My Slave, My Love
Disclaimer : Masashi Kishimoto
By : Pinky Rain
Pairing : SasuSaku
Warning : AU, OOC, gaje, abal, norak, typo(s)
Rated : M for save
Don't Like Don't Read
.
.
.
.
.
.
Bruuk
"Gomenasai." seorang gadis bersurai merah muda membungkuk pada orang yang ditabraknya kemudian kembali berjalan.
Gubraak
Semua mata tertuju pada sumber suara. Seorang gadis berambut merah muda tengah terduduk di tanah sambil menunduk. Rupanya saat akan berlari dia tersandung kakinya sendiri dan terjatuh.
"Apa yang kau lakukan? Dasar bodoh." sebuah baritone suara membuatnya mendongak. Kini di hadapannya tengah berdiri seorang pemuda bermata onyx yang menatapnya tajam. Dia menarik lengan kurus itu dan membantu gadis merah muda tadi untuk berdiri.
"Berhati-hatilah saat berlari." tambahnya.
"HEI, SAKURA!" lengan bebas gadis itu ditarik oleh seseorang, membuatnya menghadap orang tersebut. Seorang pria paruh baya dengan sebuah luka melintang di wajahnya menatap marah padanya. Manik viridian gadis itu menatap takut pada pria di depannya.
"Mau mencoba kabur ya. Berani sekali kau."
Plaak
Sebuah tamparan mendarat di pipi putih si gadis. Membuatnya tersungkur kembali ke tanah akibat kerasnya pukulan yang di berikan. Bahkan kini tampak bekas kemerahan di pipi tersebut.
Tidak hanya berhenti di situ, pria itu mengayunkan sebilah bambu yang tadi dibawanya kemudian memukulkannya ke punggung Sakura yang kini meronta kesakitan itu. Terus dia lakukan hal itu tanpa memedulikan rintihan dari si gadis.
Tindakan kekerasan itu tentu saja menarik banyak perhatian mengingat ini adalah jalanan umum. Bahkan pemuda yang tadi membantu Sakura turut melebarkan onyx-nya saat melihat kejadian itu.
Grep
Sebuah genggaman tangan pada kayu itu menghentikan aksi si pria. Pemuda bermata setajam elang menatap marah padanya.
"Apa-apaan kau? Memukul wanita adalah tindakan seorang pengecut." hardik pemuda itu kemudian berjongkok dan mengulurkan tangannya pada Sakura.
"Apa urusanmu? Dia adalah budakku jadi terserah padaku mau berbuat apa." sanggah pria tadi.
Pemuda tadi mendecih, "Pria buruk rupa sepertimu benar-benar tidak tau diri." ada seringai mengejek dari bibirnya.
"Apa kau bilang. Dasar bocah tengik sombong. Ini adalah urusanku dengan budakku. Kau tidak usah ikut campur."
"Kalau begitu lepaskan gadis ini, maka aku tidak akan ikut campur urusanmu." kata pemuda itu.
"Kalau kau mau gadis ini bebas, kau harus membelinya." seru pria bercodet tadi. Pemuda itu menatap tajam si pria.
"Berapa aku harus membelinya?" tanpa sadar kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutnya.
"200 juta ryo." jawab pria tida asal. Pria itu menduga pemuda di hadapannya ini tidak mungkin sanggup membayar sebesar itu hanya untuk seorang gadis yang tak dikenal. Sekarang dia pasti akan langsung meninggalkan gadis ini.
Tapi yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Pemuda bermata onyx itu menyodorkan selembar kertas. Sebuah cek dengan nominal 200 juta ryo.
"Aku tidak membawa uang tunai sebanyak itu. Jika kau membawa cek itu ke bank, kau akan mandapat uang sesuai dengan angka yang tertera di sana." pemuda itu menjelaskan.
Pria bercodet tadi tercengang. Dia benar-benar tak menduga akan jadi seperti ini. Pemuda yang dia kira miskin ini ternyata memiliki banyak uang. Dan dia dengan gampangnya meneluarkan uang itu hanya untuk seorang budak. Jika dia tau dia akan minta uang lebih banyak.
"Sekarang gadis ini bebas." tambah pemuda itu kemudian pergi dari kerumunan itu. Tidak peduli dirinya kini menjadi pusat perhatian karena aksinya barusan. Dan tidak peduli dengan gadis merah muda yang kini mengikutinya.
