.

Spoiled Prince: Extra Chapter

Disclaimer : om Masashi Kishimoto

Story by : Kinky Rain

Pairing : Itachi x Konan

Warning : gaje, abal, norak, alay, typo(s) menari-nari

Rated : M

Don't Like Don't Read

.

.

.

.


.

.

Itachi mengecup pelipis Konan dan membelai wajah wanita itu dengan buku-buku jarinya. Dia tidak pernah merasa bosan berlama-lama memandangi wanita itu, terutama ketika dia tengah tidur. Konan selalu mengigau ketika dia tidur. Terkadang dia hanya menggumam tak jelas, tapi kebanyakan dia akan mengigau tentang bagaimana dia melewati harinya. Itachi bahkan sering dibuat tertawa ketika Konan mengigau tentang betapa menyebalkannya Tobirama-sensei. Tapi tak ayal dia juga sering dibuat tersenyum ketika Konan berkata bahwa dia sangat mencintai Itachi.

Ya, Itachi tahu bagaimana perasaan Konan padanya meski wanita itu tak pernah mengatakannya. Siapapun juga pasti sudah dapat menduga jika melihat bagaimana sikap Konan padanya. Namun Itachi seolah mendapat penekanan untuk dirinya sendiri dari pernyataan Konan meski wanita itu mengatakannya dalam tidur. Hubungan mereka selama ini memang seperti sepasang kekasih, mengingat mereka yang tinggal bersama dalam satu atap, bahkan mereka tidur bersama. Namun tak ada pernyataan tentang bagaimana perasaan mereka masing-masing.

Itachi tak pernah menyatakan pada Konan bahwa sesungguhnya dia teramat mencintai wanita itu, dan bisa gila jika dia meninggalkannya. Dan Konan sendiri tak pernah menuntut Itachi yang macam-macam seperti kebanyakan wanita. Itu adalah salah satu hal yang Itachi sukai dari Konan. Konan selalu membuatnya nyaman dalam kondisi apapun. Selain itu, selama ini Itachi selalu digelayuti perasaan takut. Takut jika dia mengutarakan perasaannya, maka Konan akan meninggalkannya seperti Shion. Dia tidak akan bisa kembali normal jika itu terjadi. Itachi sudah terlanjur mencintainya. Dia tidak akan bisa hidup tanpa wanita itu. Sangat berlebihan memang, namun pada kenyataannya, dia memang bisa kembali hidup setelah bertemu Konan.

Itachi menarik selimut untuk menutupi tubuh polos Konan. Kembali ia kecup pelipis wanita itu sebelum menarik tubuhnya agar merapat dengannya. Itachi menyentuh setiap lekuk tubuh Konan, mengusapnya dengan penuh kelembutan. Ia menghujani bahu serta leher Konan dengan ciuman-ciuman. Menghirup wangi bunga yang menguar dari rambut Konan, dan kembali menciumi bahu wanita itu. Konan bergerak dalam tidurny sebelum akhirnya membuka mata coklatnya.

"Itachi?" Gumamnya.

"Maaf aku membangunkanmu." Kata Itachi disela-sela ciumannya yang kini telah merembet ke lengan atas Konan.

"Kau belum tidur?"

"Aku tidak bisa tidur."

Konan mengernyit bingung dengan sikap Itachi. Tidak biasanya Itachi seperti ini. Setiap percintaan yang mereka lewati memang selalu menggairahkan dan begitu intens, tapi Itachi tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Dia menciumi tubuh Konan seolah-olah itu adalah caranya untuk bertahan hidup. Begitu rakus dan sarat akan kebutuhan.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?" Konan tak tahan untuk bertanya.

"Aku hanya ingin menikmati tubuh indahmu." Jawab Itachi sambil menciumi belakang telinga Konan.

"Tidak biasanya kau bersikap seperti ini." Komentar Konan.

"Memang biasanya seperti apa sikapku?" Kini Itachi menciumi rahang Konan.

