Naruto © Masashi Kishimoto
Grown Up With YouLaboelan Lily
Pairing : SasuSaku
Rate : T
Genre : Romance, Drama
Chapter 1
Langit gelap telah menggeser warna jingga di Konoha. Waktu dimana orang-orang meninggalkan segala aktivitas yang cukup merampok tenaga dan pikiran, mengistirahatkan setiap inchi bagian tubuh mereka di tempat yang nyaman dan juga mengisi tenaga yang tersita di siang hari.
Seorang gadis dan kedua orang tuanya sedang menikmati makan malam di ruang makan kediaman mereka, Haruno. Ruangannya tidaklah kecil, namun juga tidak bisa dianggap besar, ukuran yang cukup untuk ruang makan sebuah keluarga kecil. Sang kepala keluarga, duduk di bangku paling ujung, sang nyonya dan sang anak duduk di samping kanan dan kirinya. Mereka cukup lama dalam diam, begitulah peraturan rumah ini tidah boleh berbicara sebelum makan selesai.
"Sakura.."
Sebuah suara lelaki dewasa yang berat memecah keheningan setelah kegiatan makan teraebut selesai. Sakura menengok ke arahnya sambil mengelap mulutnya dengan serbet kecil.
"Iya"
"Setelah ini bisa kau ke ruang keluarga? tanya ayahnya. "Ada yang ingin kami bicarakan kepadamu.".
Sakura hanya mengangguk kecil.
Ruang keluarga hanya beberapa langkah saja dari ruang makan, tepatnya di sebelah ruang makan hanya saja dipisahkan oleh dinding yang cukup tebal. Tuan Haruno duduk di sofa yang paling utama, sedangkan Sakura dan ibunya duduk di sofa panjang yang berada di samping sang ayah.
"Hmm." dehaman sang ayah untuk memulai pembicaraan.
"Sakura.."
"Iya. Ada apa, Yah?"
"Bagaimana dengan sekolahmu? Sudah lama ayah tidak mengontrol nilaimu."
"Lumayan." jawab sakura singkat
"Lumayan? Lumayan apa? Lumayan bagus atau jelek?!" tanya ayahnya yang nada sedikit meninggi.
"Lumayan baik kok, Yah." jawab Sakura dengan santaai, atau bisa dibilang terlalu santai.
"Sakura! Yang sopan kalau berbicara dengan ayahmu!" kata Ibu Sakura ketika memperingatkan anak gadisnya.
"Aku sopan kok, bu. Memangnya aku menjawab dengan kasar? Tidak, kan?"
"Bukan itu maksudku. Cara menjawabmu yang salah. Terlalu santai, serius sedikitlah."
"Memangnya ada yang salah dengan itu?"
"Tentu saja. Kau itu perempuan, lebih manislah sedikit."
"Ibu.." jawab Sakura sambil sedikit memanyunkan bibirnya.
"Sudah! Aku akan mulai bicara. Jadi, kalian dengarkan aku. Terutama kau, Sakura!"
"Haik.." jawab Sakura dengan anggukan.
"Begini, hari sabtu nanti aku.. maksudku kita sekeluarga akan berkunjung ke rumah teman lamaku."
"Lalu?" potong sakura.
"Jangan memotong, Sakura!"
"Aku ingin memperkenalkanmu, Sakura, dengan keluarga teman lamaku itu. Terutama anak-anaknya. Aku ingin kau meneruskan hubungan baik antara aku dan keluarganya."
"Oke. Hmm anak-anak teman Ayah perempuan atau laki-laki? Kalau perempuan mungkin aku bisa akrab dengannya."
"Laki-laki. Dua-duanya." jawab sang ibu sambil menunjukkan dua jari ke arah putrinya.
"Ohh...laki-laki.."
'tunggu' batin Sakura sedang mencerna apa yang ayah dan ibunya katakan.
'Teman lama ayah, perkenalan, anak laki-laki... mungkinkah..' tiba-tiba Sakura berdiri dari tempatnya.
