A/N

Yahoo minna, sebelumnya maaf banget karena author hampir satu tahun menelantarkan fic ini dan menghilang. Hontouni gomenasai minna-san.

Dan terima kasih bagi yang sudah dengan sabar menanti fic ini lanjut dan yang sudah memberikan review di ch sebelumnya yang tanpa kalian mungkin fic ini tidak akan berlanjut. Tapi mungkin kalian akan diuji kesabarannya lagi setelah ini.

Yosh, semoga untuk chapter selanjutnya tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk update. Dan author juga akan fokus ke fanfic ini dulu mumpung sudah ada bayangan alur ceritanya. Tinggal menunggu waktu yang tepat dan mood untuk lanjut menulis lagi :)


.

.

.

Title : Vampire Game II

Chapter 14 : Doubt

Disclaimer : Kamichama Karin Chu © Koge Donbo

~Vampire Game II~ © Milky Holmes

Rated : T

Genre : Fantasy ; Mystery ; Romance

Warning : AU, OOC, typo, abal, gaje, alur kenceng, nggak nyambung, dll

.

.

Please Enjoy Reading

.

.

~Vampire Game II~

.

.


Kazusa POV


Aku berdiri diam di sudut ruangan sambil mengamati orang-orang yang memenuhi aula tempat pesta di adakan. Beberada yang menyadari keberadaanku hanya menatap kasihan padaku seolah aku ini adalah anak yang sedang tersesat di dunia entah berantah. Meskipun demikian tak ada satupun dari mereka yang berani menyapaku. Lagipula aku juga tak berniat bertegur sapa dengan senyum palsu pada mereka. Bagi mereka keberadaanku tidak ada artinya, aku hanyalah anak cengeng yang kehilangan orang tuanya yang dengan polosnya masih menunggu kepulangan sang ayah yang aku sendiri pun tak tahu sampai kapan harus menunggu. Berbanding terbalik denganku, keberadaan Kazune begitu disegani disini. Terlihat begitu banyak orang-orang yang ingin mengajak ngobrol Kazune. Meskipun aku yakin sebenarnya Kazune sendiri juga sudah muak berurusan dengan mereka. Tapi Kazune tidak bisa menunjukkannya langsung, setidaknya tidak untuk saat ini ketika Kazune harus mempertahankan statusnya sebagai pewaris pemimpin keluarga besar para vampir.

Detik demi detik. Menit demi menit telah berlalu. Waktu berjalan dengan cepat di saat aku masih berdiri terdiam disini. Hilir pikuk orang semakin ramai menandakan pestanya sudah akan mencapai puncaknya. Dan entah kenapa pandanganku perlahan-lahan mulai mengabur. Suara-suara orang maupun musik tidak mencapai indera pendengaranku. Yang aku tahu adalah mataku sudah tertuju pada Kazune yang sedang berdiri di tengah-tengah aula dan seakan tersihir. Kedua kakiku mulai melangkah ke arahnya. Dari langkah pelan menjadi langkah cepat sambil berteriak memanggil namanya.

"KAZUNEEE!"

"Ya, ada apa?"

Aku membelalakkan mataku berulang kali. Sekarang pandanganku sudah kembali jelas dan yang sekarang berdiri di hadapanku adalah Kazune.

"Kazusa, kau kenapa?" tanya Kazune khawatir. "Wajahmu pucat dan tiba-tiba saja kau berteriak memanggil namaku," tambahnya.

Aku menatap sebentar Kazune sebelum mengedarkan pandanganku ke sekelilingku. Saat ini kami berdua berada di ruang keluarga. Oh ya aku ingat, kami sedang menunggu Himeka untuk pergi ke pesta bersama. Dan pestanya belum dimulai sama sekali. Jadi artinya pandangan yang aku dapatkan sebelumnya ini adalah...

mungkinkah masa depan.