"Aku tidak tahu." Konan tak dapat berpikir dengan perlakuan Itachi yang seperti ini. "Hanya saja...kau...sedikit aneh." Konan terengah.

"Aneh?" Itachi menggigit lembut telinga Konan, membuat Konan menarik napas dalam. "Ya. Mungkin aku memang aneh. Tapi aku tidak bisa berhenti untuk tidak menyentuhmu, Konan. Kau begitu menggoda, apalagi dengan tubuh polos seperti ini." Jemari Itachi mengelus perut rata Konan, sebelum akhirnya menemukan titik tersensitif dari diri Konan.

"Itachi!" Konan mengerang merasakan jari-jari Itachi bermain dengan miliknya.

"Ya. Ada apa, sayang?"

"Jangan menggodaku." Tubuh Konan terasa lemas saat merasakan jemari Itachi kian dalam berada pada pusatnya. Itachi menyeringai melihat Konan yang sudah tak berdaya di bawah sentuhannya. Wanita itu bahkan memejamkan matanya saat Itachi meningkatkan gerakannya.

"Aku ingin berada di dalam dirimu, sayang."

"Maka lakukanlah."

Itachi tersenyum penuh kemenangan dan segera melumat bibir Konan tanpa ampun. Tanpa menunggu waktu, dia segera menenggelamkan miliknya yang sudah mengeras sejak menciumi tubuh Konan ke dalam lipatan basahnya.

Konan tak berdaya. Godaan Itachi begitu kuat. Meski ia tahu tindakannya ini akan semakin membuatnya patah hati karena Itachi melakukannya tanpa cinta, tapi sudah terlambat baginya untuk mundur. Perasaannya pada Itachi teramat besar, hingga ia begitu sulit untuk pergi darinya. Untuk saat ini, ia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Itachi sebelum pria itu bosan dan meninggalkannya. Sampai saat itu tiba, setidaknya dia memiliki kenangan yang indah yang tidak akan ia lupakan seumur hidupnya.

.

.

.

.

"Sejak kapan Tou-san bisa memakai sepatu roda?" Tanya Itachi ketika mereka beristirahat setelah Itachi memaksa karena dirinya yang sudah jatuh berkali-kali. Sakura dan Sasuke menghilang entah kemana, sengaja meninggalkan Fugaku dan Itachi agar memiliki kesempatan mengobrol berdua. Gagasan bersepatu roda ini pun sebenarnya ide Sakura. Dulu ide ini berhasil ia gunakan untuk Sasuke dan Fugaku, jadi Sakura berpikir mungkin ini juga akan berhasil untuk Itachi dan Fugaku.

"Sakura yang mengajariku." Jawab Fugaku sambil duduk di salah satu bangku. Itachi duduk di sebelahnya, kemudian menenggak minuman dari botol yang disodorkan Fugaku.

"Tou-san sudah terlalu tua untuk ini." Komentar Itachi. Fugaku mendengus, tak ayal merasa lucu juga mendengar komentar Itachi yang memang ada benarnya.

"Aku tahu," katanya, "Tapi sulit sekali menolak permintaannya, Itachi." Dia tersenyum lembut. Itachi sempat tertegun melihat Fugaku tersenyum. Hampir satu bulan semenjak dia memutuskan untuk memberi kesempatan Fugaku dan dirinya untuk saling memaafkan, dan ada begitu banyak perubahan yang ia rasakan dari diri Fugaku.

Pria paruh baya itu jadi lebih banyak bicara dan tersenyum. Bahkan tak jarang melontarkan kalimat-kalimat gurauan yang mengundang tawa bagi yang mendengarnya. Itachi bahkan tidak tahu jika ayahnya ternyata memiliki selera humor yang lumayan, dan kalau boleh jujur, Itachi menyukainya.

Dia kira akan terasa sulit dan canggung bagi mereka berdua untuk saling berbicara, namun ternyata lebih mudah dari dugaannya. Dia menyadari bahwa hal ini tak lepas dari campur tangan Sakura yang berusaha mendekatkan kembali mereka. Itachi sangat berterima kasih untuk itu.