Mengikutinya?
Pemuda itu berjalan sambil menjinjing kantong plastik belanjanya. Sesekali dia melirik gadis yang sedari tadi membuntutinya di belakang. Mencoba untuk tidak menghiraukannya.
Tapi kesabarannya ada batasnya. Perempatan siku muncul di kepala ravennya. Lama-lama dia kesal karna sedari tadi terus diikuti. Dia berbalik, membuat si dagis berjengit kaget.
"Berhenti mengikutiku!" kesal pemuda itu.
"Tsunade-sama bilang aku harus ikut dengan orang yang telah membeliku." sela gadis itu polos.
"Siapa itu Tsunade?" tanya si pemuda.
"Ibuku di Akatsuki." jawab Sakura datar.
"Apa itu Akatsuki?"
"Rumahku sebelum aku tinggal bersama Ibiki-sama."
Pemuda itu menghela napas frustasi.
"Begini. Aku membelimu untuk membebaskanmu. Sekarang kau pergilah. Kau bebas melakukan apapun yang kau inginkan."
"Tsunade-sama bilang aku harus ikut dengan orang yang telah membeliku." dengan polos gadis itu mengulang perkataannya.
"Makanya tadi kubilang..."
"Tsunade-sama bilang aku harus ikut..."
"Persetan dengan orang bernama Tsunade itu. Jangan ikuti aku lagi!"
Setelah mengucapkannya, pemuda itu langsung pergi meninggalkan gadis itu. dia menghentakkan kaki kesal menuju rumahnya.
Dia langsung masuk ke dalam begitu sampai di rumahnya. Dia berjalan menuju dapur dan meletakkan belanjaan yang tadi dia beli. Setelah itu dia menuju kamarnya untuk berganti baju.
Dia menyambar jas putihnya yang tersampir di sisi ranjang. Meski ini hari minggu, profesinya mengharuskannya tetap bekerja. Sudah 2 tahun ini dia bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit ternama di Kohona. Otaknya yang jenius membuatnya mampu menyelesaikan kuliah kedokterannya lebih cepat dari teman-teman sebayanya.
Dia membuka pintu rumahnya dan berjalan menuju mobilnya. Berikutnya mobil itu telah meninggalkan pekarangan rumah mungil yang di tempatinya seorang diri.
.
.
.
.
Tes tes tes
Tetesan air hujan membahasi jendela ruang kerja bernuansa putih itu. Seorang pemuda tengah memerhatikan derasnya hujan yang mengguyur bumi. Pikirannya melayang pada seorang gadis yang tadi pagi ditemuinya. Dimana gadis itu sekarang? Dan bagaimana keadaannya?
"Haah.. apa peduliku." gumam pemuda itu.
"Uchiha-sensei." seorang suster menginterupsi lamunannya. Pemuda itu menoleh.
"Ada pasien baru." jelasnya. Sang dokter yang dipanggil 'Uchiha-sensei' itu langsung bangkit dari duduknya dan menyambar jas putihnya kemudian memakainya. Dia berjalan tergesa menuju kamar yang dimaksud.
Sambil berjalan dia menanyakan tentang riwayat sang pasien yang ternyata adalah korban tabrak lari. Terdapat luka yang cukup parah pada bagian kepala dan kakinya. Dan dia juga kehilangan banyak darah.
Begitu sampai, sang dokter langsung menghampiri si pasien dan detik berikutnya dia telah sibuk menyelamatkan nyawa pasien tersebut.
.
.
.
.
Jam menunjukkan pukul 9 malam. Setelah tadi berkutat dengan korban tabrak lari yang hampir meregang nyawa akibat kehabisan darah, kini Uchiha tersebut tengah beristirahat.
Tok tok tok
"Masuk." titahnya pada si pengetuk.
Seorang suster berambut coklat memasuki ruang kerja sang dokter.
"Permisi Uchiha-sensei."
"Hn. Ada apa Matsuri?"
"Saya ingin memberikan hasil laporan kesehatan para pasien." suster yang dipanggil Matsuri itu mendekat dan meletakkan sebuah papan kayu tipis dengan kertas berisi laporan di atasnya.
"Hn. Terimakasih." sang dokter memeriksa sekilas laporan itu kemudian kembali mendongak.
"Kau boleh pulang Matsuri." utarnya.