"Ayah dan Ibu tidak bermaksud menjodohkan aku dengan anak mereka, kan?!"
"Sakura.."
"Aku tidak mau!"
"Sakura! Dengarkan ayahmu dulu!", bentak sang ibu samil mengenggam lengan sakura.
"Tapi, Bu..!"
Ibunya hanya melototi sakura saja, tanda sakura harus diam dan tenang.
"Sakura, begini.. dulu aku dan sahabatku sangat akrab, kami sampai menganggap Aku dan dia seperti saudara. Suatu hari dia mempunyai ide bagaimana caranya biar kami benar-benar menjadi saudara bahkan keluarga", sang ayah terdiam sebentar untuk mengolah kata yang tepat untuk disampaikan. "..dia bilang bagaimana bila kita menjodohkan anak kita kelak."
"..." sakura menggigit bibir bawahnya. "dan ayah setuju?".
Sang ayah hanya memberi anggukan, tanda membenarkan pertanyaan sang putri.
"Ooh, God. Tapi umurku masih 16 tahun dan aku masih kelas 2 SMA. Aku belum siap."
"Kau tidak akan menikah besok, kami hanya akan memperkenalkan kalian terlebih dahulu.", jawab sang ibu.
"Kalau aku tidak suka bagaimana?"
"Nanti kita pikirkan lagi, lagipula waktumu untuk mengenal putera mereka masih sangat panjang. Aku masih ingin melihatmu lulus kuliah sebelum menikah." jelas sang ayah.
"Ayolah, Sakura. Demi ayahmu.", bujuk sang ibu.
Sakura terdiam sebentar untuk berpikir, menimbang-nimbang tentang permintaan tersebut. Sakura mulai membuka mulutnya untuk memberi jawaban. "Baik..lah.."
Kedua orangtuanya tersenyum lebar mendengar jawaban anak mereka.
"Hanya untuk perkenalan saja ya."
Sang ayah hanya mengangguk kecil.
"Yasudah, aku pergi ke kamarku dulu. Selamat malam.." salam sakura sambil melambaikan salah satu tangannya.
Sakura masih tidak habis pikir jawaban yang ia berikan kepada ayahnya. Pembicaraan tadi menyangkut masa depannya. Bagaimana jika ia tidak menyukai anak laki-laki itu? atau sebaliknya? Bagaimana jika ia sudah menikah harus bercerai karena tidak berlandaskan cinta? Bagaimana dengan hak asuh anak? err.. oke itu terlalu jauh.
Tapi, bagaimanapun ia masih16 tahun. Dia tidak mau memikirkan tentang segala hal berbau pernikahan.
Pikiran-pikiran itu membuat sakura terjaga hingga tengah malam.
Hari jumat pagi di SMA Konoha, para murid berlalu lalang menuju kelas mereka dengan riang, tentu saja mereka ceria karena besok hari sabtu dan itu artinya hari libur. Seorang gadis dengan rambut pink-nya yang cukup mencolok menarik kursi lali duduk sambil menguap cukup lebar. Ingin sekali ia menidurkan kepalanya diatas meja belajarnya. Baru saja ia ingin melakukannya, sebuah teriakan mengagetkannya.
"Sakura..!", panggil seorang gadis berambut pirang panjang.
"Kau mengagetkan saja, Ino! Ada apa?"
Ino mengatur napasnya setelah berlarian menuju kelas. Lalu ia mulai berbicara tapi sesuatu tertangkap oleh mata ino.
"Astaga! Kenapa matamu, jidat?!" Ia melihat lingkaran hitam di bawah mata sahabatnya itu.
"Ohh.. aku tidur larut semalam."
"Tumben, apakah kau ketakutan setelah menonton film horor yang kita tonton kemaren?"
"Sialan kau, pig! tentu saja tidak! Hey kau belu menjawab pertanyaanku."
"Oh iya. Aku, Tenten dan Hinata ingin mencicipi masakan di restoran Thailand yang baru buka si Konoha Plaza. Kau mau ikut?"