"Ya, aku bisa mengerti mengapa." Itachi ikut tersenyum. Jeda beberapa saat hingga Fugaku kembali angkat bicara.

"Dia tidak ikut denganmu?" Itachi tahu siapa yang dimaksud oleh Fugaku. Selama ini Itachi memang tak pernah sendirian ketika datang ke mansion Uchiha. Dia selalu membawa serta Konan bersamanya. Dia perlu wanita itu untuk tetap tenang.

"Konan sedang mengikuti gladi bersih untuk acara wisudanya besok." Jawab Itachi. Fugaku mengangguk paham.

"Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" Pertanyaan Fugaku sempat membuat Itachi terpana. Dia sama sekali tidak menyangka Fugaku akan menanyakan hal seperti ini kepadanya. Dia mengira Fugaku tidak akan peduli mengenai hubungan asmaranya.

"Sebenarnya kami tidak terikat hubungan apapun." Jelasnya. Fugaku memandang penuh tanya pada Itachi. Fugaku dapat melihat dengan jelas bahwa interaksi di antara mereka lebih dari sekedar teman. Fugaku juga cukup jeli untuk mengerti bahwa Itachi memiliki perasaan khusus terhadap Konan, begitu pun sebaliknya. Apa selama ini mereka menjalani hubungan tanpa status? Mengapa mereka harus melakukannya sementara perasaan masing-masing saling bersambut?

"Aku tidak mengerti. Bukankah kau mencintainya?" Pertanyaan Fugaku lagi-lagi membuat Itachi terpana. Bukan hanya peduli terhadap hubungan asmaranya saja, Fugaku bahkan mengetahui bagaimana perasaannya.

"Bagaimana Otou-san tahu? Seingatku aku tidak pernah membicarakannya."

"Aku hidup lebih lama darimu, Itachi. Aku sangat paham gelagat orang yang sedang jatuh cinta. Hanya dengan melihat caramu memandangnya saja aku sudah tahu bahwa kau tergila-gila padanya."

"Memang bagaimana aku memandangnya?"

"Kau memandangnya dengan tatapan memuja. Kau bahkan tak pernah mengalihkan matamu darinya."

Itachi tak menyahut. Mungkin benar apa yang dikatakan ayahnya. Dia sendiri tidak menyadari gerak-geriknya itu jika Fugaku tak mengatakannya. Tapi dia cukup menyadari satu hal. Dia tak pernah mampu menahan hasrat untuk tidak menatap atau menyentuh Konan. Dia bahkan merasa seperti akan gila jika tidak melihat Konan dalam waktu yang lama.

"Katakanlah padanya, Itachi." Itachi menatap Fugaku yang tengah memandang segerombolan anak muda yang sedang bersantai. Pria itu menoleh dan tersenyum pada Itachi. "Katakan bahwa kau mencintainya."

"Otou-san mengizinkan?"

Fugaku mendengus.

"Aku adalah orang yang belajar dari kesalahan. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Lagipula dia wanita yang baik. Dia mampu mengimbangimu."

Itachi diam tanpa kata. Selama ini dia memilih untuk memendam perasaannya karena takut jika suatu saat Konan juga akan meninggalkannya, sama seperti Shion. Sejujurnya dia sempat takut ketika dia mengungkapkan rahasia terbesarnya. Bahwa dia melakukan hal licik untuk mengikat Shion. Dia takut Konan akan kecewa dan meninggalkannya. Namun sebaliknya, Konan justru memeluk dan senantiasa mendampinginya. Tak pernah sekalipun Konan meninggalkannya. Dan Itachi tahu itu bukan karena rasa kasihan atau empati. Konan mencintainya. Sudah sekian lama dia mengetahuinya, namun dia terlalu pengecut untuk menghadapi perasaannya sendiri. Sekarang bolehkah dia berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja dan Konan akan selalu ada disisinya?

.

.

.

.