"Terimakasih, Uchiha-sensei." suster tersebut meninggalkan ruangan tersebut dan tinggalah sang dokter sendirian. Dia kembali menunduk memeriksa laporan yang tadi diberikan matsuri.
Dia beranjak dari kursinya setelah membereskan berkas-berkas yang berserakan di mejanya kemudian menyambar jas dokternya. Dia juga ingin segera pulang. Rasanya sangat lelah. Seharian ini begitu banyak orang yang masuk rumah sakit. Ingin rasanya dia sesegera mungkin sampai kerumah kemudian mengistirahatkan tubuhnya.
.
.
Mobil itu memelankan laju kecepatannya saat telah dekat dengan rumahnya. Namun alisnya berkerut saat melihat seseorang tengah berdiri di depan pagar. Saat mobilnya semakin dekat dia memicingkan matanya dan onyx-nya melebar saat mengenali siluet tersebut.
Segera saja dia menghentikan mobilnya dan keluar menghampiri sosok itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Tsunade-sama bilang aku harus ikut dengan orang yang telah membeliku." ya. Sosok itu adalah gadis yang ditolongnya tadi pagi.
Pemuda itu mendengus. "Apa kau tidak mendengarkan ucapanku. Aku membelimu untuk membebaskanmu. Jadi..."
"Tsunade-sama bilang aku harus ikut dengan orang yang telah membeliku." ucapnya lagi. Gadis itu menatap datar pada si lelaki di hadapannya. Pemuda itu menepuk keningnya frustasi.
"Apa kau mengikutiku sampai kemari?" tanyanya. Gadis itu mengangguk.
Pemuda raven itu memijat pangkal hidungnya dan sekilas menilik sang gadis. Penampilannya sangat berantakan dan sekujur tubuhnya basah kuyub.
"Apa kau menungguku di tengah hujan?" kembali gadis itu mengangguk.
"Haaah..." dia menghela napas. "Baiklah. Ayo masuk." akhirnya pemuda itu menyerah dan mengijinka gadis itu ikut dengannya.
"Siapa namamu?" tanya pemuda itu sambil berjalan menuju rumah. Gadis merah muda itu mengekor di belakang.
"Sakura."
"Hn. Aku Uchiha Sasuke."
"Uchiha-sama."
"Cukup panggil aku Sasuke."
"Sasuke-sama."
"Tanpa embel-embel –sama."
"Sasuke-sama."
Sasuke menoleh, menatap gadis yang tengah menatap datar padanya. Dia kembali menghela napas.
"Terserahmulah." gumamnya kemudian masuk ke dalam rumah.
Sasuke berjalan menuju kamarnya sementara Sakura masih berdiri di depan pintu. Tak lama kemudian pemuda itu keluar dengan membawa handuk di tangannya. Dia menghampiri Sakura.
"Mandilah. Kau bisa masuk angin jika tidak segera mengeringkan tubuhmu."
Sakura menurut dan langsung menuju kamar mandi yang tadi ditunjuk oleh Sasuke. Sasuke berjalan ke dapur kemudian segera merebus air panas untuk membuatkan minuman hangat untuk Sakura.
Sekitar 20 menit terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.
"Sasuke-sama." panggil Sakura.
"Kemarilah, aku sudah membuatkanmu- Aakkhh...ke-kenapa pe-penampilamu seperti itu?" tanya Sasuke gelagapan saat melihat Sakura yang keluar kamar mandi tanpa busana sehelai pun alias telanjang. Apa? Telanjang. Apa? Telanjang. Sekali lagi apa? Telajang.
Wajah Sasuke memerah seketika. Meski usianya telah menginjak 25 tahun dan meski ini bukan pertama kalinya dia melihat seseorang telanjang di depannya mengingat profesinya sebagai seorang dokter, tetapi tetap saja hal ini membuatnya salah tingkah. Hei, meski dia seorang dokter, dia tetap manusia kan.
"Kenapa?" tanya Sakura polos.
"Ke-kenapa kau tidak pakai baju?" pemuda itu langsung berlari menghampiri Sakura dan menarik handuk yang di pegangnya kemudian menutupkannya pada tubuh gadis itu. Dia membawa handuk tapi kenapa tidak memakainya untuk menutupi tubuhnya.
"Aku sudah terbiasa melakukannya sehabis mandi." ucapnya datar.
"AKU TIDAK!" bentak Sasuke.