Sejak kecil aku memiliki kemampuan untuk melihat masa depan tapi aku tak bisa menggunakan kekuatan ini sesuka hati. Aku sering bermimpi tentang masa depan maupun melihat padangan mengenai kejadian masa depan. Tapi aku masih belum dapat membedakan mana yang merupakan pengambaran mengenai masa depan atau hanya ilusiku saja. Tapi meskipun demikian aku tak bisa meremehkan hal itu terlebih lagi yang barusan aku lihat tadi.

"Kazusa, kenapa kau jadi diam seperti ini?" tanya Kazune semakin khawatir begitu mendapati diriku yang hanya terdiam menatapnya.

Aku menggeleng lemah sambil berkata,"Aku hanya merasa sudah lapar dan ingin cepat makan di pesta nanti."

"Dasar kau ini, kalau begitu aku mau pergi ke kamar Himeka dulu. Kita harus segera pergi kalau tidak mau datang terlambat," ujar Kazune sambil melangkahkan kaki menaika anak tangga menuju ke kamar Himeka.

Aku hanya menatap sosok Kazune yang perlahan berjalan menjauh. Aku menundukkan kepalaku, aku tidak bisa mengatakannya kalau barusan aku mendapatkan pandangan tentang masa depan. Masa depan di mana ada orang yang akan menyerang Kazune di pesta nanti.

Mataku mulai terasa basah dan setetes air mata mulai mengalir melewatiku pipiku dan jatuh ke tanganku yang terkepal erat.

Dan aku yang akan mati karena sudah melindunginya.


~Vampire Game II~


Normal POV

Karin menatap gaun yang diberikan oleh entah siapa itu sambil memegangi undangan acara pesta yang Karin sendiri pun tidak tahu apapun mengenai acara tersebut. Yang dia tahu hanyalah secarik nama yang tertulis di bagian paling bawah dari undangan tersebut. Nama itu memiliki marga yang sama dengan Kazune yaitu Kujyou. Jadi kemungkinan yang mengundangnya adalah vampir. Dan Karin tidak akan mau datang ke acara yang dipenuhi oleh banyak vampir. Seharusnya Kazune, Kazusa dan yang lain sudah mengetahui tentang trauma yang dimiliki oleh Karin ini. Jadi siapa yang akan mengundangnya untuk datang. Tidak, bukan mengundangnya lebih tepatnya menyuruhnya. Di surat yang dilampirkan bersama undangan itu disebutkan bahwa sepupunya Akira akan ada di pesta itu juga. Dan ngomong-ngomong Karin masih belum bisa menghubungi Akira setelah peristiwa penculikan itu. Kazune memang sudah mengatakan bahwa Akira baik-baik saja dan sedang menginap di rumah salah satu temannya. Tapi tetap saja hal itu tidak menenangkan hati Karin terlebih lagi Kazune tidak mau mengatakan siapa dan dimana tempat teman Akira itu berada. Terlalu banyak yang Karin tidak tahu. Dan dia juga tidak tahu alasan kenapa undangan ini dikirimkan kepadanya dan oleh siapa. Karin tidak bisa mempercayai sepenuhnya tapi jika Akira akan benar-benar berada di pesta itu, Karin harus datang. Setidaknya dengan begitu Karin akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dengan tekad itu, Karin bergegas mengambil gaun itu dan segera bersiap-siap datang ke pesta nanti. Dia tidak mengatakan apapun soal ini pada Kazune dan yang lain, karena Karin tahu mereka pasti akan melarangnya pergi. Tapi Karin tidak bisa terus-terusan menjadi pihak yang tidak tahu apa-apa. Dia tidak mau ditipu oleh teman-temannya seperti dulu lagi. Jika teman-temannya tidak mau mengatakannya makan Karin sendiri yang akan mencari tahunya.

.

.

.