Konan menggigit bibir bawahnya dengan perasaan cemas. Siklusnya terlambat dari biasanya dia datang bulan. Selain itu, akhir-akhir ini dia mudah sekali lelah dan akan memuntahkan makanan tertentu yang biasanya tidak pernah ia alami meski pun ia tak suka pada makanan tersebut. Dia tidak bodoh dan dia memiliki dugaan. Untuk itulah dia pergi ke apotek dan membeli alat tes kehaliman. Dia berharap hasilnya negatif dan kondisinya itu hanya sekedar masuk angin biasa. Namun harapan itu lenyap tatkala dia melihat dua garis merah pada alat itu. Itu seperti hantaman palu godam bagi kepala dan dadanya.

Konan menghela napas putus asa. Bagaimana ini bisa terjadi? Seingatnya, dia tak pernah absen sekalipun meminum pil kontrasepsinya. Lalu kenapa semua ini terjadi? Ia tahu alat kontrasepsi memang tidak seratus persen mencegah kehamilan. Kemungkinan hamil masih ada meski sangat kecil. Tapi kenapa dari kemungkinan kecil itu, Konan mengalaminya?

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Selama ini dia hanya melakukan hubungan intim dengan satu orang, jadi bisa dipastikan bahwa janin dalam perutnya ini adalah milik Itachi. Jika Itachi tahu, dia pasti akan membencinya. Itachi tidak akan mengakui anak ini. Itachi akan meninggalkannya. Selama ini Itachi masih bersamanya karena menganggap dirinya dapat dipercaya. Jika Itachi tahu dia hamil, dia akan menganggap Konan merencanakan ini semua. Itachi memiliki trauma pada sebuah hubungan. Kehamilan ini akan membuatnya terikat pada Konan. Itachi bisa saja meninggalkannya jika dia tahu Konan hamil. Dia tidak akan sanggup jika Itachi meninggalkannya. Dia sangat mencintai Itachi.

Konan mengusap wajahnya frustasi. Apa yang harus ia lakukan? Dia tidak bisa menggugurkannya karena ini adalah anak Itachi. Dia tidak mau. Dia menyayangi janin diperutnya ini sama seperti dia menyayangi sang Ayah. Namun dia juga tidak bisa terus menyembunyikannya. Perutnya akan semakin membesar dan suatu saat Itachi pasti mengetahuinya. Apakah sebaiknya dia meninggalkan Itachi sebelum Itachi yang meninggalkannya? Sanggupkah ia?

Konan berjengit ketika pintu kamar mandi perlahan terbuka. Segera ia menyembunyikan alat tes kehamilannya di balik punggungnya saat Itachi berjalan masuk. Itachi mengerutkan kening saat mendapati ekspresi kaku Konan, terlebih tubuhnya yang menegang ketika Itachi memeluk pinggangnya.

"Kenapa kau lama sekali di kamar mandi?" Tanya Itachi, mengendus bawah telinga Konan.

"A—aku hanya..." Konan terengah.

"Aku lapar. Aku sengaja menunggumu untuk makan bersama." Itachi menggigit lembut rahang Konan. Konan gemetar dibawah sentuhan Itachi. Entah kenapa tubuhnya terasa lebih sensitif. Hanya dengan merasakan napas Itachi di lehernya, mampu membuatnya terangsang dan menginginkan lebih.

"Maaf membuatmu menunggu." Suaranya berupa desahan. Itachi melepaskan cumbuannya, dan Konan kecewa. Kenapa Itachi berhenti?

"Apa saja yang kau lakukan?"

"A—aku hanya..." Konan kembali menegang. Ia genggam semakin erat benda putih yang tersembunyi di balik punggungnya.

"Apa itu yang ada di balik punggungmu?" Itachi melongok melalui bahu Konan, namun Konan semakin menyembunyikannya dan itu membuat Itachi curiga. Dia menatap penuh spekulasi pada Konan yang tampak gugup. Mengapa Konan gugup? Dia juga tampak pucat dan ketakutan. Apa yang disembunyikannya?

"Apa yang kau sembunyikan?"