"Tapi Ibiki-sama menyukainya." masih dengan ekspresi datar tanpa dosa Sakura berkata.
"AKU TIDAK! CEPAT PAKAI BAJUMU!" teriak Sasuke. Dadanya naik turun karna napasnya yang tersengal. Apa yang dipikirkan gadis ini. Bisa-bisanya dia telanjang di depan lelaki.
"Tapi..."
"Apa lagi?" teriak Sasuke frustasi.
"Aku tidak punya baju."
Sasuke sweatdrop. "Kau tidak membawa baju satupun?"
Sakura menggeleng. Sasuke menepuk jidat frustasi. Dia berjalan ke kamarnya dan tak berpa lama keluar dengan membawa sebuah pakaian.
"Pakailah. Besok kita belanja baju untukmu." pemuda itu menyodorkan baju di tangannya pada Sakura dan Sakura menerimanya.
Sakura menanggalkan handuk yang tadi di pakaikan Sasuke pada tubuhnya.
"Hyaaa...kenapa kau melepas handukmu?" Sasuke kembali gelagapan saat Sakura melepas handuknya.
"Sasuke-sama memintaku memakai baju ini." ucapnya polos.
"KAU BISA MEMAKAINYA DI KAMAR MANDI!" teriakan Sasuke menggema di seluruh ruangan. Tanpa memerhatikan wajah Sasuke yang kini merah padam Sakura meninggalkannya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Beberapa saat kemudian Sakura keluar dari kamar mandi.
"Sasuke-sama." panggilnya. Sasuke langsung membalikkan badan.
"A-apa kau sudah memakai bajumu?" tanyanya gugup.
"Ya."
Ragu-ragu Sasuke membalikkan badan melihat Sakura. Dia bernapas lega saat melihat Sakura yang telah berbusana.
"Ini. Minumlah." Sasuke menyodorkan segelas susu coklat pada Sakura.
Sakura menerima gelas itu dan langsung menandaskannya. Setelahnya dia meletakan gelas itu di atas meja.
"Kau tidak harus menghabiskannya sekaligus." terangnya karna tercengang saat melihat Sakura yang langsung menenggak habis susu coklatnya.
Pemuda itu meraih gelas tersebut kemudian mencucinya. Sakura memperhatikan pemuda yang telah membelinya itu. Wajah tirus, kulit putih, mata yang sekelam malam, dan rambut yang berbentuk seperti pantat ayam. Untuk bagian itu Sakura terus memperhatikannya dengan seksama.
"Sasuke-sama."
"Hn."
"Kenapa bentuk rambutmu aneh?" tanyanya dengan nada polos.
Perempatan siku muncul di kening Sasuke. "Apa kau mau mati?" ancamnya. Sementara Sakura hanya menatap datar padanya.
.
.
.
"Sakura." panggil Sasuke. Gadis yang dipanggil mendongak namun tak dilihat Sasuke karna pemuda itu tengah sibuk mengobati luka di lutut Sakura yang mulai mengering.
"Sudah berapa lama kau tinggal bersama pria bernama Ibiki itu?" tanya Sasuke sambil menempelkan plester di lutut Sakura.
"Enam bulan."
"Apa saja yang dilakukannya padamu?" tanyanya lagi. Dia benar-benar penasaran karna tadi saat Sakura telanjang di depannya, tanpa sengaja dia melihat banyak sekali bekas luka di tubuh gadis itu. Mungkinkah gadis itu selalu disiksa?
"Ibiki-sama selalu menyuruhku melakukan semua pekerjaan rumah. Aku harus menuruti semua perintahnya karna jika tidak dia akan memukulku dengan sebilah bambu." terangnya. Sasuke terkesiap. Tega sekali pria itu berbuat keji pada gadis lugu seperti Sakura.
Sepertinya membeli gadis itu adalah tindakan yang tepat meski nanti akan menimbulkan masalah bagi dirinya untuk mencari sebuah alasan karna kakaknya selalu tau jumlah pengeluarannya.
"Bagaimana kau bisa tinggal bersamanya?"
"Dia yang membeliku dari Tsunade-sama. Saat aku telah lulus SMA, Tsunade-sama bilang aku sudah siap dijual dan Ibiki-sama yang membeliku."
"Bukannya kau bilang Tsunade itu ibumu."
"Ya. Kami menyebutnya ibu di Akatsuki."