"Kapan?"
"besok."
"Besok ya? Aku tidak bisa." sjawab sakura sambil menyenderkan punggungnya ke kursi.
"Kenapa?" Ino menyipitkan matanya, lalu mendekatkan kepalanya kearah sakura. "Kau ada kencan? dengan siapa?"
"Hah? Tidak!"
"Lantas?" pandangan ino seolah menginterogasi.
"Aku hanya ada acara dengan keluargaku. Itu saja."
"Hmm.. baiklah. Pasti kurang seru tanpamu, jidat." ino sedikit memanyunkan bibirnya.
"Ya itu sudah pasti,pig!" jawab sakura dengan bangga.
"Aku sudah membuatmu terlalu percaya diri."
Sakura tertawa mengejek kepada sahabatnya itu.
Bel istirahat telah berbunyi., para siswa yang sudah menahan lapar beramai-ramai menuju kantin. Tidak terkecuali Sakura dan Ino. Mereka berlari-lari kecil untuk bisa mendapatkan tempat duduk. Mereka membagi tugas, Ino yang mencari tempat duduk dan Sakura yang memesan makanan. Ino mendapatkan meja yang menghadap jendela, meja itu bisa ditempati 4 orang.
"Pig, kau mau pesan apa?"
"Aku roti daging dan jus jeruk saja."
"Okay."
Sakura harus menunggu 10 menit untuk bisa maju ke depan meja kasir. Akhirnya ia bisa mendapatkan pesanan makanan Ino dan pesanannya, 2 bungkis roti kacang merah dan jus stroberi kesukaannya. Lalu ia menuju meja yang sudah Ino tempati dan menaruh pesanan di atas meja.
"Arigatou.", jawab ino sambil membuka bungkus rotinya.
"Hmm.", balas sakura dengan sedotan di mulutnya.
"Kau beli roti? Tumben sekali untuk makan siangmu.", tanya Ino sambil memperhatikan temannya melahap rotinya.
"Aku kehabisan nasi kare-nya. Terpaksa aku membeli roti. Padahal aku lapar sekali.", balas Sakura dengan sedikit memanyunkan bibirnya.
Ino membelalakkan kedua bola matanya, "Kau sudah membeli dua bungkus roti, tapi kau masih merasa kurang? Seharusnya kau yang dipanggil Pig bukan aku!"
"Tapi pahamu kan lebih besar daripada punyaku, jadi tidak salah kan kalau kau yang dipanggil Pig." Jawab Sakura dengan santainya dengan wajah tanapa dosa.
Jika saja mereka tidak berada di kantin yang ramai ini, dia mungkin sudah berteriak. Dia memilih untuk meredamnya, tapi masih melototi gadis dengan rambut berwarna senada bulu bangau itu.
"Apa?" tanya Sakura seakan tidak peduli dengan peryataan yang dia buat tadi.
Ino mendengus, "Kau menyebalkan. Kenapa kau yang tidak peduli dengan penampilan dianugerahi degan tubuh yang tidak bisa gemuk? Harusnya kan aku?" Ino melipat tangan di dadanya dan menyenderkan punggungnya di kursi.
"Kau mulai lagi deh."
Ino menggigit rotinya dengan kesal, "Kau tidak mengerti, Sakura!'
"Aku mengerti."
"Kau tidak!"
Sakura tidak berniat melanjutkan perdebatan itu, karena jika ia tidak mengalah atau berhenti, Ino tidak akan pernah selesai mendebatnya mungkin sampai kiamat berkali-kali juga tidak akan berakhir. Ino yang merasa debatannya tidak dilanjtkan oleh Sakura memilih makan rotinya dengan tenang, Ino yang malas melihat Sakura, memilih untuk mengedarkan padangannya ke seluruh kantin. Tapi yang ia lihat para siswi terutam siswi kelas 1 dan 2 melihat kearah yang sama sambil berbisik- bisik bahkan hapir bereriak, karena merasa aneh ia mengikuti kemana pandang mereka tertuju. Mereka melihat ke arah senpai-senpai lelaki yang paling diidolakan di sekolah ini.