"Bukan apa-apa. Bukan sesuatu yang penting." Jawab Konan gugup. Itachi tak percaya. Kegugupan Konan justru mempertegas bahwa dia tengah menyembunyikan sesuatu.

"Kau tidak pernah menyembunyikan apapun dariku. Apa yang berusaha kau sembunyikan dibalik punggungmu itu?" Itachi bertanya tak sabar.

"Aku bilang bukan apa-apa, Itachi."

Itachi menarik paksa tangan Konan, namun Konan mengelak. Itachi semakin curiga. Dia kembali menarik tangan Konan secara paksa. Hal itu membuat Konan tidak siap dan malah membuat benda yang digenggamnya terlempar ke lantai. Itachi mengernyit, Konan memandang horor. Sekarang apa yang harus dilakukannya? Itachi akan tahu, dan berakhirlah hubungan mereka.

Kerutan di kening Itachi semakin dalam. Dia cukup tahu benda apa itu. Tidak perlu menjadi dokter sepertinya untuk tahu benda apa yang kini tergeletak di lantai itu. Namun untuk memperkuat dugaanya, dia berjalan mendekat dan memungut benda putih tersebut. Benar dugaannya, ini alat tes kehamilan. Dan ada dua garis merah menghiasi benda itu, yang artinya...

"Konan, apa ini milikmu?" Itachi mengernyit. Melihat wajah pucat Konan, Itachi sudah tahu jawabannya tanpa Konan mengatakannya. Dia mendekati Konan, memangdangnya dengan tatapan menuduh. Konan menelan ludah dengan susah payah. Entah kenapa ludah pun terasa seperti batu saat ini.

"Sudah berapa bulan?" Selidik Itachi.

"Itachi, aku bisa jelaskan—"

"Aku tanya sudah berapa bulan?" Itachi menuntut.

"Aku tidak tahu." Konan tertunduk. Itachi marah. Dia pasti marah.

"Kau belum ke dokter?" Konan menggeleng.

"Aku juga baru mengetesnya."

"Tapi ada kemungkinan alat ini salah."

"Aku tahu. Aku akan ke dokter besok untuk memastikannya."

"Tidak. Kita ke dokter sekarang!" Itachi menarik tangan Konan keluar kamar mandi. Saat ini Konan benar-benar tidak tahu bagaimana perasaan Itachi. Ekspresinya tak terbaca. Wajahnya tampak serius. Itu membuat Konan cemas.

"Itachi." Konan menghentikan langkah Itachi. Itachi menoleh.

"Aku minta maaf. Ini kecerobohanku. Aku terima jika kau marah. Tapi aku benar-benar tidak menyangka kalau aku akan hamil. Ini diluar kuasaku. Aku rajin meminum pilku, aku bersumpah aku selalu meminumnya. Jadi aku akan menerimanya jika kau marah padaku, tapi tolong jangan membenciku—"

"Stop!" Itachi mencengkeram kedua lengan Konan untuk menghentikan racauannya. "Apa yang kau bicarakan? Marah?" Segera ia lumat bibir Konan. Membuat Konan terhuyung dan terengah setelah Itachi melepaskannya.

"Untuk apa aku marah padamu, sayang?"

"Karena aku hamil?" Jawab Konan tak yakin. Saat ini dia sudah seratus persen bingung. Itachi tidak marah?

"Untuk apa marah? Kau hamil dan aku cukup yakin bahwa itu adalah anakku." Itachi menatap Konan yang juga menatapnya. Konan diam. "Atau itu bukan anakku? Itukah yang membuatmu takut aku akan marah? Karena itu milik orang lain dan bukannya milikku?" Itachi menatap penuh spekulasi.

Konan merasakan emosinya memuncak, "Kau pikir aku wanita macam apa? Selama ini aku hanya berhubungan denganmu, Itachi." Dia menatap marah Itachi.

"Bagus. Berarti itu anakku. Ayo kita ke dokter." Itachi kembali menarik lengan Konan.

"Tunggu, Itachi." Lagi-lagi Konan menghentikan langkahnya.