"Sebenarnya Akatsuki itu tempat seperti apa?"
"Tempat diperjual belikannya para budak seperti kami."
Aha. Dia mengerti. Jadi Akatsuki itu semacam tempat prostitusi. Bedanya Akatsuki diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin membeli budak. Benar-benar tidak manusiawi.
"Lalu, bagaimana kau bisa ada di sana?"
"Tsunade-sama bilang saat bayi ada yang meninggalkanku di depan pintu Akatsuki dan Tsunade-sama merawatku karena tidak tega menelantarkanku."
Tapi tindakannya ini bahkan lebih kejam dari menelantarkan. Bagaimana bisa seorang manusia dijadikan budak?
"Apa kemarin kau mencoba untuk melarikan diri?" tanya Sasuke lagi. Hey Sasuke, sejak kapan kau jadi banyak tanya begini?
"Hm. Aku sudah tidak tahan selalu disiksa dan dipukuli. Karna itu aku melarikan diri, tapi ternyata aku ketauan."
"Kau tau menjadi budak itu menyiksa tapi kenapa kau bersikeras ikut denganku?"
"Karna saat bertemu denganmu, aku tau kau adalah orang baik."
Sasuke termangu. Pernyataan dari Sakura membuatnya tersentuh. Dia tersenyum tipis.
"Begitu." utarnya. "Sekarang kau istirahatlah." Sasuke mengelus pucuk merah muda Sakura dan memasuki kamarnya meninggalkan gadis itu.
.
.
.
.
Kriiing kriiing kriiing
Suara alarm berhasil membangunkan seorang pemuda yang tengah bergelung di bawah selimutnya. Dengan malas pemuda itu membuka matanya. Dia mengerjap untuk membiasakan matanya dengan sinar matahari yang menerobos melalui celah jendelanya yang tertutup tirai.
Dia meregangkan otot-ototnya. Saat tangannya menyentuh kasur dia seperti menyentuh sesuatu.
Helaian rambut? Pikirnya.
Sasuke menolehkan kepalanya ke sebelah kanan dan onyx-nya melebar saat melihat Sakura telah berbaring di sebelahnya. Seketika itu juga dia langsung terduduk dari posisi berbaringnya.
Gadis itu membuka matanya karna merasa terganggu dengan gerakan yang ditimbulkan Sasuke.
"Ke-ke-kenapa kau ada di sini?" tanya pemuda itu gagap. Semburat merah telah memenuhi wajah putihnya.
"Ibiki-sama selalu memintaku menemaninya tidur." Sakura mengucek-ngucek matanya yang masih mengantuk.
"Kau tidak perlu melakukannya pada-KUUUU..." jerit Sasuke saat Sakura bangkit dari tidurnya dan selimut yang menutupi tubuhnya melorot.
"Ke-kenapa kau tidak pakai baju?" Sasuke menunduk.
"Ibiki-sama menyukainya." jawabnya polos.
"AKU BUKAN IBIKI!" teriak pemuda raven itu frustasi.
"Sasuke-sama tidak suka?" tanya Sakura polos. Sasuke melirik Sakura.
"Bu-bukan begitu..."
"Sasuke-sama suka?" Sakura masih bertanya dengan nada polos. Wajah Sasuke kembali memerah.
"I-itu..." Sasuke menggantung kalimatnya. "Sudahlah. Cepat pakai bajumu. Setelah itu kita sarapan." Sasuke mengalihkan wajahnya yang memerah kemudian beranjak dari tempat tidur king size-nya dan meninggalkan Sakura.
Sepertinya tekanan darahmu akan meningkat dan wajahmu akan sering memerah ya, Sasuke?
.
.
.
TBC
.
.
ntah knp aku nekat biki fic ini, karna selama berhari-hari aku terus kepikiran dan akhirnya aku mempublish-nya.
sasuke dan sakura di sini akan sangat OOC karna aku suka membuat karakter yang sifat ny bertolak belakang dg aslinya, ahahaha #ditampil Masashi
mohon abaikan jika menurut kalian cerita ny sangat abal, karna aku mempublish fic ini hanya untuk mengobati rasa penasaran ku, ehehe #ditabok readers
abaikan juga jika feel ny kurang, karna sekali lagi ini hanya untuk mengobati rasa penasaranku, ahahaha..
oke abaikan saja aku, ahahaha
RnR :)