"Hei, lihat ada Uchiha-senpai! Astaga dia keren sekali."
"Kyaa..! Namikaze-senpai, dia tersenyum barusan!"
Begitulah kira-kira yang sedang terjadi di kantin. Sebenarnya cukup banyak para siswa lelaki yang biasanya makan siang di kantin tapi tingkah mereka tidak seperti sekarang ini, tapi kalian tahu lah bagaimana selera para siswi SMA, yang mengidolakan para lelaki yang keren. Ya.. semacam prince charming.
Pemuda berambut kuning dengan model rambut nanas dan seorang temannya berambut hitam dengan sedikit bagian lancip di belakangnya, sedang mengedarka pandangan mencari tempat yang kosong untuk mereka tempati.
"Oi, Teme! Kita duduk dimana? Tempatnya sudah penuh." Tanya si pemuda kuning.
Sang teman yang juga megedarkan pandangannya menjawab, "Hn, entahlah."
"Masa kita makan sambil berdiri, Teme."
Pemuda yang dipangil Teme tersebut memandang si teman dengan sedikit kesal. "Naruto, sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu di sekolah.", bisiknya
"Gomen.. Oi.., Teme!"
"Naruto.." suaranya sedikit tertahan.
" Disana! Sepertinya masih ada tempat untuk kita berdua."
Sasuke hanya mendengus. "Dimana?"
Naruto mengarahkan telunjuknya ke arah meja yang menghadap ke arah jendela, tapi tempat tersebut telah diisi oleh dua orang gadis.
"Tempat itu sudah diisi dua orang. Dan sepertinya aku tidak mengenal mereka."
"Hey dari pada kita makan berdiri."
Sasuke menimbang-nimbang tawaran temannya tersebut.
"Ayolah, Sasuke." Bujuk Naruto.
Sasuke hanya menjawab singkat, "hn".
Di meja yang sedang dituju Naruto dan Sasuke, gadis berambut pink sedang sibuk melihat pemandangan di luar jendela sedangkan sang sahabat membelalakan matanya melihat para senpai lelaki yang membuat riuh kantin berjalan ke arah mereka.
Sakura POV
Aku yang sedang santai melihat lalu-lalang jalanan yang berada diluar jendela dikagetkan oleh tangan Ino. Spontan aku langsung menghadapnya dengan malas.
"Ada apa, Pig?"
"Lihat-lihat siapa yang akan bergabung dengan kita." Kata Ino denga semangat.
Aku mengikuti ke arah dia melihat. Dua orang lelaki. Dua senpai yang tidak asing bagiku. Senpai berambut kuning dengan senyum cerianya yang khas, Naruto Namikaze. Aku mengenalnya karena Ino pernah memperkenalkanku saat acara festival sekolah tahun lalu.
Yang satu lagi pemuda berambut hitam dengan wajahnya yang dingin dan jarang tersenyum, bahkan aku tidak pernah melihatnya tersenyum . Dia Uchiha Sasuke. Ino bilang dia adalah cowok yang paling diinginkan untuk dijadikan pacar menurut polling yang diadakan sebuah blog yang dibuat entah oleh siapapun-yang-kurang-kerjaan yang bersekolah disini. Tapi aku biasa saja, menurutku dia terkesan sombong tapi kata Ino dia itu cool. Jujur saja dulu aku sempat mengaguminya saat baru masuk ke sekolah ini, sampai aku melihat bagaimana ia menolak pernyataan cinta siswi seangkatanku. Dia melihat gadis itu seolah berkata 'kau tidak pantas untukku'. Menyebalkan.
Naruto-senpai melambaikan tangan ke arah kami, Ino sudah pasti membalasnya dengan lambaian yang semangat sedangkan aku hanya membalas dengan senyuman.