"Ada apa lagi? Kita harus segera pergi agar dapat memastikan apakah kau benar-benar hamil."

"Aku masih tidak mengerti."

"Apa yang tidak kau mengerti, sayang?" Tanya Itachi lembut.

"Kau tidak marah padaku?" Konan mencari jawaban di mata Itachi, namun yang ia temukan hanya kelembutan dan kebahagiaan di binar itu. Sama sekali tak ada kemarahan. Itachi menangkup pipi Konan dan mendaratkan sebuah kecupan di sudut bibirnya.

"Untuk apa aku marah padamu? Wanita yang kucintai tengah mengandung anakku, dan itu artinya aku akan menjadi seorang ayah. Apa alasanku untuk marah?"

"Karena kau akan mengira aku sengaja hamil untuk mengikatmu—" Konan berhenti bicara dan menatap Itachi, "Kau tadi bilang apa? Kau mencintaiku?" Konan menatap tak percaya. Apakah ia salah dengar saat Itachi mengatakan dia mencintainya?

Itachi tersenyum. "Ya. Aku mencintaimu. Amat sangat mencintaimu." Ucap Itachi tulus.

"Tapi, kukira selama ini kau hanya menganggapku partner seksmu saja."

"Apa? Kau pikir aku ini pria macam apa?" Itachi membalikkan pertanyaan Konan, merasa tidak terima. "Aku tidak akan bercinta dengan orang yang tidak aku cintai. Bukankah karena itu makanya disebut bercinta? Karena kita melakukannya dengan orang yang kita cintai."

"Tapi—"

"Dengar!" Itachi memegang pundak Konan. "Aku memang tidak pernah mengatakannya. Terakhir aku begitu mencintai seseorang, dia meninggalkanku untuk selamanya. Aku takut kau juga akan pergi dariku jika kau tahu bagaimana perasaanku yang sesungguhnya. Sekarang setelah dipikir-pikir, itu sangat tidak masuk akal." Jelas Itachi.

"Jadi kau..."

"Ya. Aku mencintaimu, Konan. Dan aku tahu kau juga mencintaiku." Konan mendengus.

"Percaya diri sekali kau. Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku mencintaimu."

Itachi terkekeh melihat sikap Konan. Rupanya dia ingin bermain-main.

"Tapi kau selalu mengatakannya dalam tidurmu." Itachi tersenyum melihat wajah panik Konan.

"Itu tidak benar. Aku tidak mungkin mengatakannya." Konan panik. Betapa memalukannya ini. Jadi selama ini Itachi sudah mengetahui perasaannya. Kebiasaan mengigau sialan!

"Itu benar. Kau selalu mengatakan 'aku mencintaimu, Itachi' atau 'jangan tinggalkan aku, Itachi'. Setiap malam, dalam tidurmu."

"Oh, tidak. Itu pasti sangat memalukan." Konan membalikkan badan untuk menutupi rasa malunya. Dia tidak sanggup menatap wajah Itachi.

Itachi tersenyum kemudian memeluk Konan dari belakang.

"Itu sama sekali tidak memalukan. Itu adalah hal terindah yang pernah aku dengar. Aku bahkan rela tidak tidur hanya untuk mendengar satu kalimat itu keluar dari mulutmu." Itachi mengecup pipi Konan. Dia bukan sedang merayu. Setiap malam dia memang selalu menunggu Konan tertidur dan mengigaukan dirinya. Seperti nyanyian nina bobo, Itachi akan tidur dengan tenang setelah dia mendengar 'mantra' ajaib itu.

"Benarkah?"

"Tentu saja. Walau sebenarnya aku lebih suka jika kau mengatakannya dalam keadaan sadar." Itachi tersenyum dan senyumnya menular pada Konan.

"Aku mencintaimu, Itachi." Utar Konan.

"Sial! Terdengar indah saat itu keluar dari mulutmu. Bisa kau katakan lagi?"

"Aku mencintaimu." Ulang Konan.

"Aku tidak akan pernah bosan mendengarnya."