Sejak sore langit mulai mendung. Awan-awan hitam mulai berkumpul menandakan bahwa sebentar lagi akan hujan. Entah kenapa perasaan Jin tidak enak begitu melihatnya dari jendela besar di rumahnya. Suasana langitnya persis seperti suasana rumahnya. Gelap, suram, dan kelam. Mungkin sama juga seperti hati Jin saat ini. Sebentar lagi musim dingin tiba. Tidak heran jika udara semakin hari semakin dingin.

Musim dingin

Yah sebentar lagi peringatan delapan tahun setelah peristiwa itu. Peristiwa dimana orang tuanya terbunuh. Sejak orang tuanya terbunuh, hidup Jin mungkin sudah hancur jika tidak ada teman-temannya saat ini. Tapi meskipun Kazusa dan yang lain berusaha menutupi kekosongan hatinya tapi pasti ada bagian yang tidak akan pernah tergantikan lagi seberapa keras teman-temannya berusaha.

Jin menghela napas panjang. Sebaiknya dirinya segera pergi sebelum hujan mulai turun. Lagipula dia juga tidak mau kena omel Kazune jika ia sampai datang terlambat nanti. Dengan langkah berat, Jin mulai meninggalkan kediamannya menuju ke tempat pesta itu diadakan tanpa tahu bahwa dia akan kehilangan seseorang yang berharga malam ini.

.

.

.

Miyon sedang berjalan pulang dari kegiatan berbelanjanya bersama Yuuki. Kebetulan tadi di supermarket dirinya bertemu dengan Yuuki yang kebetulan juga sedang membeli bahan makanan untuk makan malam.

"Yuuki, aku benci cuaca seperti ini," ucap Miyon sambil mengedahkan kepalanya menatap langit.

"Berdasarkan laporan cuaca hari ini, mungkin malam nanti akan terjadi badai," jelas Yuuki sambil ikutan menatap langit.

"Badai ya, entah kenapa setiap badai selalu mengingatkanku akan hal itu," ujar Miyon pelan.

Tanpa dijelaskan lebih lanjut, Yuuki mengerti maksud dari perkataan Miyon tersebut. Tujuh tahun yang lalu juga terjadi badai salju yang hebat bisa dikatakan badai terhebat yang pernah melanda Negara Jepang.

"Tenang saja, ini hanya badai biasa," ucap Yuuki menenangkan.

"Aku harap juga begitu," balas Miyon sambil tersenyum tipis.


~Vampire Game II~


Di Kediaman Utama Keluarga Kujyou

Tampak pria berbadan besar dan berambut putih sedang duduk santai sampi menikmati secangkir teh hangat. Meski sudah ada keriput di wajahnya akan tetapi tidak mengurangi aura kewibaannya.

"Kujyou-sama, ada tamu yang meminta ingin bertemu dengan tuan," ucap salah satu pembantu.

"Siapa?"

Sebelum pembantu itu sempat menjawab pertanyaan, tampak sesosok perempuan dengan rambut hitamnya yang digulung dengan penjepit kupu-kupu yang cantik dan setelah dress-nya yang berwarna biru tua yang tampak cocok dipakai olehnya.

"Oh Rika, tidakkah kau datang terlalu cepat," ucapnya sambil meletakkan cangkir tehnya kembali.

Rika tampak tersenyum sambil berkata. "Sebelumnya maaf sudah mengganggu waktu anda, tapi ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan anda."

"Dan apa itu?"

"Mengenai cucumu," jawab Rika kalem.

"Soal Kazune, apa dia membuat masalah lagi denganmu?"

Rika menggeleng pelan. "Kali ini bukan soal Kazune, tapi mengenai cucumu yang lainnya."

Tampak pria tua yang bisa kita sebut adalah kakek Kazune, menyipitkan matanya ke arah Rika. "Kazusa, Himeka, atau mungkin... Ruka."

Kali ini Rika tampak mengangguk mengiyakan begitu nama Ruka disebut. "Maaf jika saya lancang, tapi sebenarnya saya sudah melakukan penyelidikan sendiri mengenai Ruka."

"Dan apa yang sudah kau dapatkan?"