"Ino-chan, dan hmm.." dia sepertinya sedang mengingat namaku, baru saja aku ingin menyebutkan namaku, "ohh.. Sakura-chan!"
"Wah.. Namikaze-senpai ternyata masih ingat namaku." Jawabku dengan nada sedikit sindiran.
"Gomen, Sakura-chan. Habisnya sudah lama kita tidak mengobrol." Balas Naruto sambil menggaruk kepalanya yag tidak gatal.
Ino menatapku seakan-akan ia berkata 'hei sakura apa yang kau lakukan'.
Aku menyunggingkan senyum, "Tidak apa-apa, senpai."
"Oh ya, ngomong-ngomong ada apa senpai kesini?" tanya Ino sok basa-basi.
"Hmm.. begini, aku dan Sasuke tidak mendapatkan tempat duduk. Benarkan, Teme?"
Sasuke hanya menjawab singkat, "Hn."
"Kebetulan aku melihat tempat kalian masih tersisa untuk dua orang, jadi.. boleh tidak kami bergabung dengan kalian?"
"Tentu saja tidak apa-apa." Jawab Ino yang menurutku kelewat semangat.
"arigatou.." balas Naruto denga senyuman lebarnya yang khas.
Dan tebak, temannya yang bermuka sombong itu sama sekali tidak mengucapkan apapun. Bukannya aku pamrih tapi.. hey! Bagaimana bisa ada orang seperti itu. Aku semakin tidak menyukainya.
Ino memulai pembicaraan, "Naruto-senpai, beberapa minggu ini aku tidak melihatmu di klub tenis. Kemana saja kau?"
"Aku sibuk belajar. Aku sudah kelas tiga, sebentar lagi aku harus menghadapi ujian kelulusan. Jadi aku sedikit mengurangi kegiatan diluar belajar. Memangnya kenapa, Ino-chan?" tanyanya dengan cengiran.
"ohh.. hanya saja klub terasa sedikit sepi tanpamu, senpai." Jawab Ino dengan nada sedikit manja. Jujur saja aku menahan tawa melihatnya bertingkah seperti itu.
"Benarkah? Mungkin aku akan masuk sesekali. Kau juga kan, Teme?"
Seperti biasa hanya "hn."
"oh ya, Sakura-chan, mungkin kau sudah sering dengar tentang orang di sebelahku ini." Naruto menyentuh bahu Sasuke, "Dia Tem.. ehm.. Sasuke Uchiha. Dia temanku sejak di playgroup."
Aku mengangguk dan aku paksakan memberinya senyuman yang cukup manis walaupun aku tidak mau. Aku melakukannya karena sikap Naruto yang baik kepadaku. "Aku Sakura, Haruno Sakura. Mohon bimbingannya."
"hn," lagi dia membalasnya.
"Sakura-chan kau masih ikut klub renang?"
Aku hanya membalas dengan anggukan.
"Apakah di cuaca yang dingin seperti akhir-akhir ini kau masih melakukannya?"
"Kadang. Jika suhunya terlalu dingin dan tidak memungkinkan untuk berenang, aku tidak melakukannya." Jawabku dengan menambahkan senyum.
"Wah.. sebaiknya kau istirahat untuk berenang, kau bisa sakit, sakura-chan."
"Ya akan kuingat itu, Namikaze-senpai."
"Panggil aku Naruto saja, Sakura-chan."
"Kau seniorku, senpai. Aku tidak bisa memanggilmu seperti itu."
"Tapi itu terlalu formal. Aku tidak begitu suka panggilan itu. Ayolah." Bujuk Naruto.
"Baiklah, Naruto-senpai."
"Itu lebih baik." Kemudian dia, ino dan aku tertawa.
Tetapi ada satu orang yang sepertinya merasa bosan melihat kami bercakap-cakap, sebenarnya aku ingin sekali megacuhkannya, karena aku baik aku bertanya hal sepele saja padanya.