"Aku mencintaimu." Tersenyum bahagia, Konan kembali mengatakannya.

"Aku tahu. Aku juga mencintaimu." Itachi mencium bibir Konan. "Jadi, bisakah kita ke dokter sekarang?"

Konan tersenyum dan mengangguk.

.

.

.

.

"Ojii-san!"

Seorang bocah laki-laki berlari riang saat melihat sang kakek yang berdiri di ambang pintu. Sang kakek segera mengangkat tubuh mungil itu dan mengayunkannya beberapa kali.

"Jagoan kecil Jii-san sudah semakin besar." Fugaku meletakkan bocah itu di pinggangnya.

"Apa kabar, Tou-san?" Konan memberi kecupan singkat di pipi Figaku.

"Aku sehat. Bagaimana denganmu?" Fugaku memberi sebuah anggukan pada Itachi yang memberikan salam.

"Sedikit mudah lelah, tapi aku baik-baik saja." Jawab Konan.

"Kau harus istirahat dengan cukup. Jangan sampai kau sakit." Fugaku mencium pipi tambun sang cucu.

"Aku baik-baik saja Tou-san. Aku hanya mudah lelah karena cucumu yang tidak bisa diam." Konan mencubit pipi anaknya gemas. Fugaku tertawa. Cucunya itu memang sangat lincah.

"Aku akan menjemput kalian besok." Kata Itachi sambil mengeluarkan tas menginap dari bagasi mobil.

"Kau tidak ikut menginap?" Tanya Fugaku, mengaduh saat sang cucu yang berada dalam gendongan mencabut salah satu ubannya.

"Aku ada dinas malam hari ini."

"Itu artinya kau tidak ikut acara nanti malam?"

"Aku ingin sekali. Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku." Fugaku mengangguk paham. Sebagai seorang dokter, memang sudah menjadi tugasnya mengutamakan pasien daripada urusan pribadi.

"Rekam videonya untukku agar aku bisa melihatnya besok."

"Tentu." Balas Konan.

"Ojii-san, ayo kita main di halaman belakang. Lihat, aku punya pesawat baru yang dibelikan Otou-san kemarin. Ini memakai remot kontrol. Aku ingin menerbangkannya bersama Jii-san." Fugaku terkekeh saat cucunya memperlihatkan sebuah pesawat dengan remot kontrol yang tadi dibawanya.

"Baiklah, mari kita lihat seberapa tinggi pesawat ini." Fugaku menurunkan bocah itu dari gendongannya, dan masuk ke dalam rumah sambil menggandeng tangannya.

"Akito, jangan membuat kakekmu kelelahan!" Teriak Konan, yang mendapat jawaban 'ya' dari anaknya. Konan menggeleng-gelengkan kepala.

"Dia tidak pernah merasa lelah." Komentar Konan. Itachi terkekeh.

"Aku pergi." Ia mencium kedua pipi Konan, kening, dan terakhir bibirnya. Kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika ia akan pergi bekerja.

"Hati-hati." Itachi mengangguk sebagai balasan.

"Sampaikan salamku untuk Sasuke. Semoga lamarannya lancar." Dia masuk ke dalam mobil.

"Akan kusampaikan."

"Sampai jumpa besok." Itachi menaikkan kaca jendela mobil dan menyalakan mesin. Konan melambaikan tangan saat audi merah itu mulai bergerak. Tersenyum memandang kepergian Itachi. Dia sama sekali tak menyangka kehidupannya akan berubah seperti ini. Dulu dia menolong Itachi yang hampir tertabrak mobilnya, dan sekarang dia menjadi istri pria tampan itu. Bukankah itu suatu anugrah? Anugrah terindah. Dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya, Konan berjalan masuk mansion Uchiha.

.

.

.

Entah kenapa aku tergelitik untuk membuat side story tentang Itachi dan Konan. Terima kasih untuk partisipasi para readers hingga akhir cerita ini. Extra chap ini kupersembahkan untuk kalian.

Sampai jumpa lagi, I LOVE YOU FULL :)