"Hmm tidak terlalu banyak, tapi aku tahu sebenarnya Ruka adalah ketua hunter saat ini," ucap Rika hati-hati. "Dan sepertinya anda juga sudah tahu soal ini," tambahnya.

"Yah banyak hal yang sudah terjadi, jadi apa yang ingin kau tanyakan. Kau tidak mungkin hanya datang kemari untuk mengatakan itu saja kan."

Rika menatap lurus ke arah pria tua yang sekarang ini menjabat sebagai ketua dewan vampir. "Aku hanya ingin bertanya, apakah Ruka menjadi ketua hunter saat ini atas dasar perintah darimu atau bukan?"

"Tidak, begitu aku bertemu kembali dengan anak itu setelah peristiwa tujuh tahun itu. Anak itu sudah diangkat menjadi ketua hunter. Lagipula aku tidak punya kuasa untuk menjadikan Ruka sebagai ketua hunter."

"Kalau begitu, apa boleh aku menganggap Ruka sebagai musuh dari bangsa vampir?"

"Bukannya dari awal dia sudah di cap penjahat karena membantai keluarganya sendiri."

"Baiklah kalau begitu, terima kasih atas jawabannya. Saya permisi dulu, sampai jumpa di pesta nanti," ucap Rika sambil membungkuk lalu berbalik hendak pergi.

"Tunggu, ada yang ingin aku tanyakan. Untuk apa kau bertanya seperti tadi?"

Rika menghentikan langkahnya lalu berbalik sambil memasang senyum. "Karena mungkin saja aku akan membunuh cucu kesayanganmu itu." Setelah mengatakan itu, Rika langsung pergi tanpa menoleh lagi.

"Anak itu... sebenarnya apa yang sedang ia rencanakan."

.

.

.

Di Kediaman Utama Keluarga Hibiki (Mantan Ketua Hunter)

"Hei Shingen, bukankah pestanya hari ini," ucap Ami sambil merapikan berkas-berkas di kantor ketua hunter.

"Sepertinya iya," ucap Shingen sambil mengecek berkas satu persatu sebelum memasukkannya di kardus.

"Tapi aku khawatir dengan Ruka, bukankah dia dicap pengkhianat oleh para vampir. Bagaimana kalau nanti dia dibunuh di sana? Bukankah kemarin juga Akira dimanipulasi oleh seseorang untuk membunuhnya," ujar Ami panik.

"Ami tenanglah, Ruka bukan orang yang lemah. Kau lupa ya dia seorang vampir terlebih lagi vampir berdarah murni," ucap Shingen.

Tiba-tiba saja Ami menghentikan kegiatannya. "Hei Shingen, Ruka akan kembali pada kita kan? Dia tidak akan mengkhianati kita kan?"

"Ami, apa kau tidak percaya pada Ruka?" tanya Shingen sambil menatap lurus Ami.

Ämi menggeleng cepat. "Tidak, aku percaya pada Ruka. Bagaimana pun dia sudah menolong kita dulu dan almarhum ketua hunter yang sebelumnya sudah mempercayakan pada kita untuk selalu berada di samping Ruka apapun yang terjadi," jelasnya.

"Kalau begitu, kau tak perlu khawatir," desah Shingen.

"Iya maafkan aku," ucap Ami sambil tersenyum riang. "Oh ya Shingen, apa kardus ini sudah penuh. Boleh aku membawanya ke gudang?"

Shingen mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang di bacanya. Tanpa menunggu lama, Ami segera membawa kardus itu menuju ke gudang penyimpanan yang letaknya berada di ruang bawah tanah dari rumah ini.

Setibanya di ruang bawah tanah, Ami segera menyalakan lampunya dan meletakkan kardus tersebut di sudut ruangan bersama tumpukan kardus lainnya. Begitu Ami akan berbalik untuk meninggalkan ruangan itu. Ami dikagetkan oleh kedatangan dari Robo, yang tidak lain adalah nama yang diberikan Ruka untuk robot berbentuk anjing yang bertugas menjaga rumah ini selama ia tidak tinggal disini.