"Uchiha-senpai, apakah kau satu kelas dengan Naruto-senpai?" tanyaku basa-basi padahal aku sudah tahu dari Ino.
Dia terlihat sedikit kaget, lalu dia menjawab dengan anggukan.
"Berarti kau juga mengambil kelas IPS ya?"
"Hn," lagi dan lagi.
Untung saja bel berbunyi, aku tidak tahu harus menghadapi Hn Man itu bagaimana lagi. Lalu kami kembali kekelas masing-masing hingga bel pulang berbunyi.
Hari sabtu telah tiba. Dari pagi ibu sudah menyuruhku untuk mencoba semua baju yang baru ia beli kemarin. Aku rasa ada lebih dari sepuluh potong pakaian, dan aku pikir itu berlebihan hanya untuk acara perkenalan. Tapi Ibu bilang itu hal yang biasa bila kau ingin menemui 'calon suami'-mu. Tentu saja reaksiku kesal saat Ibu mengatakan hal itu. Belum lagi Ibu berencana merias wajah dan rambut pink-ku yang panjang ini. Aku katakan padanya jika ia meriasku dengan dandanan aneh, aku tidak akan pernah mau menemui 'calon suami'-ku itu. Akhirnya ia menyerah dan membiarkan aku memakai make-up yang tipis, terlihat natural, dan rambut yang kubiarkan tergerai sepinggang hanya sedikit dirapihkan biar terlihat lebih rapi dan sopan namun kesan remaja tidak hilang dariku.
Sekarang aku berada di dalam mobil menuju ke rumah teman Ayah. Aku memakai err.. kurasa aku bisa sebut gaun, gaun berlengan pendek dengan kerah sedikit neck-off berwarna hijau tosca, kurang lebih warnanya senada dengan warna mataku, panjangnya sedikit dibawah lutut. Untuk mengenakan baju ini butuh perjuangan cukup besar karena harus melalui perdebatan yang cukup lama antara aku dan Ibu. Ibu memilihkanku baju dengan potongan yang cukup rumit yang aku rasa itu agak berlebihan. Dengan beberapa argumen yang aku berikan, dia mengangkat tangan dan aku menang.
Pemandangan yang terlihat sekarang bagiku tidak asing. Jalanan yang kulihat dari jendela pernah aku datangi bersama keluargaku maupun teman-temanku. Jarak yang cukup jauh jika ingin pergi sekolahku. Akhirnya mobil kami memasuki sebuah perumahan atau mungkin lebih mendekati real estate atau kondominium, semacam itu lah. Karena aku melihat jejeran rumah yang sangat besar-besar hampir seperti rumah kami. Mobil kami berhenti di depan sebuah rumah yang aku rasa ukurannya paling besar diantara rumah-rumah yang aku lihat barusan. Aku mendekatkan wajahku ke jendela, mencari-cari papan nama keluarga karena biasanya kalau rumah besar pasti memilikinya. Tapi ini aneh, aku suda mencari-cari di dua sisi gerbang utamanya tetap tidak kutemukan.
Gerbang terbuka setelah ayah berbicara lewat alat yang berada di sisi kiri gerbang, aku lupa apa namanya. Mobil melewati taman yang tidak terlalu besar untuk ukuran rumah sebesar itu. Mobil kami berhenti di depan pintu utama. Disana kami sudah disambut oleh tiga orang, satu orang lelaki paruh baya, mungkin dia kepala keluarga, satu orang wanita dewasa berambut hitam yang panjang, dan seorang pemuda sekitar umur dua puluh tahunan dengan paras tampan sedikit terlihat garis di bawah kedua matanya. Aku merasa seperti pernah bertemu pemuda itu sebelumnya. Mengingatkanku pada seseorang. Apakah dia 'calon suami'-ku? Karena aku tidak melihat orang lain selain mereka. Kami keluar dari mobil dan mendekati mereka.
"Selamat datang, Kizashi." Lelaki paruh baya yang tampan itu menyodorkan pelukan kepada ayahku.
