dengan melihat dari tiga pria yang benar-benar bisa membuat siapapun akan langsung terkena penyakit darah tinggi jika berada di dekatnya.

Masih ada tiga hari lagi sebelum masuk sekolah. Aku harap sekolah bisa menjadi pelarianku dari mereka yang serumah denganku dan harus terus menerus bertemu selama dua puluh empat jam. Yang kutakutkan kini hanyalah jika mereka sekelas denganku.

# # # # #

Tema baru!

Omong-omong soal fic ini, Risa ga fokus ke satu orang. Tapi empat orang sekaligus dan mereka punya POV masing-masing entar yang mungkin bakalan sama kayak Saku, jadi satu chap. Tapi tetap aja POV normal kok.

Kalau kalian penasaran, tertarik atau suka, kalian pasti tahu apa yang harus kalian lakukan :D