"Robo, kau mengagetkanku saja!" seru Ami.

Tapi robot itu tidak peduli dan malah berjalan berputar-putar di ruangan itu.

"Robo, berhen-"

BRUUKK

Tapi sebelum Ami berhasil mencegahnya, Robo sudah menabrak tumpukan kardus-kardus itu.

Ami hanya bisa menghela napas panjang, "Dasar kau ini, kau kesepian ya tidak ada yang menemanimu bermain."

Robo menggonggong ke arah Ami setelahnya langsung berlari keluar gudang.

"Eh tunggu, kau tidak bisa meninggalkan kekacauan disini!" Tapi terlambat, Robo sudah pergi meninggalkan Ami sendirian dengan tumbukan kertas dan buku yang berserakan.

"Apanya yang robot pekerja, lebih mirip seperti hewan peliharaan yang nakal," ucap Ami sambil menghela napas.

Ami pun mau tidak mau harus membersihkan kekacauan ini. Dan dipungutinya buku satu persatu itu dan dimasukkannya ke kardus lagi. Tampak kebanyakan buku-buku itu sudah usang dan banyak halaman-halaman yang sudah terlepas dari bukunya.

"Data Penelitian Keluarga Logy," ucap Ami begitu membaca judul sampul depan sebuah buku.

Logy, kalau tidak salah itu marga nama Ruka kan. Apa ini buku tentang penelitian keluarga miliknya. Jadi orang tuanya juga seorang ilmuwan. Yah tidak mengherankan juga sih, karena bakat anak biasanya diturunkan dari orang tuanya.

"Kira-kira apa ya yang diteliri oleh orang tuanya, apa sama seperti robot-robot aneh yang selalu dibuat oleh Ruka," gumam Ami.

Karena rasa penasaran, akhirnya dibuka buku tersebut. Halaman demi halaman pun dibaca oleh Ami. Ami tidak membaca keseluruhannya tapi ia cukup mengerti isi dari buku tersebut. Buku ini bukan berisi penelitian yang diperkirakan oleh Ami, tapi berisi data penelitian tentang suatu proyek untuk menciptakan vampir yang paling kuat yang pernah ada. Daripada dibilang vampir lebih tepat disebut monster karena menggabungkan kekuatan vampir dan manusia serigala. Tunggu sebentar, bukannya ras manusia serigala itu sudah punah ya. Dan sepertinya percobaan ini banyak mengalami kegagalan karena tidak ada tubuh yang cocok yang mampu menampung kekuatan besar vampir dan manusia serigala sekaligus.

Ami membaca satu persatu nama yang pernah dijadikan kelinci percobaan. Sepertinya percobaan ini juga dilakukan terhadap manusia karena Ami mendapati nama-nama hunter yang pernah hilang diculik oleh para vampir. Tapi alangkah terkejutnya Ami begitu nama mendapati satu nama yang diberi lingkaran besar berbeda dengan nama lainnya yang dicoret. Sepasang mata Ami tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Satu nama yang membuat tubuh Ami mendadak langsung bergetar.

Logy Ruka

.

.

To Be continued

.

.

Please Review


A/N

Hayoo, apa Kazusa akan mati di pesta nanti?

Siapa yang berniat membunuh Kazune?

Siapa yang mengundang Karin ke pesta?

Kenapa Ruka mengajak Akira datang ke pesta dan bantuan apa yang dimintanya?

Kenapa Rika ingin mencoba membunuh Ruka?

Dan makhluk seperti apakah Ruka sebenarnya?

Penasaran, nantikan jawabannya di chapter selanjutnya. Mungkin :v #plaakk

Pokoknya jangan lupa review dan kalian boleh kok menebak-nebak jawaban dari pertanyaan di atas.

Akhir kata, sampai jumpa di chapter selanjutnya.