"Apa kabar, Fugaku." balas ayahku sambil balas memeluknya.
"Tentu saja aku baik. Bagaimana dengan kau? Kau terlihat sehat sekali. Hahahaha." Dia menjawab dengan diirigi tawa.
"Ya, begitulah." Ayahku juga ikut tertawa.
Ibuku dan wanita itu melempar senyum lalu berpelukan seperti dua orang teman yang sudah lama tidak bertemu. Ibuku melepaskan pelukan lalu bertanya kepada satu-satunya pemuda disini.
"Kau Itachi?" tanya itu kepada pemuda itu, "Apa kabar? Kau sudah besar sekali dan tampan."
Pemuda itu menjawabnya dengan senyum, "Terima kasih, Bibi. Aku baik-baik saja."
Tiba-tiba paman Fugaku memanggil namaku.
"Kau Sakura? Kau tumbuh dengan cantik sekali."
"Terima kasih, Paman." Jawabku, sepertinya pipiku sedikit merona.
"Kau benar, suamiku. Sepertinya kita beruntung akan memiliki calon menantu seperti Sakura." Timpal sang isteri.
Otomatis wajahku semakin memerah mendengar ucapan isterinya barusan. 'Calon menantu'.
"Ya kita tidak salah menjodohkan Sakura denga Dia." Kata paman Fgaku sambil tersenyum.
"Dia?" tanyaku sedikit bingung.
Paman Fugaku menjawab, "Iya Dia. Dia sedang menunggu di dalam." Tunjuknya ke arah pintu rumahnya.
Aku langsung menengok ke arah Itachi, dia hanya tersenyum kepadaku. Berarti yang dimaksud bukan Itachi, lalu siapa?
"Wah aku tidak sabar bertemu dengan anakmu itu, Mikoto. Umurnya hampir sepantaran dengan Sakura, kan?" Kata ibuku kepada sang nyoya rumah.
Bibi Mikoto membalasnya dengan senyum. Lalu berkata, "Mari kita masuk."
Tiba-tiba Paman Fugaku merangkulku, dan berkata, "Kami belum menyambutmu, Sakura. Selamat datang di keluarga Uchiha."
Uchiha? Sepertinya nama itu tidak asing di telingaku. Mereka membimbing kami ke ruangan keluarga sepertinya. Aku tidak begitu memperhatikan sekitar, karena aku sedang mengingat-ngingat nama keluarga ini. Aku mengingat ibu berkata bahwa Dia umurnya hampir sama denganku. Akhirnya aku mengingat seorang Uchiha yang aku kenal. Dan mungkinkah orang itu? Tidak mungkin, pasti bukan hanya keluarga ini yang memiliki marga Uchiha. Tapi mungkin saja... Itachi!, aku sedikit menoleh kepadanya, aku memperhatikan wajahnya diam-diam, wajahnya mempertegas firasatku. Kami berhenti di depan sebuah pintu. Sepertinya kami sudah sampai.
"Nah, Sakura kita sudah sampai." Kata paman Fugaku.
Dia membuka kenop pintu. Terlihat ruangan yang cukup besar dengan tema agak vintage. Aku menangkap sosok lelaki semuran denganku berambut gelap dengan wajah datarnya yang tengah duduk di atas sofa yang tidak asing bagiku. Dia berdiri lalu berjalan meghampiri kami. Aku tidak bisa membuka mulutku, napasku terasa sesak. Aku benar tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika dia sudah mulai mendekat. Sekarang Dia sudah tepat di hadapanku. Dia menyunggingkan sedikit senyum kepadaku.
"Selamat datang, Haruno-san."
Aku sedikit kaget mendengar salamnya. Lalu aku memberinya senyuman dan membalas salamnya.
"Terima kasih sudah mengundangku, Uchiha-senpai."
TBC
Terima kasih sudah membaca. Maaf kalau masih ada typo dan kata-kata yang agak nggak nyambung, karena ini fanfict pertama saya. Sekali lagi terima kasih. ^^